12. Pengungkapan

1 0 0
                                    

Seseorang bisa dijadikan sandaran, bukan harapan.

🖤🖤🖤

Mata yang tertunduk adalah pemandangan pertama yang Roy temui begitu ia sampai rooftop. Kesedihan. Itulah ekspresi yang Roy tangkap dari wajah seorang cewek yang duduk tepat lima langkah dari tempatnya berdiri. Roy berjalan mendekat. Dielusnya dengan lembut bahu gadis yang tak menyadari kehadirannya tersebut.

Hilda mendongak begitu merasakan sentuhan di bahunya. Matanya berkaca-kaca. Tanpa berkata apapun, ia menghambur dalam pelukan Roy.

Roy terpaku selama beberapa saat. Hilda mendekapnya begitu erat. Tak lama kemudian, tangis gadis itu pecah. Tak ada yang bisa Roy lakukan selain mengelus punggung yang tengah memeluknya tersebut. Ia biarkan gadis itu meluapkan seluruh emosi terpendamnya melalui derai air mata.

"Lo boleh nangis sesuka lo.." ujar Roy lembut.

Melihat tangisan ini, Roy jadi semakin yakin bahwa dibalik kerasnya Hilda tersembunyi kelembutan, kerapuhan, dan kesakitan yang hanya gadis itu tunjukkan pada seseorang yang ia percayai. Roy merasa lega karena ia menjadi orang tersebut.

Beberapa detik berlalu, hingga isakan gadis itu mereda dengan sendirinya. Hilda melepaskan tubuh Roy dari pelukannya. Dengan mata sembap dan pipi yang masih basah, ia menatap Roy dengan tatapan lembut.

"Makasih udah ada buat gue." ujarnya.

Roy tersenyum, ia melangkah lebih dekat, hingga jarak diantara mereka hanya tersisa sejengkal.

"Gue gak bawa tisu, jadi biarin gue lakuin ini buat lo." ujarnya seraya menghapus air mata di pipi Hilda dengan tangannya.

Hilda menatap Roy dalam kebisuan. Sementara Roy mengusap kedua pipi Hilda dengan jemarinya hingga ia pastikan tak ada lagi air mata yang tersisa.

"Gue gak suka lo nangis, tapi kalo itu bisa bikin hati lo tenang, lakuin aja. Biar gue yang hapus air mata lo setelahnya." kata Roy seraya tersenyum.

Hilda ikut tersenyum. Gadis itu menatap Roy dengan raut berbinar.

"Roy.." ujarnya. Melihat Roy memperlakukannya sedemikian lembut, Hilda tampak terenyuh. Gadis itu menarik napas pelan, lantas mengungkapkan apa yang dirasakannya.

"Ini pertama kalinya bagi gue. Pertama kalinya gue ngerasa berharga, lo adalah alasannya." ungkapnya. Sedetik kemudian, hening kembali hadir diantara mereka. Roy membalas kalimat Hilda hanya dengan senyum manisnya.

"Gue seneng lo ada disini, dalam hidup gue. Gue seneng lo hapus air mata gue. Gue berharap, lo selamanya tetap seperti ini."

Deg!

Roy tersentak mendengar kalimat Hilda. Syaraf-syarafnya mendadak kaku. Ia kembali menurunkan jemarinya.

Bagaimana mungkin ia bisa membiarkan Hilda berharap sementara tujuannya memacari gadis itu untuk balas dendam? Ia melakukan sandiwara cinta ini untuk mempermudahnya menancapkan pisau belati tepat ke jantung gadis itu. Namun, perlahan-lahan Hilda membuatnya tak tentu arah.

Ia ingin maju demi mencapai tujuannya. Ia ingin menyakiti Hilda sebagaimana gadis itu membuatnya sakit menghadapi kekalahan. Akan tetapi pada saat yang bersamaan, Hilda telah berhasil mencuri satu hal dalam dirinya, yaitu ego. Egonya mendadak hilang, digantikan perasaan iba melihat gadis ini menderita.

HI - in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang