"Nilaimu kemaren berapa Lan?" Tanyaku setelah aku dan Alan sampai di depan kelas 12 IPA 1. Tepatnya di bawah pohon durian yang biasa kita tempati untuk les.
Aku lega akhir akhir ini udah nggak ada yang mengejek dan ngatain Alan belok lagi. Aku nggak tega kalo dia masih mendapatkan perlakuan seperti itu. Karena sebenernya itukan bukan salahnya Alan, tapi salahku.
"Enam puluh.. dua." Kata Alan bangga.
"Emm."
Akhirnya Alan ada peningkatan. Aku ikutan seneng. Enam puluh dua itu nilai yang bagus buat Alan soalnya. Daripada sebelumnya setiap ada ulangan dia seringkali dapat nilai tiga dan maksimal hanya empat setengah. Itu artinya Alan udah berusaha keras buat dapat nilai yang baik.
Tapi kalau Alan udah pintar nantinya.. Berarti aku, udah nggak sama Alan lagi. Aku udah berhenti jagain dia. Eunghh.. Tapi aku masih mau sama Alan. Aduh Sammy kamu nggak boleh gitu. Aku harusnya seneng kalo Alan tambah pinter. Bukannya ngeluh nggak ketemu lagi sama Alan.
"Lo nggak- ngomong apaa gitu ke gue?"
Apa maksudnya Alan? Emang aku harus ngomong apa? Atau mungkin.. Alan ingin dipuji karena udah dapat nilai yang bagus?
"Nggak, nilaimu udah naik berarti bagus. Semangat terus ya Lan." Kataku sambil tersenyum kepadanya.
Alan hanya tersenyum kecut menjawabku. Sepertinya dia memang sangat ingin dipuji. Tapi aku belum mau memujinya sekarang, aku mau dia berusaha lebih keras lagi.
"Semoga besok kamu lulus dengan nilai yang bagus juga."
Alan menatap lurus ke depan. "Susah. Mau nilai gue bagus pun, itu belum cukup buat rapot gue."
Rapot? Apa Alan masih memikirkan perkataan Bu Desi kemarin tentang nilai rapot itu ya? Sebenarnya aku pernah melihat rapotnya Alan nggak sengaja pas bantuin membersihkan ruangannya Pak Broto waktu itu. Dia punya banyak sekali riwayat catatan buruk di sekolah ini. Tapi.. Untungnya dia masih bisa naik kelas sampe sekarang. Ada yang aneh.
"Ini masalah sama Brian ya? Kamu.. Belum ngomong ke dia kalo kamu mau daftar OSIS?"
"Ck, jangkrik itu nggak mau ngomong sama gue."
Emm jadi itu masalahnya. Alan masih marahan ya sama Brian. Setiap ketemu mereka berantem terus nggak pernah akur. Gimana Alan bisa daftar kalo terus terusan begitu? Sepertinya aku harus membantunya baikan sama Brian. Iya, ini demi Alan.
"Kamu mungkin.. Harus usaha lagi deketin dia. Brian kadang emang susah diajak ngobrol, tapi dia pasti bakalan ndengerin kamu kok. Aku bantuin." Alan cuma ngangguk jawabnya. Mungkin dia masih mikirin gimana caranya ndeketin Brian. Semoga Alan bisa.
Alan narik nafasnya dalem lalu natep aku. "Emm- Lo kemaren.. Mojok di lab sama Brian? Lo nggak di apa-apain kan?"
Kok tiba tiba Alan ngomong kayak gitu? Apa.. Ah iya Sesil kemarin yang ngomonginnya ke Alan pas kita di kantin. Aduh.. Seharusnya Alan nggak perlu tau kejadian kemarin.
'Brak!'
"Lo gay kan? Jawab gue!"
Brian berdiri tepat di depanku dengan matanya menatapku tajam. Kenapa Brian bisa sampai seperti ini? Alan.. Kamu dimana? Aku takut. Eh kenapa aku jadi mikirin Alan? Alan.. Nggak perlu tau soal ini.
"Eungh.. Brian aku.. Aku-"
Brian deketin wajahnya padaku sampai dahinya menyentuh ujung rambutku. Nafas hangatnya menyapu pipiku yang membuatku bergidik ngeri. Dia menatap ke arah bibirku lekat dan perlahan semakin mendekat. Eh Brian kamu mau ngapain?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Badboy
Teen FictionHomophobic gausah baca. Baca gapapa sih asal nggak protes ke saya. ~~~ Warning: bahasa kasar. Kebodohan. Receh. POV 1. 18+(random). Konflikz medium. Alan, si badboy yang terpaksa menjalani les privat karena kebodohannya membuat prihatin guru BK. Sia...