Chapter 17 🐰

1.3K 208 37
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

Aku merindukan ketenangan, maka aku tidak akan mendapatkannya kecuali dengan meninggalkan apa yang bukan urusanku.

▪︎▪︎FUCKBOY KAMPRET ▪︎▪︎

🌾🌾🌾

Salat berjamaah berjalan dengan lancar, bahkan  semuanya sempat tertegun. Mereka tak menyangka bahwa Niko benar-benar bisa menjadi imam salat berjamaah. Niko yang pecicilan, fuckboy, memiliki mantan yang entah sudah tersebar dimana saja. Mampu melaksanakan segala syarat yang diberikan Reni itu rasanya mustahil, namun sekarang?

"Itu tadi beneran lo? Bukan audio kan?" Tuduh Reno yang membuat semua orang yang bersiap akan menyantap makanan ke mulut mereka terhenti dan beralih menatap Niko. Mereka juga sama penasarannya dengan Reno, namun ditahan sampai selesai. Tapi, sepertinya Reno tak tahan dan menyuarakan apa yang ada dalam kepalanya.

"Ya, siapa lagi kan nggak ada yang jadi imam selain gue. Lagian lo gak ada sopan-sopannya ya sama gue. Gue ini lebih matang dari lo!"

"Suka-suka gue dong, ingat ya gue itu abangnya Reni. Otomatis lo adek ipar gue dong, mau itu lo udah om-om atau masih muda sekalipun lo tetep adek ipar gue. Harusnya lo yang manggil kakak ipar!" Reno bersikeras.

"Dasar bocah, lo beda lima menit sama Reni. Beda lima tahun sama gue, jadi lo tetep adek sama gue. Gak ada sejarahnya ya gue manggil kakak ipar sama bocil kek lo. Ih amit-amit!" Niko bergidik ngeri, tentu saja Reno ini lima tahun dibawahnya mana mungkin, ini sangat memalukan.

"Sudah, lanjutkan makannya saja. Kalian ini sudah besar tapi masalah kecil saja dipermasalahkan." Fadli menengahi.

"Iya, Pa. Oh ya Pa, dapat salam dari Rayhan. Katanya, tadi nggak sempet ketemu sama Prabu kerja harus balik ke Makassar, ada acara katanya."

"Jangan panggil Papa, Prabu. Kamu sudah menjadi bagian dari kerajaan ini jadi wajib mengikuti apapun syarat yang ada di kerajaan ini." Niko hanya bisa melongo tak percaya, kemana wajah garang mertuanya tadi? Sekarang benar-benar berbeda. "Rayhan? Temen kamu yang suka main tok-tok sama Ratu saya? Anak yang kurang ajar itu?" Niko mengangguk sebagai balasan.

"Iya Pa—eh Prabu." Rasanya gagu, pasalnya semua orang menatapnya. Lihatlah tatapan berbeda-beda dari keluarga Reni. Pamannya yang menatapnya tak suka, neneknya yang memang sejak awal sudah menolak.

"Nggak pa-pa kamu harus adaptasi." Itu ucapan Yani yang memang duduk berdampingan dengan putranya.

"Iya, Bun."

"Ren, kamu nggak ambilin makanan buat suami kamu? Lihat, hanya dia yang belum ambil makanan ke piring nya. Kamu ini sebagai istri harusnya peka dong, suami itu dilayani."

"Emang harus banget? Kan punya tangan sendiri." Elak Reni, kenapa ia harus terjebak di suasana seperti ini sih.

"Udah jangan banyak membantah, turuti saja. Itu udah kewajiban istri harus melayani suaminya. Berdiri dan ambilkan makanan yang suamimu mau." Reni mengangguk pasrah, saat berada di samping Niko ia melayangkan tatapan penuh permusuhan.

"Ayo, Sayang. Kok diem aja." Mata Reni melotot tak percaya. Apa tadi? Sayang? Hih mengapa kata itu rasanya tak enak sekali di dengar nya bahkan terkesan mengerikan dan membuat bulu kuduk merinding.

Reni dengan sangat terpaksa mengambilkan menu makanan yang ada di hadapan mereka. "Segini cukup?" Niko mengangguk.

Baru saja hendak melangkah kembali ke kursinya panggilan Niko membuatnya terhenti. "Sayang, airnya mana?" Reni berbalik lagi untuk mengambilkan air minum dan menuangkannya ke dalam gelas.

Fuckboy Kampret ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang