"Saaantrii anyaaarr!!ndang mlebuu!"
("Saantrii baruuu!! Ayo masuuuk!!")Perintah Mbah Sendal di lorong asrama.Wajah tegasnya membuat aura tidak nyaman di kamar,ia juga sedang membawa tongkat panjang setinggi setengah tubuhnya.Hal itu membuat ketakutan yang melihat.
Aku dan 300 teman angkatan ku segera berlari menuruni tangga untuk ke kelas masing-masing yang sudah memakai gamis hijau,sarung,dan songkok hitam sebagai pakaian khas pondok hari Senin-selasa.
Sebenarnya aku belum bisa pakai sarung !Aku terbiasa memakai celana jeans di Jakarta dulu,dan belum pernah diajarkan sarungan oleh Babe (sebuah ironi).Maka aku melepaskan celana jeansku (tentunya di balik kursi biar tak terlihat orang dong) dan menggantinya dengan sarung warna merah khas Samarinda.
Aku menarik bagian kiri sarung dan menempelkannya pas di pinggangku.Aku lepaskan,
Srruuut
Sarung itu melorot dan merosot ke lantai setelah bergesekan dengan kulit kakikku,copot deh.Lebih malunya lagi aku saat itu hanya memakai celana dalam dan apabila sarungku terlepas maka pakaian sial itu akan tersingkap.
Melihat aku hanya memakai celana dalam saja seluruh kelas tergelak dan menertawakanku,aku hanya malu sambil menyembunyikan wajahku.Tanganku meraih lagi itu sarung dan memasangkanya lagi seperti tadi.Sia-sia,sarung itu terus saja melorot berkali-kali seolah tidak mau diajak kerjasama.Teman-temanku terus menertawakanku seolah-olah aku adalah badut.
"Iso Ra?(bisa tidak?)"tanya Sam yang tiba-tiba mendekat padaku.Sedari tadi dia terus saja menggeleng-gelengkan kepalanya melihat ku memakai sarung.Apakah caraku memakai sarung tadi salah?
"Tentu saja salah,Kowe gak ngencengne (mengencangkanya) kok".kata Sam seolah membaca pikiranku.
"Gue belum pernah memakai jarik seumur hidup."Ujarku.
"Iki ora jarik,sarung!"Timpalnya.
Dia lalu memegangi pundakku pundakku dan menyuruhku diam.Aku hanya menurut,dia lalu memegangi kain sarung di bagian kiri kemudian menempelkannya sejajar di bagian tengah.Setelah itu ia melakukan hal sama di kain sarung bagian kanan hingga kedua bagian itu bertemu dan menempel di tengah.
Sam melakukan itu berulang-ulang hingga ketika warna dan motif sarung di kedua belahan sarung itu sejajar dan saling menghubungkan ia segera mengencangkanya hingga pinggangku benar- benar seperti diikat pinggang.Setelah itu ia menggulungkanya hingga seperti dadar gulung agar menguatkan perut.Sam berbalik kebelakang dan memasukkan serta merapikan bagian belakang dengan hati-hati.Sarungku sangat kuat,elastis,nyaman,kencang dan so rapinya membuat aku percaya diri.
"Arigato Gozaimas (Terimakasih)"Kataku padanya.
Sam malah berkata ketus,"Rasah sok anime ngono,matursuwun ae."
"Sori..sori"kataku tanpa rasa bersalah.Yee ge'er banget sih elu.
Setelah memakai sarung aku memakaikan gamis bewarna hijau (didobel dengan kaos gengku agar lebih ringkas). Selanjutnya aku memakaikan Songkok hitamm.Aku sekarang seperti orang alim tapi sejatinya itu hanya semu.
Aku segera duduk membawa buku tulis dan bolpoin.Masalah ransel itu wajib ditaruh ditaruh diatas lemari buku.Buku-buku pelajaran setiap siswa ditaruh setiap siswa ditaruh di laci-laci lemari.
Konon,seusai tradisi santri baru di Kelas 1C akan disambut oleh ustad walikelas,menurut penuturan Mbah Sendal walikelas 1C adalah Ustad Bakri.Aku belum pernah melihatnya.
Ketika aku melamun di kursi muncullah lelaki berseragam kemeja batik,lelaki itu berkulit putih dan berjenggot mencuat tanpa brewok.Badanya jangkung tapi gagah dadanya.Kelihatanya lelaki itu berusia 39 tahun jika dilihat dari wajah.Lelaki itu sangat elegan dan necis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kiai Sendal
General FictionSinopsis: "Rasa sakit yang menjalar di urat-urat wajah.Satu tamparan mengenai pas di wajahku.Selanjutnya tamparan kedua mengenai hidungku.panas menghangatkan hidung tapi tidak sampai pecah". Ucel,anak genk Jakarta rela di D.o akibat berkelahi.Belum...