Part 51

25 5 0
                                    

Alexandra terdiam. Ia tak percaya terhadap kenyataan di depan matanya.

"Dia siapa Mah."

Kalimat pertama kali yang terucap setelah suaminya sadar dari tidurnya selama ini. Kegembiraan yang kini membayang di mata seketika langsung runtuh.

"Al. Sandra adalah istri Kamu. Kalian menikah dua tahun lalu. Bertepatan setelah pernikahan itu, Mama dapat informasi Kamu mengalami kecelakaan."

Perkataan Mama membuat pria yang sedang duduk di ranjang ruang perawatan terdiam. Lalu Alexandra merasakan tatapan dari suaminya.

"Istri. Istri Aku?"

"Kenapa Al ga ingat Mah?"

Alexandra menahan airmata yang mulai mengembang di kelopaknya. Bahkan ia berjalan ke sofa lalu duduk. Menundukkan kepala.

#####

Satu minggu pasca kepulangan Seno. Alexandra menemui dokter. Ia selalu mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan kondisi suaminya. Bagaimana pun ia mengharapkan Seno kembali pulih ingatannya.

"Sepertinya pasien mengalami trauma sebagian yang disebabkan benturan saat kecelakaan itu terjadi. Tetapi tidak perlu khawatir... Kami akan terus memantau. Untuk keluarga diharapkan dapat merangsang timbulnya memori kembali. Bersabar namun tetap berusaha."

"Baik dokter Faris. Saya permisi dulu."

Tak lama Alexandra bangkit dari duduk lalu berjalan menuju pintu keluar. Dirinya berusaha tegar menapaki tiap langkah koridor rumah sakit. Ini adalah hidup yang digariskan Tuhan padanya. Ia harus lebih aktif dalam mendekati Seno.

Setelah memasuki sedan putihnya, Alexandra segera meninggalkan area luar rumah sakit. Sekitar 20 menit perjalanan ia menghentikan kendaraan di sebuah minimarket. Lalu memasukinya.

Dengan troli di tangan, ia mengambil beberapa buah serta makanan kesukaan Seno. Dibalik ujian ini Alexandra sedikit bersyukur bahwa Seno tidak pernah mempermasalahkan kehadirannya di sekitar pria itu.

Kini dirinya telah berada di meja kasir. Setelah membayar ia berjalan menuju area parkir dengan mendorong troly. Sesampainya ia membuka bagasi lalu memasukkan belanjaannya. Dipastikan semua sudah masuk, dirinya segera memasuki mobil dan menjauh dari minimarket.

Tepat jam dua belas siang. Alexandra memasuki halaman rumah Seno. Ia melihat seorang laki-laki seusia Papi mendekati dan menyapa.

"Mba Sandra... selamat siang."

"Siang Pak. Maaf bisa minta tolong belanjaan di bagasi ya."

"Baik Mba."

Setelah itu Alexandra memasuki rumah. Terdengar suara ramai dari ruang tengah. Dari jarak sepuluh meter ia melihat beberapa orang sedang duduk di sofa besar itu.

"Sini Sayang."

Suara Mama yang sedang duduk menyambutnya. Ia pun segera mendekat lalu memberi salam. Alexandra tersenyum dan menyalami semua orang saat Mama mengenalkan dirinya kepada kerabat Beliau. Meskipun dari mereka Alexandra sudah tau tetapi sebagian lainnya ada yang belum dikenalnya.

"Al mana Mah?" tanyanya saat menyadari Seno tidak ada di antara mereka.

"Di ruang kerjanya. Coba Kamu ke sana ya. Sekalian di ajak makan siang."

Alexandra pun mengangguk dan meminta izin untuk menemui Seno. Lalu berjalan menuju sebuah pintu. Diketuknya pelan. Tak lama pintu terbuka. Ia pun memasuki ruangan yang bercat abu-abu itu dan terlihat Seno yang sedang menatap Macbooknya.

"Siang Al. Maaf aku ganggu ya. Aku mau ajak Kamu makan siang. Mama dan lainnya sudah bersiap-siap."

Ia melihat Seno mengangguk. Lalu berdiri dari kursi. Berjalan ke arahnya.

"Duluan saja." Seraya mempersilahkan Alexandra untuk berjalan lebih dahulu.

####

Alexandra tidak dapat menutup matanya. Padahal sudah hampir tiga jam merebahkan tubuhnya di samping Mama. Ia pun duduk di tepi ranjang. Merenungi semua peristiwa yang ada di kepalanya.

Sebagai anak satu-satunya, keluarga begitu memanjakan dirinya. Papi begitu protektif kepadanya. Bahkan sedikit membatasi aktivitasnya. Sehingga teman-temannya tidaklah terlalu banyak. Hati sedikit senang saat bertemu dengan saudara kembar yang menjadi tetangganya. Di situlah ia mengenal Seno Alvito Maheswara dan Sakti Aliandra Maheswara.

Bergaul dan menjadi bagian dari keluarga Maheswara membuat Alexandra memiliki warna yang berbeda. Walaupun begitu pengaruh Papi masih kuat. Bahkan Beliau yang meminta Seno dan Sakti menjaga dirinya. Dua karakter yang berbeda dari mereka membuat Alexandra terkadang melupakan sikap berlebihan orang tuanya.

Alexandra begitu menikmati dirinya menjadi sentral. Seluruh apapun yang inginkan mudah dikabulkan baik oleh keluarganya maupun keluarga Maheswara. Mungkin seluruh hidupnya tidak dapat ia kendalikan seorang diri.

Termasuk saat ia mendengar Papi berkata saat itu bahwa ia telah dijodohkan dengan Seno. Awalnya ia terkejut. Bagaimana tidak, teman kecilnya itu ia kenal baik. Seno adalah pria yang tak banyak bicara dan cenderung dingin. Bahkan selama berteman dengan pria itu banyak perdebatan kecil. Untung saja Sakti, saudara kembarnya menjadi jembatan penghubung saat mereka berselisih paham. Memang tak pernah ada konflik besar namun Alexandra menganggap Seno tidak memiliki inisiatif untuk menyelesaikan masalah itu.

Menginggat itu Alexandra saat ini benar-benar membutuhkan tempat bercerita dan Sakti orangnya. Andai saja Sakti berada di Jakarta ia akan lebih mudah menumpahkan beban di kepalanya. Untuk membicarakan kepada Papi dan Mami, ia tidak tega. Pasalnya Papi sedang fokus kepada perbaikan perusahaan. Hanya S A K T I yang dapat membantu menyelesaikan masalah ini. Dengan Dia, Alexandra dapat menjadi dirinya sendiri. 

####

To be continue

Melodi Cinta (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang