11. Kenangan

1 0 0
                                    

"Saat aku melihat cahaya dari hidupku yang kelam, saat itulah aku menyadari aku mulai mencintaimu."

🖤🖤🖤

Benar kata orang-orang bahwa kadang yang tampak diluar tidak mencerminkan apa yang ada di dalam. Bahwa yang terlihat baik-baik saja, bisa jauh lebih buruk dari apa yang dibayangkan. Senyuman tidak selalu menyiratkan kesenangan. Keceriaan juga tak berarti kebahagiaan. Kadang-kadang yang tampak diluar adalah kamuflase. Karena beberapa orang lebih memilih menyimpan penderitaannya sendiri, seperti yang kali ini Roy lihat dari diri Hilda.

Sejak awal Roy berpikir cewek itu keras kepala karena memang itulah karakternya. Namun, kini Roy mengerti apa sebabnya. Sifat keras cewek itu dibentuk dari kekerasan orang tuanya. Roy yakin Hilda menerima kekerasan itu tidak hanya sekali, sampai cewek itu tidak selembut atau semanja cewek-cewek seusianya.

"Gue ngerti kalo lo gak mau cerita, tapi gue harap gue bisa jadi temen berbagi lo.." ujar Roy ketika mereka sampai di tempat parkir siswa.

Tepat ketika Roy memarkirkan motornya di sana, bel masuk berbunyi. Ia harus bersyukur karena setidaknya mereka tidak akan kena hukuman. Roy juga tidak tega melihat Hilda dihukum di saat seperti ini. Biar bagaimanapun, ia masih memiliki sedikit empati, walau kadang  tertutupi oleh keegoisannya.

"Temui gue di rooftop jam istirahat." hanya itu yang Hilda katakan. Selebihnya mereka berjalan bersama dalam keheningan, lalu berpisah di perempatan jalan menuju kelas masing-masing.

Roy berjalan dengan santai ke tempat duduknya, tanpa menyadari di seberang mejanya, Yogi dan Doni saling mengerutkan kening.

Mereka berdua saling melempar cengiran nakal, lantas keduanya menghampiri Roy yang tetap memilih diam di kursinya.

"Wah.. wah.. wah.. kapten basket kita ini mendadak jadi siswa teladan rupanya." goda Yogi.

"Jadi Roy, apa motivasi Lo berubah kayak gini?" tanya Doni.

Roy bangun seraya mendengkus kasar. "Heran gue, temen Lo jadi baik kok malah gak didukung. Sengklek emang otak Lo Lo pada."

"Kita juga heran ngeliat siswa paling ngaret seantero sekolah tiba-tiba berubah on time kek gini. Ya gak, Don?" Yogi meminta dukungan.

Doni yang memang suka sekali meledeknya kini semakin bersemangat melihat Roy yang mungkin tidak akan bisa mengelak lagi.

"Roy, ini semua karena cewek itu, betul apa betul?" ujar Doni tepat sasaran.

Roy kembali duduk di kursinya. Ia membuka tasnya dan mengeluarkan salah satu buku tulis yang ia bawa. Roy ingin membelokan topik, tapi jika itu ia lakukan kedua teman laknatnya itu akan semakin berpikir yang tidak-tidak tentang ia dan Hilda. Maka yang ia lakukan adalah tetap diam, dan melakukan kegiatan lain untuk menghindari pertanyaan yang tidak ingin jawab.

"Halah, sok sok an belajar segala lo.." buku tulis yang Roy buka ditutup oleh Yogi. Sepertinya teman laknatnya itu tahu bahwa ia sengaja menghindari percakapan ini.

"Rese banget sih Lo pada jadi orang."

Roy yang kesal lantas berpindah tempat. Ia meminta Wandi yang duduk di kursi paling belakang untuk bertukar tempat dengannya. Wandi menurut saja. Ia membawa perlengkapan belajarnya ke kursi urutan ketiga, yaitu tempat duduk Roy.

HI - in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang