7.Para kiai.

22 1 0
                                    

Aku mengangkut ransel dan mengangkat 2 kardus menuju asrama,sangat berat sekali.Asrama setiap angkatan ada 10 kamar sesuai kelas masing-masing dan aku termasuk Kelas 1C.

Itu tidak sesuai peringkat tapi memang Random begitu.Dan kebetulanya lagi aku sekelas dengan si Sadboy Cianjur itu,siapa lagi kalau bukan Afi.

Di asrama,aku memilih ranjang yang pas,sreg,kuat,dan sesuai mood.Aku berhasil menemukan nya di dekat pintu.Ruangan kamar di asrama ini luas dan cukup untuk puluhan orang.

Aku pun sudah membeli kasur saat pagi di koperasi Pondok,kasur murahan dan kawak hanya Rp 80.000.00.Banyak tambalan di kasur itu tapi aku  bisa diakali dengan seprai.Aku juga sudah menyewa lemari besar kayu cokelat mengilap.

Begitu aku memasukkan kasur di ranjang kayu aku langsung rebahan sejenak,lelah mengusungi banyak barang.Setelah puas aku mendorong lemari hingga pas dibelakang ranjang dan kasurku.Selanjutnya aku keluarkan pakaian,bekal,buku-buku(buku tulis,novel bucin,dan majalah cewek), dan jajanan dari kardus kedalam lemari.

Semua beres dengan mudah,tas diletakkan diatas lemari.Aku sengaja memilih di sebelah Afi agar aku dapat ngobrol dengannya.Aku tertidur sejenak di kasur baruku akibat saking lelahnya.Benar-benar siang ini matahari memanggang diatas kepala,sudah panas lelah pula.

Tidurku terganggu ketika aku mendengar samar-samar suara orang mengobrol cukup keras.Aku bersungut-sungut dalam hati,mataku yang awalnya terpejam langsung terbuka lebar.

Aku bangkit dari tidur,rupanya yang mengobrol tadi adalah Adi dan satu remaja lagi yang belum kukenal.Remaja itu berambut ikal,kulit sawo matang kecokelatan, hidungnya mancung,badanya cungkring tapi tinggiku se kupingnya, rambutnya cepak,dan memakai songkok hitam dan ia juga memakai kemeja hijau toska.

"Temen lu siapa Fi?"Tanyaku pada Afi.

Afi menjawab,"Namanya Samidin,dari Sidoarjo.Panggil saja dia Sam,Sam Iki Ucel,arek Jakarta."

Aku tidak berkomentar.Aku pernah mendengar cerita Sam di bus lalu kalau dia bisa banyak bahasa.Untuk bahasa daerah,ia bisa bahasa Betawi,Sunda,Banten, Kalimantan,dan Jawa.Adapun bahasa jawa dia bisa medok Jawa tengahan maupun timuran,bahasa Madura pun juga bisa dia.

Dan untuk bahasa Internasional,dia bisa bahasa Inggris (British bisa, American juga bisa),Arab,Jepang,dan Mandarin.Wahh alamat dia bisa menjadi Perpustakaan berjalan,katanya sih ayahnya itu bolak-balik ganti kerjaan dan pindah-pindah kantor.Dan mau tidak mau Afi si anak tercinta juga ikut.Ya itu bakat untuk ajukan diri menjadi penerjemah bahasa.

Remaja yang bernama Sam itu tersenyum nakal padaku lalu mengulurkan tangannya padaku.Aku balas menjabatnya dengan hangat.Sayangnya dia mencerocos,

"Jan***.koen to sing ngomong ra unggah-ungguh nang ustad te? Ngawur ae!"

(Jan***,kamu to yang ngomong gak sopan sama ustadnya.Dasar kamu!)

Dahiku mengernyit,ucapan kasar macam apa ini ? Sam hanya tertawa cekikikan,aku sebenarnya tidak terlalu suka dengan anak macam dia.Afi berkata pelan padaku,

"Dah Cel,jangan dimasukkin hati.Kau akan terbiasa dengan tipe orang seperti ini."

Sam berhenti tertawa tapi tetap terkekeh,

"Ora,Ora Guyon ae lo (bercanda aja loh)".

Aku hanya diam merenung,apa arti kata "Jan*****".

Belum selesai cengiranya,Sam bertanya lagi dan kali ini dia pakai bahasa Indonesia

"Apa benar kamu anak Ahmad Batawi?"

Ingin sebenarnya aku menempeleng kepala bocil itu karena menyebut nama Babe tanpa memanggilnya "Pak".Lancang sekali dia! Dan nada pertanyaannya tidak cocok untuk remaja seusianya,itu adalah kata-kata yang pantas untuk polisi mengintrogasi tawanan,Sherif yang menawan penjahat,dan penculik yang   menawan sandera.Bukan untuk anak ingusan seperti dia!

Kiai SendalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang