Chapter 22 🐰

1.2K 208 58
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

Tidak peduli berapa banyak orang yang menggosipimu, cukup diam dan dengarkan saja. Sesungguhnya dia sedang memberimu pahala.

▪︎▪︎ FUCKBOY KAMPRET ▪︎▪︎

🌾🌾🌾

Pagi ini ia mencoba bersikap biasa-biasa saja, seakan kemarin tak terjadi apapun. Ia menjadi pembohong ulung sekarang, tapi ia tak peduli Ia harus tetap terlihat baik, mau itu di depan mertuanya ataupun di depan Niko sekalipun. Intinya ia harus terlihat kuat seperti Reni yang biasa, melupakan bahwa ia hampir saja mengalami kejadian naas.

"Selamat pagi, Sayang." Reni mencoba tersenyum menanggapi sapaan dari mertuanya yang sedang menikmati sarapannya.

"Pagi, Bunda." Baru saja hendak duduk Reni diberikan pertanyaan yang membuat mood nya meluncur bebas ke bawah, mood nya memang sudah hancur sekarang bertambah lagi.

"Niko mana, ini udah jam tujuh."

"Belum bangun, Bun. Udah aku coba tapi dia gak gerak sama sekali. Jadi, aku tinggalin niat kesini sarapan juga buatin sarapan buat A' Niko." Penjelasan Reni sangat berbanding terbalik, ia tak membangunkan Niko sama sekali, ia juga tak pernah berniat walau hanya sekedar membuatkan Niko sarapan. Tapi, karena sekarang ia menjadi pembohong ulung ia harus melakukannya.

"Ya sudah, gak pa-pa. Niko emang suka banget bangun siang kalau hari Minggu. Katanya ajang pembalasan selama enam hari bangun pagi. Bunda juga sekalian mau bilang kalau mau keluar hari ini. Sahabat Bunda ada yang sakit, gak pa-pa kan Bunda tinggal sebentar, ada Niko jangan segan." Reni mengangguk mengiyakan, toh ia tak apa-apa bahkan jika ditinggal sendirian. Maka ia akan bebas melakukan apapun pada Niko tanpa ada akting.

"Jangan lupa bangunin dan buatkan sarapan untuk Niko juga ya, dia gak suka roti. Dia sukanya nasi goreng kalau buat sarapan. Katanya kalau roti gak bisa ngeganjal perutnya yang yang hot." Reni sudah tak meragukan lagi jika Niko memang over pede, di depan bundanya saja ia bisa bersikap begitu pede. Jangan lupakan over padanya selama ini saat bersamanya.

"Bunda pergi dulu ya," pamit Yani dan Reni menyalami mertuanya itu sebelum menutup pintu. Sambil menghembuskan napas kasar ia melangkah menaiki tangga dimana kamar Niko terletak, ralat kamar mereka.

"Heh, bangun!" Niko sama sekali tak bergerak, tubuhnya sudah bergerak tak beraturan. Posisi kepala yang seharusnya di atas sekarang malah terbalik di bagian bawah. Ia tidur atau memperagakan kipas angin, putar-putar.

"Kampret ih, bangun elah. Udah jam tujuh nih." Reni mulai menarik selimut yang Niko kenakan.

"Eungh, jangan ganggu Bun. Aku masih ngantuk banget." Racau Niko dan menutup kepalanya dengan bantal. Sepertinya Reni harus memberikan sedikit pelajaran.

"Kampret bangun!" Satu kali belum ada respon. Ia tak akan menyerah hingga Niko bergerak. Ia mengambil bantal yang Niko gunakan untk menutupi kepalanya dengan kasar.

Percobaan kedua ia berusaha menarik tangan Niko yang kini menutupi matanya. "NIKO KAMPRET BANGUN WOI!!!" Akhirnya Reni mengeluarkan senjata terakhirnya yaitu dengan  meneriaki Niko tepat di telinganya. Namun, respon Niko di luar dugaan Reni. Laki-laki itu sama sekali tak terganggu. Reni mencoba mendekat bahkan kini ia menilai ranjang mereka, ia harus memastikan ada apa denga Niko mengapa suara menggelegar seperti itu tak mempan.

"Nik, lo gak ada kelainan kan?" Reni mencoba menyentuh wajah Niko untuk memastikan apakah pria itu baik-baik saja atau tidak. Nyatanya, Reni salah mengambil langkah. Seharusnya ia tak membangunkan Niko dengan cara lembut, melainkan dengan menyiramnya dengan segayung air.

Fuckboy Kampret ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang