Part 50

25 7 1
                                    

Sakti masih duduk di sofa. Menatap gadis yang masih nyaman dalam dekapan selimut. Akan tetapi hatinya tak enak melihat keadaan itu. Apalagi ia menjadi alasan sikap gadis itu.

Padahal tadi pagi kondisi dirinya dan gadis itu baik-baik saja. Malahan mereka tak terpisahkan. Namun mengapa tiba-tiba, ucapan Vina kepada dirinya disalahartikan. Hingga gadis itu memilih mengunci rapat mulutnya.

Waktu malam telah tiba. Gadis itu masih tak beranjak dari ranjang.

Gawai yang diletakkan di meja bergetar. Dengan segera diambilnya. Nampak Mama menelponnya. Tak ingin gadis itu terganggu, Sakti memilih keluar kamar. Ia pun berjalan ke arah balkon dan membiarkan pintu kaca itu tetap terbuka.

"Halo Mah."

...

"Mama tenang dulu. Nanti Ali coba telepon dokter Faris. Biar Beliau datang ke rumah."

....

"Bang Al akan baik-baik saja. Ali yakin Abang, pria yang kuat. Hanya masalah waktu saja. Pokoknya Mama tenang ya."

Sakti memutuskan masuk kembali. Saat bersamaan ia mendengar benda jatuh dari arah pantry. Betapa terkejut ia, gadis itu terduduk di lantai. Dengan cepat ia berlari. Memastikan apa yang terjadi.

"Awww." Ucapnya dalam hati saat ia menginjak genangan air di lantai. Sontak saja dirinya menatap gadis itu dengan kecemasan. Apalagi sebuah botol berada persis di samping kaki gadisnya.

####

Sakti sedikit lega saat dokter mengatakan bahwa gadisnya dalam keadaan sehat. Hanya memang perubahan hormon sedikit memberikan efek kepada tubuh. Suntikan pereda sakit sudah diberikan melalui infusan.

Satu hal yang cukup mengkhawatirkan adalah luka memerah pada kaki kanan gadisnya. Menurut dokter kondisi itu akan membaik dalam beberapa hari.

"Li. Lo istirahat aja di sana. Biar gue yang jaga. Dokter bilang kalo sepupu gue malam ini dalam pengaruh obat. Besok pagi Lo baru jaga lagi."

"Ga usah. Biar say... "

"Dengerin gue Li. Lo butuh waktu buat tubuh sendiri. Lo mau Ily melihat muka Lo seperti mayat."

Sakti terdiam mencerna apa yang disampaikan Vina. Meskipun ia tidak tega meninggalkan gadis itu. Namun ucapan itu ada benarnya. Hampir satu minggu ini, durasi tidur bisa dihitung pakai jari.

"Thanks Vina. Kalo ada apa-apa, tolong dibangunkan." Ujarnya seraya menjauh dari ranjang dan menuju sofa panjang di sudur ruang perawatan.

####

Sakti merasakan ada orang yang sedang bercakap. Ia pun membuka mata dan mengarahkan pandangan ke ranjang. Mengetahui gadis sudah bangun, segera saja ia bangkit dari sofa dan berjalan.

"Cuci muka dulu. Setelah itu, gue mau pulang dulu. Siang baru balik lagi ke sini." Ucap Vina.

Mendengar perkataan itu, Sakti terdiam. Ia tidak ingin membuat gadisnya marah kembali. Bagaimana pun hatinya tak tenang berada dalam situasi seperti itu.

"Kakak cuci muka aja dulu." Suara gadis itu melegakan Sakti.

"Tapi jangan lama-lama."

Sakti pun tersenyum lalu meminta izin ke toilet. Setelah membasuh wajah dan menggosok gigi, ia segera kembali ke tempat semula.

Terlihat Vina baru dari duduknya. Sepertinya akan bersiap-siap meninggalkan ruangan. Tak lama kedua saling bercakap. Melihat keadaan itu Sakti lega.

"Oke. Gue pulang dulu ya. Mungkin siang atau sore gue ke sini lagi. Kalian BERDUA jangan macam-macam."

"Vinaaaaa. Keluar Lo."

Teriakan gadis itu saat mendengar apa yang diucapkan Vina. Seperti komunikasi di antara mereka sudah kembali lagi.

"Iye. Sabar Bu. Dah Ily."

Sakti melihat Vina meninggalkan ruangan. Kini hanya ia dan gadisnya.

"Besok pulang. Kakak harus bilang ke dokter." gadisnya menatap dengan wajah cemberut.

"Nanti kakak konsul ke dokter dulu. Kalo diizinkan pasti Kamu pulang." Ucap Sakti seraya mengusap tangan gadis itu yang masih dengan infusan.

"Pokok besok pulang. Ily ga mau tau. Lagi pula cuma siklus bulanan. Ga perlu dirawat juga kali!"

Sakti memutar tubuh mengelilingi ranjang. Menatap gadis yang baru saja membelakangi dirinya. Namun tindakan membuat gadis itu kembali mengarahkan tubuhnya berlawanan.

"Dengar Kakak dulu. Kakak janji akan bicara dengan dokter. Jika kaki tak masalah dan bisa dirawat di rumah saja, Kakak akan minta pulang."

"Benar ya. Jangan bohong." Ucap gadis itu langsung menatapnya saat kalimat itu terucap.

"Iya. Kakak janji."

Senyum di wajah itu terlihat. Sakti sedikit lega melihat ekspresi yang ditampilkan. Membuat gadis itu bahagia merupakan hal wajib yang harus dilakukan.

#####

Saat ini suasana ruang tamu di apartemen sangat ramai. Keluarga Unty Nin sedang berkunjung. Mereka cemas saat mengetahui Milli harus berada di rumah sakit.

"Sayang ... kamu beneran sudah sehat?"

Sakti memperhatikan perempuan di hadapan dengan wajah penuh khawatir terlihat berbicara dengan gadis yang sedari tadi berada di sampingnya.

"Ga apa-apa kok. Mereka aja yang lebay." Ujar gadis itu seraya melirik dirinya dan Vina secara bergantian.

"Syukurlah." Ujar Unty Nin.

"Tapi Om lihat kamu masih lemas. Buktinya dari kami datang selalu memeluk Ali. hehehehe."

"Ih Om. Engga Kok. Ini.... Ily sehat."

Tiba-tiba gadis itu melepaskan tangandari lengannya. Lalu duduk agak berjarak. Melihat itu, Sakti hanya tersenyum mendengar candaan suami Unty Nin.

"Asik.... Akhirnya Om bisa adu catur dengan Ali juga nih. Eki... Ambil papan catur di mobil ya." Ujar Om Bram.

"Jadi Om ke sini bukan khawatir sama Ily. Tapi mau main catur sama kakak. Oke."

Sakti melihat gadis itu beranjak dari sofa yang diduduki. Laju berjalan cepat menuju kamar.

###

To be continue

Melodi Cinta (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang