Part 47

23 7 0
                                    

Milli menatap lurus ke arah luar. Dari ranjangnya pandangan Milli menembus kaca jendela besar di kamarnya. Gorden yang tersingkap membuat ia melihat langit yang mulai menggelap.

Tak lama terlihat hujan mulai turun, Milli pun keluar dari balutan selimut tebalnya. Ia berjalan membuka jendela yang mengarah ke balkon. Membuka dan melangkahkan kaki hingga butiran air menyentuh kulitnya yang berbalut gaun tidur berwarna merah.

Entah berapa lama ia menikmati. Tanpa ada siapapun yang menganggunya. Bermandi dalam hujan adalah kesukaannya. Namun ini sulit dilakukan karena tubuhnya rentan terhadap air hujan. Bahkan seluruh keluarga selalu mengunci menjauhkan dirinya dari anugrah Tuhan ini.

Kini tidak ada satu pun yang mencegah ia menikmati hujan. Bahkan Vina sedang tak bersamanya saat ini. Seperti air yang turun dari langit ikut merasakan apa yang terjadi pada dirinya.

"Ily.... Tunggu gue."

Mendengar Vina memanggil namanya. Dengan cepat ia menoleh.

"Udah. Jangan tanya-tanya gue lagi. Lo kan udah janji. Sekarang gue mau istirahat." Ucapnya dengan wajah serius seraya memasuki kamar.

Sesampainya di kamar segera ia meletakkan tas ransel di atas sofa sudut. Langkah lalu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri setelah menempuh perjalanan dari Jakarta. Setelah itu, Milli memilih untuk beristirahat.

Pendingin ruangan diaktifkan. Pencahayaan ruangan pun dikondisikan. Ia ingin benar-benar melupakan peristiwa yang mengejutkan baginya. Bayang-bayang kebahagiaan bertemu laki-laki itu pun tandas seketika. Berganti dengan pemandangan yang tak pernah dipikirkan sebelumnya.

Laki-laki itu dan seorang perempuan sedang berpelukan. Di depan matanya. Bukan hanya itu, ia merasakan laki-laki itu tak mengejarnya. Seolah-olah tak ada yang terjadi. Ia sangat menyayangkan hal tersebut. Bahkan hingga keesokannya, Milli tak melihat ada usaha dari laki-laki itu. Hingga Milli memutuskan kembali ke London.

####

"Ily. Gue ga tega tinggalin Lo sendiri di sini. Lo ikut aja ya."

Milli melihat Vina menatapnya. Ada kebingungan dalam diri sepupunya itu.

"Tenang aja... gue baik-baik. Lo ga usah cemas, sekarang Lo siap-siap aja. Kasihan Unty pasti butuh Lo. Sampaikan salam gue ya. INGAT. Lo jangan bilang macam-macam tentang gue. CARI ALASAN YANG MASUK AKAL."

"Ya udah gue jalan dulu ya. Pokoknya Lo jangan nekat. Ada apa-apa hubungin gue. Gawai Lo, aktifin. Jangan kayak bocah. Besok gue balik lagi."

"Udahhhh... Lo jalan sekarang."

Tak lama, Milli merasakan pelukan sepupunya. Setelah itu, Vina pun meninggalkan apartemen. Berada di apartemen seorang diri adalah Pertama kali bagi Milli. Pasalnya setelah hampir enam bulan, Vina lah yang menemaninya. Tidak pernah mereka berpisah kecuali saat berkuliah. Meskipun Milli sering berdebat dengan sepupunya namun tak pernah ada pertikaian.

Hingga akhirnya hari ini, Vina harus kembali ke rumah karena Unty Nin tiba-tiba masuk rumah sakit. Untung saja, mereka sudah tiba di London. Milli sengaja tidak ingin ikut Vina karena dirinya tak ingin menambah pikiran Unty Nin lagi. Entah punya indera ke enam atau apa? Unty Nin selalu tau jika ia memiliki masalah karena memang Milli tidak mudah menyembunyikan apa yang sedang terjadi.

Milli bukan karakter yang mudah menutupi perasaannya. Ia termasuk pribadi yang meledak-ledak. Bahkan ia langsung meminta Vina tiket pesawat pagi itu juga. Tentu Milli sadar reaksi sepupunya itu. Namun Milli mengancam, ia akan tetap kembali ke London walau tanpa Vina. Tentu saja, sepupunya tak mampu berkata-kata lagi.

Ia juga sengaja tidak mengaktifkan gawainya. Entahlah kebiasaannya setiap ada masalah, dirinya tak ingin diganggu oleh siapapun. Ia juga tidak membutuhkan penjelasan orang lain untuk mendinginkannya. Milli hanya butuh orang lain memahaminya.

Lamunan terhenti saat tubuh  mulai mengigil. Betapa cuaca dingin di malam hari ditambah guyuran hujan membasahi tubuhnya. Namun tidak ada keinginan untuk beranjak dari tempat favoritnya.

Tak lama ia mencari benda untuk dipegangnya. Hal itu disebabkan tubuh sedikit goyah. Pagar balkon pun dipilihnya.  Ia menarik napas perlahan dan dihembuskan. Berharap semua akan baik-baik saja. 

Ily....

Sayang....

Suara itu.... membuatnya tubuhnya memutar. Hingga tangan menjauh dari pagar. Di saat itulah.... Merasakan tubuhnya seperti tak bertenaga. Teriakan memanggil namanya terdengar kembali. Hingga ia merasakan seseorang menyentuh tubuhnya.

####

Milli membuka mata namun ia merasakan agak berat. Ia pun mencerna apa yang terjadi. Peristiwa terakhir muncul begitu saja. Terdengar ada yang memanggilnya. Panggilan dari dua suara yang berbeda.

Perlahan mencoba bangun dari tidurnya untuk memastikan semuanya. Namun...

Akhhh....

Kepalanya... Ya, tiba-tiba kepalanya begitu sakit.

"Jangan bergerak. Kamu demam."

Dalam kondisinya seperti ini, Milli mendengar suara seseorang di sisinya. Namun bukan suara Vina. Ia mencoba mencari kebenaran atas pemikirannya namun, kedua matanya seakan-akan tak mampu membuka. Kepala sungguh berat.

"Istirahatlah."

Suara itu sekali lagi terdengar lembut di telinga Milli. Bukan hanya itu, usapan lembut pada keningnya juga dirasakan olehnya. Seakan-akan mencoba meringankan sakit di kepalanya. Di saat sakit kepala mulai terkondisikan.

Milli mulai merasakan tulang-tulangnya membeku. Hingga menggetarkan tubuhnya. Inilah yang selalu terjadi saat ia bermandikan air hujan.

Tak lama, Milli merasakan sesuatu menyentuh kulitnya. Bukan hanya itu ia merasakan tubuhnya terangkat. Hingga merasakan permukaan yang berbeda dari sebelumnya.

"Tidurlah. Sayang."

Kembali suara yang sama menyapa lembut. Tak lama hangat sedikit demi sedikit ia rasakan. Dirinya tak kuasa untuk mencerna apa yang sedang terjadi saat ini. Namun satu yang pasti ia merasa nyaman dalam dekapan itu.

####

To be continue

Melodi Cinta (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang