8. Kekesalan

1 0 0
                                    

Hal paling membahagiakan bagi seseorang yang sedang jatuh cinta adalah dicintai kembali oleh orang dicintainya.

🖤🖤🖤

"Seperti halnya aku, kamu gak bisa ngebantah kalo hati kamu bisa aja jatuh untuk orang yang gak kamu harapkan."

Kata-kata itu diucapkan Alya padanya seminggu yang lalu. Tujuh hari dimana ia belum sepenuhnya mengenal Roy. Saat-saat ia mengagumi Roy lalu kemudian membencinya hanya karena melihat perilaku kasar cowok itu. Siapa sangka, kini justru perasaan benci itu mendadak lenyap. Perasaan menggebu-gebu untuk membalas dendam, berubah seratus delapan puluh derajat menjadi sebuah perasaan yang Hilda tidak tahu harus menyebutnya apa.

Ia hanya merasa kini ia begitu dekat dengan Roy. Ia merasa Roy adalah semangatnya, Roy gelisahnya, Roy adalah kekuatan sekaligus kelemahannya. Hilda tidak tahu bagaimana perasaan ini dapat mengisi relung hatinya. Satu hal yang hanya ia tahu, saat ini adalah harapan yang terus berkobar di hatinya. Harapan yang sama, yang mungkin setiap pasangan inginkan, yaitu selalu bersama. Hanya itu. Hilda bahkan tak ingin apapun lagi. Ia cukup bersama Roy, dan ia bahagia karena hal itu. Ia tak ingin lebih.

Bersama Roy Hilda merasakan banyak hal. Matahari yang tiba-tiba terasa lebih bersinar. Udara yang mendadak terasa begitu sejuk. Dan suasana yang terasa begitu tenteram. Roynya memang tidak seromantis Ali, tidak juga secool Oji, tapi cowok itu bisa membuat Hilda bahagia dengan cara paling sederhana. Dengan sederet cerita konyolnya, perhatian kecilnya, sikap lebaynya, dan gombalan recehnya. Selamanya Hilda ingin Roy seperti itu. Ia tak mau cowok itu berubah.

Hari-harinya terasa lebih indah semenjak Roy memasuki dunianya.

"Hai Bep," Roy menghampiri Hilda yang tengah mengaduk-aduk minumannya.

"Kemana aja Lo, jam segini baru dateng?" Hilda berkata dengan logat tegas, untuk membuat cowok itu mengerti akan kesalahannya. Seminggu setelah mereka resmi jadian, ia semakin hapal kebiasaan Roy yang ternyata suka ngaret.

Baginya itu tidak masalah, karena Hilda selalu siap, bahkan jika harus menunggu selama bertahun-tahun sekalipun, akan ia lakukan demi cowok itu. Hanya saja, Hilda tak ingin kebiasaan buruk ini terus berlanjut sampai berakibat fatal. Merusak pendidikan atau karir cowok itu suatu saat nanti. Hilda tidak ingin hal buruk terjadi pada Roy.

"Maaf atuh, Adek kecayangan kamu ini, kan abis ngerjain tugas. Hehe, aku, kan anak rajin. Kamu suka, kan punya cowok rajin kayak aku?" ujar Roy dengan logat manja dibuat-buat.

Normalnya, Hilda akan merasa geli atau ilfil melihat seseorang bertingkah seperti ini. Atau bisa saja ia nyinyir perihal tersebut. Berhubung Roy yang melakukannya, jadi ia hanya tertawa kecil. Ia suka semua tentang Roy, termasuk sifat lebay dan kebiasaan ngaretnya. Namun, hal itu tidak ia tunjukkan secara langsung di depan cowok itu. Alasannya, ia tak ingin Roy membiarkan sifat tersebut tumbuh dalam dirinya. Tentunya, ia selalu ingin Roy mengalami kemajuan, dengan menjadikan cowok itu lebih baik setiap harinya.

"Roy, jangan begitu apa? Gue ilfil liatnya," komentar Hilda mengenai sikap lebay Roy barusan. "Gue lebih suka kita ngomongnya Lo Gue, lebih enak didenger, ketimbang aku kamu, kedengarannya lebay kalo Lo yang ngomong itu."

"Ih.. kamu tuh ya bep, masa iya kita udah jadian seminggu gak ada romantis-romantisnya," Roy merengut kesal. Dengan gaya manja, cowok itu lantas mencebikan bibirnya. "Kamu gak sayang aku!" ketusnya manja seraya melipat tangan di dada.

Seperti anak kecil, Roy tampak begitu menggemaskan. Ingin rasanya Hilda mencubit pipi cowok handsome itu, namun tidak ia lakukan. Sebaliknya, justru ia mengatakan sesuatu yang membuat Roy berbinar-binar dalam sekejap.

HI - in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang