Part 44

18 5 2
                                    

Milli berjalan cepat memasuki mobil yang sudah menunggunya disusul Vina. Setelah mereka duduk di kursi penumpang, mobil itu melaju.

"Gila loh. Jalan apa lari? Napas gue mau berhenti."

Suara Vina membuat Milli menoleh. Tampak sepupunya itu berpeluh keringat di wajahnya. Tanpa rasa bersalah ia memperhatikan senyum kecil di bibirnya.

"Lagian. Ngapain buru-buru. Mana panas?" ucap Vina seraya menoel kening Milli.

"Kangen Mami dan Papi lah!"

Tak mendengar celotehan Vina, ia pun tertarik untuk melihat ke kusi sebelahnya. Nampak Vina memperhatikan seraya memicingkan mata kucingnya.

"Kenapa diam? Biasanya ga mau kalah kalo ngomong?" ucapnya.

Bukan ocehan melainkan Vina menatapnya dengan saksama untuk beberapa detik. Merasa ada yang aneh dengan sepupunya, Milli pun menyentil hidung mancung itu.

Awwww

"Sakit Ily." Vina menyentuh hidung.

"Lagian diajak ngomong malah diam aja." Ucap Milli.

"Gue sedang meneliti adakah KEBOHONGAN di mata Lo.... Dan hasilnya alasan kangen Omi dan Tanti benar adanya. Tetapi itu bukan alasan utamanya."

"Jangan sok tau. Kangen Mami dan Papi lah. Secara hampir enam bulan gue meninggalkan mereka. Kalau sama Kakak... bulan tiap bulan juga ketemuan, telepon juga. Ngapaian juga kangen." Ucap Milli tak mau kalah.

"Ga ada yang bilang sepupu gue ini, K A N G E N sama Ali."

Milli terkena jebakan atas ucapannya sendiri saat mendengar perkataan Vina. Memang alasan ia ke Jakarta, selain ingin melepas kangen kepada orang tuanya. Tetapi juga ingin memberikan semangat kepada laki-laki itu. Pasalnya, Milli sering menangkap laki-laki itu seperti sedang memikirkan sesuatu yang besar. Meskipun laki-laki itu selalu memperlihatkan wajah senang saat mereka bervidiocall. Hingga akhirnya Milli mendengar sendiri dari bibir laki-laki itu.

"Benarkan? Ga apa-apa lagi, seorang istri kangen suaminya. Apalagi Lo dan Ali terpisah jauh. Gue malah senang dengan keadaan ini... jadi bisa mengunjungi Omi dan Tanti. Kembali mengunjungi tanah kelahiran gue."

Dirinya tak berkata apapun saat Vina memeluknya. Memang sepupunya itu, lahir dan menghabiskan masa kanak-kanaknya di Jakarta. Selepas itu seluruh keluarga Unty Nin menetap di London. Sedangkan Milli menghabiskan waktu kecil di luar negeri. Walaupun mereka jarang bertemu namun mengapa Milli begitu nyaman dengan Vina. Padahal mereka baru akrab sejak enam bulan lalu.

####

"Mami ga percaya kamu di sini. Mami pikir Kamu bercanda?" Perempuan di hadapannya memeluknya erat.

"Ily kasih kejutan buat Mami. Senang ga?"

"Senang dong. Ini melebihi dari apapun. Kamu sehat-sehatkan?"

"Iya Mih. Seperti yang Mami lihat." Ucapnya.

Milli melihat senyum dan binar mata indah itu. Bahkan senyumnya kembali mengembang saat mengetahui kedatangannya bersama Vina. Hingga mereka bertiga saling berpelukan.

"Sekarang kalian mandi dan makan ya. Biar makan Mami siapkan dulu."

Milli dan Vina mengangguk atas perkataan Mami. Mereka pun segera melangkahkan kaki menuju tangga yang akan membawanya ke lantai dua.

"Itu kamar Lo yang dekat tangga. Ya udah gue masuk kamar dulu ya." Ujarnya.

Langkah Milli terdiam saat memasuki kamar tidurnya. Memandang setiap benda di dalam ruangan. Kamar yang enam bulan lalu ia tinggali. Di saat itu, pandangan matanya menatap jam di kotak di sisi ranjang. Sontak saja, ia membuka tas kecil dan mencari sesuatu.

Benda berlogo buah itu segera diaktifkan. Tak lama bunyi notifikasi bersahut-sahutan. Segera ia mengeceknya. Hatinya menghangat saat laki-laki itu mengirimkan pesan. Bahkan mengucapkan selamat tidur kepadanya. Ia pun segera membalas pesan itu. Lalu bergegas memasuki kamar mandi.

###

"Mami mau telepon Ali. Biar makan siang di sini ya. Sudah lama, Ali tidak ke rumah."

"Jangan Mih." Ucapnya.

"Sayang. Pasti Ali senang melihat Kamu ada di sini."

"Mih. Biar Ily yang bilang ke Kakak ya. Ily janji ajak Kakak makan malam di sini." Ujarnya pelan.

"Tan. Anak Tanti itu mau membuat kejutan langsung. Jadi Tanti jangan khawatir. Lagi pula Ily diantar sopirkan?"

Mendengar perkataan Vina membuat Milli sedikit lega. Ia pun melihat ke arah Mami. Tak lama tanda setuju diberikan perempuan itu.

"Mih. Ily jalan dulu ya." Ucapnya seraya mencium kedua pipi Mami lalu berpamitan juga kepada Vina.

Milli memasuki mobil hitam. Sudah ada Pak Prio di dalamnya. Pria paruhbaya yang telah menjadi sopir keluarganya. Setelah memberitahukan alamat, Milli memilih memejamkan matanya sejenak. Sehingga saat bertemu laki-laki itu, tubuhnya segar kembali.

Tepat pukul dua belas siang, dirinya tiba di alamat yang dituju. Milli meminta Pak Prio untuk pulang lebih dahulu. Ia pun berjalan memasuki lobi gedung bertingkat itu. Berbekal informasi dari mama mertuanya, Milli pun menuju lift khusus. Seorang petugas keamanan menyapanya.

"Ibu Milli? Perkenalkan saya Asep, petugas keamanan Pak Sakti. Ibu besar sudah memberitahu saya untuk mengantar ke ruangan Bapak. Mari Bu."

"Ehhhh ya.... Panggil saya Milli saja Pak." Ujar Milli seraya membuka kacamata hitamnya.

"Jangan Bu. Biar bagaimana pun Ibu adalah istri Pak Sakti. Tidak sopan saya memanggil nama."

Lift bergerak hingga berhenti di lantai 15. Sekuriti itu mempersilakan Milli keluar terlebih dahulu.

"Ibu perlu saya antar ke ruangan Bapak?"

"Tidak usah Pak Asep. Terima kasih ya. Biar saya sendiri saja. Ruangan yang itukan?" tanya Milli.

"Betul Bu. Baiklah, saya permisi dulu."

Setelah merapihkan penampilannya, Milli pun berjalan mendekati pintu. Suasana sepi saat ini. Mungkin karena jam istirahat makan siang. Milli membuka pintu itu perlahan, seakan-akan tak ingin orang yang berada di dalamnya mengetahui kehadirannya. Dirinya benar-benar ingin memberikan kejutan.

#####

To be continue

Melodi Cinta (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang