Chapter 4 🐰

2.2K 354 215
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

Perempuan itu sama seperti bunga. Mereka harus diperlakukan dengan lembut, baik, dan penuh kasih sayang.

(Ali bin Abi Thalib)

▪︎▪︎FUCKBOY KAMPRET ▪︎▪︎

🌾🌾🌾

"Nikah itu bukan perkara baju pengantin yang indah. Bukan perkara resepsi yang megah. Bukan perkara mobil pengantin yang mewah. Bukan perkara baper lihat yang wah."

"Tapi nikah itu perkara ibadah. Ibadah yang terlama di hadapan Allah."

"Maka jangan nikah hanya karena ingin memakai baju pengantin yang indah, karena baju bisa dibeli dengan mudah. Jangan nikah hanya karena ingin merasakan resepsi yang megah, karena tempat bisa disewa dengan megah. Jangan nikah hanya karena ingin menaiki mobil yang mewah, karena mobil bisa disewa. Jangan nikah hanya karena baper lihat yang wah, karena yang wah juga bisa kecewa."

"Tapi nikahlah karna lillah. Karena ingin beribadah. Karena ingin menggapai Jannah. Dan karena ingin menjalankan sunnah."

Apa daya semua itu hanya menjadi angan belaka, ingin rasanya ia memberontak dengan keras tentang apa yang sedang terjadi dengan takdirnya. Ia benci hal ini, ia tak menginginkan hal ini terjadi. Nasihat bunda Niko terus tergiang di telinga, apa jadinya jika bunda Niko tahu hal yang sebenarnya.

"Nak, kamu sepertinya wanita baik-baik. Apa kalian pacaran?" Pertanyaan yang sebenarnya simple saja jika memang ada hubungan. Tapi mereka tak memiliki hubungan apapun, sebagai anak yang menghormati ia tak mau menyakiti perasaannya. Jadi memilih diam rasanya tak salah.

"Nggak pa-pa kalau nggak dijawab, Bunda nggak akan maksa. Toh sepertinya anak bunda nyaman." Yani melirik ke arah Niko yang hanya menyimak dari balik meja kerjanya tak lupa dengan senyum tipisnya.

"Maaf Bunda, sebenar-"

"Ah, Bun ada apa kemari? Gak biasanya." Niko memotong cepat ucapan Reni, ia tak mau jika Reni membongkar semuanya sekarang. Ia belum bisa menemukan menantu idaman lain, cukup biarkan begini saja. Setidaknya bundanya akan tenang dan tak merecoki hidupnya lebih jauh.

"Ini ada makan siang buat kamu, Bunda yakin selama sebulan terakhir kamu makannya nggak teratur dan nggak sehat. Jadi Bunda bawakan makanan yang in syaa Allah sehat, dan bisa buat kamu semakin semangat." Niko bernapas lega, setidaknya bundanya tak bertanya lebih jauh. Yani dengan semangat membuka paper bag yang sejak tadi ia anggurkan di atas meja.

"Oh Ya, Reni kamu mau sekalian makan?" Reni menggeleng segan, bagaimana ini dirinya semakin terjebak.

"Aku masih kenyang Bunda, tadi udah makan sebelum kesini." Mendengar itu Niko melihat ke arah Reni yang sudah menampilkan wajah tak enak.

"Nggak usah gengsi Sayang, jarang loh Bunda masak gini. Dan pastinya masakan Bunda itu selalu yang terbaik." Mendengar pujian dari putranya Yani tersenyum manis, ah putranya itu memang sangat pandai menyenangkan hati orang lain.

"Bisa aja kamu, yuk Reni ikut makan ya." Mau tak mau Reni mengangguk, ia tak enak dengan Yani yang sangat lembut bahkan menyiapkan makannya. Berbanding terbalik dengan putranya.

Fuckboy Kampret ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang