Chapter 9 🐰

1.5K 247 58
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

Ingatlah, sabar itu iman, uang bukan teman, dunia hanya pinjaman, dan mati  tidak mengenal jabatan.

▪︎▪︎ FUCKBOY KAMPRET ▪︎▪︎

🌾🌾🌾

Typo harap komen!

Pergi dan kembali itu sudah menjadi garis takdir, orang yang kita sayang akan pergi dan kembali hanya jika sang pencipta menginginkan. Walau berat, itu bukan sebuah pantangan. Hidup itu sejatinya ujian, maka jika masih hidup sampai sekarang maka percayalah bahwa kamu tak akan lepas dari ujian. Jangan membenci takdir namun perbanyak bersyukur sebab Allah masih menyanyangimu hingga memberikanmu ujian, jika Allah tak lagi peduli. Sungguh Dia akan membiarkanmu begitu saja.

"Woi, ngapain lo diem-diem doang?" Sapaan dari seseorang yang baru saja menegur itu membuatnya tersadar dari lamunan.

"Gue lagi bingung, Ray. Lo tahukan gimana bangsatnya gue? Gimana gue segitu jauhnya dari Tuhan. Walau bunda gue agamis, tapi gak sekalipun gue indahin  perintah dia. Termasuk salat, biasanya gue cuma pura-pura sakit pas bunda ngajak salat. Terus gimana caranya gue jadi imam? Arghhh bisa gila gue lama-lama." Sang sahabat hanya menatap prihatin, benar juga selama ini mereka tak pernah sekalipun menghadap sang Ilahi, walau kadang sih menyebutnya. Tapi, hanya saat susah itupun setelah mendapatkan apa yang diinginkan segalanya terasa lupa. Mereka lupa bagaimana Allah mengatur segalanya, bagaimana Allah memberikan apa yang diinginkan hambanya.

"Lo bisa, berikan yang terbaik buat Bunda. Pasti sekarang Bunda berharap banget putra satu-satunya bisa menjadi baik, gue yakin banget Bunda langsung setuju pas lihat Reni karena ini. Dia lihat potensi Reni bisa ngubah lo, ingat kan gimana Bunda dulu selalu menolak siapapun pacar lo, mau itu selebgram, pengusaha, ataupun anak mentri sekalipun bunda tolak. Dan sekarang? Bahkan bunda langsung setuju pas lihat Reni pertama kalinya, bukannya ini pertanda Nik? Bunda mau di umurnya yang sekarang bisa tenang lihat lo nggak lagi sendiri luntang-lantung di dunia ini tanpa pegangan." Penjelasan panjang Rayhan terasa begitu menohoknya. Benar, selama ini ia telah begitu jauh dari Tuhannya, agamanya, bisa dikatakan Islam hanya identitasnya. Astagfirulllah!

"Terus gue harus gimana Ray? Gue beneran gak tau harus gimana sekarang. Semakin lama gue hafal dan nunda jadi imam salat Subuh itu artinya selama itu gue akan membuat Bunda menunggu. Dan apapun itu gue nggak akan bisa buat bunda khawatir karena gue, apalagi sampai nangis. Gue nggak akan sanggup Ray. Gue bisa buat semua orang nangis tapi nggak buat Bunda." Rayhan mengelus pundak sahabatnya yang sepertinya begitu bimbang.

"Gue punya kenalan yang yang ngajar di pesantren. Kalau lo mau, bisa banget. Tapi, dia di Bandung. Gak pa-pa kan?" Niko menatap Rayhan lekat, tak ada nada ataupun ekspresi jenaka yang biasanya tergambar disana.

"Gue yakin Nik, bahkan dalam kurung waktu empat puluh hari itu, lo udah hafal surah itu dan pastinya lo juga udah bisa jadi imam salat. Secarakan lo bisa praktekkan setiap hari di pesantren. Emang sih melenceng dari syarat Reni, tapi sama ajakan. Yang penting imam salat Subuh." Niko mengangguk saja, benar yang dikatakan Rayhan, ia harus berubah. Bukan karena wanita itu, tapi karena sang bunda. Malaikat tanpa sayapnya, surga yang amat dekat untuk ia raih.

"Ok, besok gue balik ke Bandung. Lo bisa ngasi kontak temen lo itu?" Niko kembali semangat, ia tadi memang se frustrasi itu. Mendengar ucapan bunda nya semalam membuatnya tak karuan.

"Bunda tahu Niko anak yang baik, tapi Bunda mohon jangan lagi anak bunda main-main di umur sekarang. Sekarang anak Bunda dewasa, sudah sepantasnya menikah. Jangan kecewakan Bunda di penghujung umur Bunda, Nak." Niko mendengar itu, suara isakan kecil yang terdengar begitu lirih dari Bunda nya. Dan jangan lupakan lelehan air mata yang mulai mengalir di pipi yang sudah banyak kerutan disana.

Fuckboy Kampret ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang