15. Kehampaan

2 0 0
                                    

Bagai sekumpulan aksara, mereka dipertemukan pada ruang kosong untuk saling mengisi satu sama lain.

🖤🖤🖤

Setelah bersusah payah, Roy berhasil membawa Hilda sampai ke rumahnya. Mata Hilda tampak begitu takjub melihat bangunan indah bernuansa putih ini. Dibanding rumah, bangunan ini lebih layak disebut sebagai istana. Pilar-pilar tinggi menopang pada setiap sisi. Ornamen bercorak sejarah turut menghiasi dinding-dindingnya. Tak lupa Chandelier yang menjulang tinggi seolah menyempurnakan hiasan pada bangunan megah tersebut.

Namun sayang, ada kehampaan yang dapat Hilda rasakan begitu ia menginjakkan kaki di rumah megah ini. Tak ada kehangatan keluarga yang menyambutnya. Hanya kedatangan beberapa pelayan yang beberapa kali menawarkan jamuan.

"Bokap nyokap lo kerja?" pertanyaan itu tercetus sejalan dengan pikirannya begitu mendapati kehampaan pada rumah megah ini.

"Cuma bokap. Nyokap udah lama gak tinggal disini. Dia tinggal sama suami barunya." tegas Roy.

Sadar bahwa ia salah, Hilda merasa tak enak hati. Nada bicara Roy mungkin tegas, tapi tetap tak dapat menutupi sekat dalam tenggorokannya.

"Sorry, gue gak bermaksud ngingetin lo sama hal itu." ucap Hilda lembut.

"Yah, dan sekarang Lo udah tau semuanya. Sesepi itu dunia gue, makanya gue bersyukur ketemu lo. Lo bawa hal baru dalam hidup gue." ungkap Roy.

"Roy.." Hilda menatap wajah Roy. Wajah cowok itu terlihat tegas, seolah tak ada main-main dalam perkataannya. Jika memang sebersyukur itu Roy memilikinya, maka Hilda tentu lebih bersyukur dapat menjadi bagian penting dalam hidup Roy. "Gue juga bersyukur punya Lo."

"Lo mau tunggu disini atau mau ikut gue ke kamar?" tanya Roy ketika menyadari Hilda masih berjalan bersamanya.

"Lebih baik tunggu disini." ujar Hilda.

"Gue pikir lo mau ikut." Roy tertawa kecil.

"Gue jotos.. mau?" timpal Hilda sambil menunjukkan bogem nya, membuat Roy seketika tertawa geli.

"Ampun mbak jago." ujar Roy. "Lagian gue minta lo bersihin baju gue cuma alasan. Sebenarnya gue memang berniat ngajak lo kesini. Ngenalin lo sama dunia kecil gue ini."

Melihat Roy yang tampak sayu ketika menggambarkan kehidupannya, Hilda lantas mengelus-elus bahu Roy, berharap hal itu mampu sedikit menenangkannya.

"Lo jangan pernah sedih, karena gue selalu ada untuk ngisi dunia lo ini." ujarnya sungguh-sungguh.

Roy mengusap puncak kepala Hilda. Terselip sedikit rasa haru dalam dadanya saat mendengar kata-kata manis gadis itu.

"Oke, tunggu gue disini ya.."

Setelah mengucapkan kalimat tadi, Roy lantas berlari menuju kamarnya. Di ruang tamu, Hilda duduk menunggu Roy. Beberapa menit berlalu, ia mulai merasa sedikit jenuh. Mulailah ia berjalan-jalan sekitar ruang tamu untuk mengisi kejenuhannya. Matanya tampak mengamati setiap benda yang terpajang di ruangan seluas 5 x 7,5 m ini. Langkahnya terhenti begitu sampai pada rak dinding yang menghiasi salah satu sisi ruangan ini. Pada rak dinding tersebut, terpajang beberapa foto dan juga vas bunga berisikan bunga anyelir artifisial didalamnya. Tampak sempurna kalau foto-foto yang menghiasinya bukan jenis foto pribadi, melainkan keluarga.

HI - in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang