Part 13 : My New Secretary

995 54 7
                                    

- Jullian's POV -

Officially engaged. Di usiaku yang menginjak 23 tahun, aku bahkan tak pernah bermimpi menikah muda. Aku benci membuat komitmen dengan wanita, komitmen hanya membuat lelaki tidak bisa bergerak leluasa. Namun siapa sangka akhirnya aku malah melanggar sumpahku sendiri dan memilih menyetujui perjodohan dengan gadis belia berusia 17 tahun. Ralat, 18 tahun dalam dua bulan lagi.

Mungkin ini ada kaitannya dengan cucu haram Adams itu. Entah mengapa setiap kali mendengar nama keluarga Adams, rasanya sama seperti mengoyak kembali semua luka lama yang sudah kukubur sejak belasan tahun lalu. Dari ratusan juta jiwa manusia diseluruh dunia ini, mengapa harus keluarga Adams? Aku mendesah, campuran dari rasa depresi dan amarah yang meluap-luap.

Aku bahkan sampai lupa menjaga sikap didepan gadis muda itu. Saat mendengar penuturannya di balkon petang itu, ada rasa tak suka menyentil hatiku. Seperti tak terima bahwa aku ternyata hanya dijadikan substitusi untuk perjodohan konyolnya dengan cucu Adams yang bahkan tidak pernah dia kenal. Bahkan rasa tersengat itu jauh lebih menggangguku ketika di kebun teh kemarin dia dengan terang-terangan menginginkan aku untuk membantunya mencari cucu haram itu. Ahh.. mungkin itu juga cukup mempengaruhi alasanku mengapa sampai senekat itu menciumnya hingga menyerahkan cincin berlian paling berharga milik almarhumah Mommy.

Aku menyandarkan kepalaku di sandaran kursi kerja. Setelah kepulangan Alesia ke New York kemarin malam, aku kembali masuk bekerja hari ini. Setidaknya aku harus mencari pelarian dari masalah jodoh-jodohan yang memusingkan ini bukan?

Kepalaku menegak saat kudengar suara ketukan di pintu. Aku berdehem sebelum membuka suara.

"Come in."

Daun pintu terbuka, menampilkan sosok wanita muda dengan kacamata bertengger di pangkal hidungnya. Wanita itu mengangguk singkat kemudian berjalan mendekati mejaku. Aku menatap buntalan berkas dalam pelukannya. Sepertinya aku akan lembur kembali malam ini.

"Letakkan saja disitu. Terimakasih Delia."

Aku menangkupkan wajahku dengan sebelah tangan, mencoba kembali fokus pada berkas pengajuan kontrak Detromarks Corp yang sejak tadi hanya kubolak-balik diatas meja. Kepalaku kemudian terangkat, menatap Delia yang masih setia berdiri mematung didepan mejaku. Sorot matanya menyiratkan banyak pertanyaan. Aku mendengus lantas mengedikkan dagu kearah kursi kosong didepanku, memerintahnya duduk. Dengan sedikit gugup wanita itu mengambil posisinya dihadapanku.

"Anything to say?"

Delia masih menunduk, ada rona merah di pipinya.

"Em, saya.. Ada yang ingin saya tanyakan kepada anda."

Aku menghela napas pelan, kemudian mengangguk.

"Eh, itu.. Saya.. Saya dengar kabar yang beredar di kantor selama anda cuti seminggu kemarin..."

Aku mengangkat sebelah alisku. Memangnya apa yang terjadi sampai ada gosip segala?

"Kabar apa?"

"Mengenai kabar pertunangan anda... Katanya anda akan menikah dengan cucu satu-satunya Mr. Douglas. Apakah... Kabar itu sungguhan, Sir..?"

Aku menghempaskan tubuhku ke sandaran kursi sambil menghela nafas kasar. Bagaimana bisa berita ini menyebar secepat virus? Pantas saja banyak karyawan yang berpapasan denganku di lobi memandangiku sambil berbisik-bisik.

"Hm.. Semacam itulah. Kurasa itu bukan sesuatu hal yang perlu kau khawatirkan."

Delia mengangkat wajahnya, menatapku dengan wajah yang sulit kupahami. Sorot matanya nampak pedih dengan kilatan terkejut yang tak malu-malu disembunyikannya.

The EngagementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang