Part 6

48 7 0
                                    

Seno duduk memeriksa laporan perusahaan. Sedari pagi ia tidak beranjak dari kursi kerjanya. Pikirannya benar-benar kacau. Bisa-bisanya perusahaan kecolongan. Ini adalah peristiwa yang baru terjadi setelah hampir empat puluh tahun berdiri.

Ting

Sayang... malam ini Papa ajak kita makan malam. Kamu jadi jemputkan?

Iya. Nanti Aku jemput.

Thanks Sayang

Seno segera menyelesaikan pekerjaannya. Kembali.

Tepat jam 20.00

Kacamata dan laptop masih menemani Seno. Berkali-kali ia mencari apa yang membuat perusahaan merugi. Tapi nihil. Ia menyenderkan bahunya pada kursi kerjanya.

Tercengang

Pandangan tanpa sengaja melihat jam besar di sudut ruang. Dengan bergegas mematikan laptopnya dan memasukan arsip ke dalam tas. Berjalan cepat menuju pintu ruang kerjanya.

Suasana sepi. Terlihat dua orang penjaga yang sedang berkeliling. Dengan lift direksi, Seno menuruni lantai 26.

Tepat di lobi ia didekati seorang sekuriti yang memberikan kunci kendaraannya. Mobil hitam sudah terparkir. Kendaraan itu meninggalkan gedung menuju suatu tempat.

Memasuki sebuah rumah sakit, Seno segera memarkirkan kendaraannya. Ia pun berjalan menyusuri lorong dan berhenti di depan pintu yang bertuliskan dr. Alexandra Wijaya.

Seno mengontrol irama jantungnya sebelum mengetuk pintu itu. Dibuka pintu itu perlahan, Nampak gadis yang dicarinya menatap penuh cemas.

"Maaf. Aku terlambat menjemput."

Gadis itu terdiam. Hal itu membuat Seno merasa bersalah. Ia sudah ketiga kalinya ia tidak tepat waktu.

"Papa sudah menanyakan keberadaan kita."

Kalimat itu membuat Seno mengambil tangan tunangannya dan berjalan meninggalkan ruangan.

###

Suasana makan malam di kediaman keluarga Wijaya sangat ramai. Hari itu bertepatan dengan ulang tahun pernikahan mereka.

Kedatangan Seno dan Alexandra menjadi pusat perhatian. Siapa yang tidak iri dengan pasangan serasi itu.

"Malam Pah." Ujar Alexandra seraya mencium kedua orang tuanya.

Seno pun mengikuti langkah tunangannya dan menyalami Tuan dan Nyonya Wijaya.

"Maaf Pah. Saya terlambat." Ujarnya.

"Papa maklum. Pasti kamu sibuk sekali. Duduklah. Kalian makan dulu saja."

Seno menarik kursi dan mempersilahkan Alexandra duduk di sebelahnya.

Makan malam itu berjalan dengan sempurna. Seno memilih mengikuti langkah Alexandra menuju halaman belakang. Suasana di sini tidak seramai bagian utama kediaman Tuan Wijaya.

Mereka duduk menghadap kolam renang yang bercahaya indah itu. Keduanya saling diam. Seno bukanlah laki-laki yang banyak bicara untuk urusan selain pekerjaannya. Sedangkan Alexandra adalah karakter yang pendiam dan 'patuh'.

Ting

Suara itu membelah keheningan.

Bang, Lo dimana?

Di rumah Tuan Wijaya, makan malam

Oke, sori gue ganggu. Gue bisa ajuin proposal ga? Buat panti asuhan teman

Datang aja ke kantor. Besok gue tunggu

Sip. Lo emang Abang yang paling the best

Seno menyimpan kembali gawainya di saku jasnya.

"Aku pulang dulu ya. Kamu biar istirahat. Besok pagi aku jemput. Aku antar kamu ke kamar."

Gadis di sampingnya hanya mengangguk. Seno pun berdiri dan berjalan menunggu Alexandra berdiri. Mereka tidak memasuki rumah utama, namun langsung menaiki lift yang berada dekat pintu pembatas ke arah bagian belakang.

Lift berhenti di lantai tiga. Seno dan Alexandra berjalan menuju pintu yang paling ujung.

"Kamu langsung tidur ya."

Alexandra mengangguk. Seno mendekat dan memberikan pelukan perpisahan. Seno tidak dapat mendeskripsikan pikiran dan hatinya saat itu.

###

Seno bergegas menuju apartemennya. Ia mengirim pesan kepada Nyonya Mutia bahwa malam ini tidak pulang.

Saat tiba di sebuah jalan yang tidak terlalu ramai. Ia mendapati sebuah mobil yang berhenti. Terlihat seorang perempuan sedang meneliti ban depan. Tanpa sadar Seno berhenti di depan kendaraan itu dan berhenti.

Ia keluar dari mobilnya.

"Ada yang bisa saya bantu?"

Gadis yang disapanya terkejut. Namun dengan cepat ia mengalihkannya.

"Mobil gue tiba-tiba kempes." Ujar gadis itu.

Seno pun menanyakan alat yang dapat digunakan untuk mengganti bannya. Hampir tiga puluh menit ia melakukan itu.

"Sudah selesai."

Gadis itu melihat tangan Seno memindahkan ban yang kempes ke bagian belakang.

"Oke. Thanks udeh bantu gue." Ujar gadis itu.

"Ga papa, kebetulan lewat. Kamu duluan aja. Biar aku yang di belakang."

Gadis itu segera memasuki mobil. Distraternya dan melaju meninggalkan keheningan malam. Tanpa pamit.

Seno memperhatikan laju kendaraan yang menjauh. Ada rasa berbeda yang pertama kali singgah di pikirannya. Namun ia belum mampu menjelaskan perasaan itu.

###

To be Continue

Melodi Cinta (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang