Prolog

3 0 0
                                    

-Cinta yang tak pernah disadari-

-Hilda & Hiroyuki-

🖤🖤🖤

Hilda meminum minumannya dengan muka kusut. Nyaris setiap jam istirahat berlangsung, ekspresi itu selalu menjadi penghias wajah ovalnya. Suasana hatinya tidak bisa baik setiap kali berkumpul dengan kedua sahabatnya, yang ia dapati kedua sahabatnya itu justru sedang sibuk chatting bersama pacarnya masing-masing.

"Ihh.." sembari berteriak, Hilda memukul meja dengan kencang. Sontak Alya dan Syilla menatapnya kebingungan.

"Gue harus gimana sih ngomong sama kalian, coba kalo lagi kumpul stop maenin handphone. Gue bete tau liatnya. Ada temen serasa sendiri." gerutunya kesal.

"Ya lo jomblo sih." Syilla tertawa.

"Sekali lagi lo ledek gue, gue siram lo." ancam Hilda seraya memegang gelas minumannya, bersiap hendak menyiram Syilla jika ia mendengar cibiran seperti itu lagi.

"Eh udah." Alya menengahi. "Hi, kamu ngertiin ya.. sekarang, kan aku sama Kak Ali LDR-an."

"Terus, kalo LDRan kenapa? Di rumah, kan lo banyak waktu. Gak bisa apa chattannya di rumah aja." timpal Hilda tanpa mau mendengar ucapan Alya selanjutnya.

"Di rumah kita mana bisa main hp terus. Gue bantuin nenek gue, Alya bantuin mamanya bikin kue, waktu kita padat Hi, cuma pas sekarang nih kita punya waktu luang." sahut Syilla.

"Ya, ya.. terserah lo aja. Emang kalian ini pinter banget ngeles. Udahlah mending gue ke kelas aja." ujar Hilda. Setelah berbicara panjang lebar tadi, ia lalu meneguk minumannya hingga tandas. Barulah kemudian ia beranjak dari tempat itu, meninggalkan Alya dan Syilla yang masih sibuk dengan ponselnya.

"Kita harap lo punya cowok, Hi, biar tau rasanya jadi kita." teriak Syilla sebelum Hilda benar-benar lenyap dari pandangannya.

"Cowok mulu, cowok terus yang dipikirin. Apa asyiknya sih pacaran itu, najis gue." Hilda masih menggerutu sepanjang jalan.

Ia tidak habis pikir bagaimana kedua sahabatnya itu bisa lupa segalanya. Demi seorang cowok, mereka rela mengabaikan ia yang jelas-jelas selalu ada untuk mereka. Tapi di balik kekesalannya tersebut, Hilda penasaran seberapa asyik jatuh cinta itu hingga setiap orang yang tengah dilanda perasaan itu selalu hanyut di dalamnya. Setiap orang yang jatuh cinta, selalu menjadikan orang yang dicintainya sebagai prioritas. Sementara Hilda yang belum pernah merasakan perasaan itu, ia yang jelas-jelas tipikal orang yang penuh rasa ingin tahu, semakin penasaran, dan ingin merasakan perasaan itu. Tetapi bagaimana caranya? Ia sendiri bingung. Haruskah ia mencari cowok terlebih dahulu untuk bisa jatuh cinta?

Tidak. Itu seperti hal yang konyol. Bagaimana ia bisa mencari cowok, jika keinginan bersama cowok saja ia tak punya.

Ketika batinnya tengah berdebat antara mencari cowok atau tidak, tiba-tiba ekor matanya menangkap sesosok makhluk yang begitu tampan. Cowok itu sempat berpapasan dengannya, tapi karena fokusnya terbagi, ia jadi tidak terlalu memperhatikan seberapa tampan cowok itu. Untuk memastikan, Hilda pun menggerakkan kepalanya untuk menoleh ke belakang.

Dapat ia lihat kini cowok itu sedang berdiri di antara teman-temannya, bersembunyi di balik dinding kantin, dan cowok itu menyalakan sepuntung rokok.

"Ganteng sih tapi perokok. Gak takut kepergok guru apa?" gumamnya. Ia lalu melanjutkan langkahnya kembali. Namun belum sampai pada tujuannya, Hilda sudah kembali menghentikan langkahnya. Otaknya secepat kilat berpikir.

"Tapi kayaknya cowok itu cukup pantas untuk gue kejar. Ya sebagai percobaan aja, siapa tau dia mau sama gue." Hilda tertawa dalam hati. Ingin meledakkan tawanya itu, tapi posisinya yang sedang sendiri bisa mendatangkan dampak negatif padanya. Bisa-bisa orang mengira ia gila.

Sebelum sempat orang-orang melihat tingkah anehnya, Hilda kembali melanjutkan perjalanannya menuju kelas, yang sempat tertunda.

"Oke, gimana pun caranya gue harus bisa dapetin tuh cowok." ujarnya dalam hati.

HI - in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang