5. Perdebatan

1 0 0
                                    

Sahabatmu bukanlah media hiburan, yang ketika prioritasmu tak ada, ia baru kau butuhkan.

🖤🖤🖤

"Omaigat, Syil. Lo tau apa? Hari ini tuh gue seneng banget.." Hilda mengatakannya dengan raut berbinar. Disampingnya, Syilla tampak cuek karena sibuk memilih buku.

Mereka sedang berada di perpustakaan, setelah sebelumnya makan siang di kantin. Sejak mendengar pernyataan cinta dari Roy, Hilda memang sudah tidak sabar untuk bercerita pada kedua sahabatnya. Namun sayang, hari ini Alya tidak masuk, dikarenakan ada kepentingan mendadak. Maka dari itu, kali ini Hilda menghabiskan waktu istirahatnya hanya dengan Syilla.

Hilda memang kurang suka membaca, sehingga yang ia lakukan di ruang baca ini hanya mengikuti Syilla ke sana kemari untuk mencari buku yang ingin gadis itu pelajari.

"Syil, Lo denger gak sih gua ngomong?" Hilda menegur ketika menyadari Syilla tak memberi sahutan pada apa yang ia katakan tadi.

"Iya, iya.. gua denger," Syilla menyahut seraya mengambil satu buku yang menurutnya menarik untuk dibaca. Gadis itu lantas berjalan menuju kursi, dengan tatapan membagi antara ke depan, dengan buku yang tengah ia genggam.

"Apalagi yang bisa bikin lo seneng kalo bukan dapet uang jajan tambahan dari bokap lo." jelas Syilla, lantas duduk di kursi yang paling dekat dengan jendela. Di sanalah ia mulai tenggelam dalam sejumlah kata yang tercetak dalam buku tersebut.

Hilda menarik kursi, lantas duduk di samping Syilla. Ia masih menggebu-gebu untuk menceritakan sebuah kisah yang baru saja ia alami.

"Lo gak nebak ini tentang seseorang?" tanya Hilda yang tak menduga bahwa tebakan Syilla sangat jauh melenceng dari topik yang hendak ia bahas.

"Bokap Lo emang bukan seseorang?" sahut Syilla lalu melanjutkan kembali sebelum Hilda mulai menyahut. "Atau Lo mau cerita tentang Kakak lo? Hidup Lo, kan gak jauh dari soal keluarga Hi." jelas Syilla yang sudah sangat mengenal Hilda.

Setiap kali bercerita, Hilda nyaris tak pernah membahas hal lain selain keadaan keluarganya, kedatangan ayahnya dari luar kota, atau kejadian yang ia alami di kelasnya. Syilla sudah hafal sehingga ia tidak berpikir lain, selain apa yang ia sebutkan.

"Maksud gue, ini tentang cowok." sahut Hilda kemudian. Mendengar itu, Syilla menegakkan kepalanya. Buku yang tadi ia baca, lantas ia abaikan begitu saja. Ia mengembungkan pipi lalu membuyarkan tawanya yang sempat tertahan.

"Kenapa?" tanya Hilda mengenai reaksi yang ia dapat dari Syilla.

"Sejak kapan seorang Hilda yang anti pacaran," Syilla melukiskan tanda kutip di udara dengan kedua jarinya tepat pada kata anti pacaran, sebagai pengingat bagi Hilda akan penegasan tentang dirinya. "Mulai suka bicara tentang cowok? Ini beneran Hilda yang gue kenal, kan?"

Seakan tak percaya ia menatap Hilda secara intens dan menangkup kedua pipi gadis berkaca mata itu. Hilda bergeser, menghindari Syilla yang membuatnya sedikit tak nyaman. Reaksi Syilla dinilai berlebihan oleh Hilda.

Memang biasanya Hilda kurang tertarik berbicara tentang lawan jenis. Apa itu membuat orang yang mendengar seterkejut itu? Hilda lupa kalau Syilla punya penyakit lebay. Gadis itu seringkali hiperbolis dan suka melebih-lebihkan sesuatu.

"Yaudah, intinya Lo mau denger enggak?" tegas Hilda.

"Oh gue tau, Lo nelen ludah sendiri. Elo ketulah dari gue sama Alya. Lo, kan sering ngatain kita, berubah karena cowok, ginilah gitulah dan sekarang Lo lagi di posisi ini, bener, kan Hi?" Syilla mengedutkan alisnya, menggoda Hilda seraya tertawa, sementara Hilda mulai merengut kesal. Gadis berkaca mata itu lantas bangun dari tempat duduknya, hendak meninggalkan Syilla, namun langkahnya harus terhenti ketika Syilla membisikkan sebuah nama di telinganya.

HI - in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang