"Mas"
"Kenapa ?"tanya Gue.
Zul meletakkan buku jurnalnya di dekat meja.Kami sekarang berada di Masjid Agung Madiun yang terkenal besar dan bewarna biru.
Zul terus saja menanyakan pondok tentang Gue, sebagai narasumber Gue wajib menjawab pertanyaanya walau dia nantinya akan menjadikan kisahku novel.Zul bertanya,
"Apakah di pondok mas pernah jatuh cinta ?sama cewek kah ? Kalau pernah gimana ?"
Awalnya sih dia manggil Gue itu pak kalau nggak "Ustad" tapi kini dia lebih santai memanggil Gue "mas" dan Gue sendiri lebih santai memanggilnya "Zul".Toh perbedaan usia Gue dan dia hanya beberapa kok.
Gue tersenyum mendengar pernyataan konyol Zul.Gue menjawab,
"Zul bukanya kamu sendiri sudah tahu pondok itu gak boleh pacaran ?"
Zul mengangguk.Gue bisa menduga harapanya sirna tapi cepat-cepat Gue melanjutkan,
"Sebenarnya sih pernah sama cewek cantiiik gitu."
Zul mengangkat wajahnya, ekspresi nya kembali cerah sebelum bertanya,
"Itu anak ponpi apa anak kampung ?"
"Anak kampung pernah tapi aku lebih suka anak Ponpi."jawab Gue.
"Apa karena faktor dia jilbab yang membuat cantik atau..."
"Jilbab belum tentu menentukan kadar kecantikan seseorang.Kalaupun bisa,nantinya laki-laki pakai jilbab dibilang cantik dong.Aku lebih suka wajah alaminya dan hatinya saat itu."
"Siapa namanya ?"kejar Zul.
"Aisyah."jawab Gue berusaha menahan wajahku yang merona.
"Dari namanya aja udah cantik."komentar Zul.
"Zulkarnaen,sudah kubilang kecantikan itu tidak tergantung dari nama atau penampilan.Bisa aja namanya bagus tapi akhlaknya kayak berandal .Kecantikan dari hati dan dari hatilah semua keanggunan kita bermula."kata Gue.
"Ya Mas Ucel".
Dia lalu meraih jurnal nya dari meja dan menulis lagi......
*****************
Selama aku di B.I aku terus saja ditempa ilmu agama dan Fikih yang membuat ku mumet 3 keliling.Wah bisa migrain lama-lama.
Akhlakku mulai hari mulai berubah tanpa aku sadari.Kini aku tidak lagi menyebut Asatidz dengan sebutan "Elo" karena ada kata-kata yang membuat hatiku dimasuki hidayah,
"Al Adzhabu Fauqo Ilmi"
(Adab berada diatas ilmu).Maksudnya adalah untuk menimba ilmu maka kita harus perhatikan adab (tatakrama) pada seorang guru terlebih dahulu.Kita hormati guru maka guru akan ikhlas berbagi ilmunya pada kita.
Semula aku mengabaikan pepatah "aneh" ini tapi entah bisikan darimana aku memanggil Mbah Sendal,Gus Udin,atau Mbah Ilyas dengan,
"Mbah"
"Mbah Yai"
"Ustadz."
Muka ketiga orang itu langsung cerah tidak seperti biasanya.Biasanya kan aku memanggil mereka dengan,
"Heh lo !! Sini !!"
Aku saat itu bingung kenapa aku memanggil mereka dengan sebutan sesopan itu.Mbah Sendal hanya berkata lembut padaku,
"Kau sudah berubah Cel, Alhamdulillah"bahkan nadanya sendiri sedikit terharu.
Aku lalu menangkap kesimpulan,jika aku memanggil mereka dengan sopan mereka tidak akan marah.Dan setelah berhari-hari seperti itu hasilnya perfect mereka menjadi Husnuzan padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kiai Sendal
Fiction généraleSinopsis: "Rasa sakit yang menjalar di urat-urat wajah.Satu tamparan mengenai pas di wajahku.Selanjutnya tamparan kedua mengenai hidungku.panas menghangatkan hidung tapi tidak sampai pecah". Ucel,anak genk Jakarta rela di D.o akibat berkelahi.Belum...