Aran berjalan dengan wajah tertutup masker sepenuhnya.
Pemandangan di depannya sangat mengenaskan. Sepanjang jalan yang ia lalui, banyak penduduk setempat yang terbaring lemah dengan kulit pucat.
Hampir satu bulan ia di tempat ini. Tim nya dan dokter Shin sudah bekerja keras untuk mencari vaksin dari racun yang menyerang para penduduk. Tidak mudah untuk bertahan hidup di daerah seperti ini.
"Aran...."
Aran menoleh, mendapati dokter Shin berlari menghampirinya dengan tergesa.
"Ketemu!..."
Mengerutkan kening, Aran tidak mengerti apa maksud dokter gila ini.
"Ikut aku...." tidak sabar, dokter Shin menyeret Aran untuk mengikuti langkahnya.
Sampai di sebuah tebing curam, dokter Shin baru melepaskan Aran.
"Lihat itu...." Shin menunjuk ke bawah tebing. Ada beberapa tanaman yang sedang berbunga. Dengan warna bunga hitam sedikit kemerahan.
Aran menatap Shin tidak mengerti. Kenapa dokter gila ini sangat senang hanya melihat sekelompok bunga liar?
"Bantu aku memetik beberapa dari mereka."
"Untuk apa? Kau menyukai Ikebana?" Ikebana adalah seni merangkai bunga yang terkenal di Jepang.
Shin menendang kaki Aran. "Sialan.... Aku menginginkan mereka untuk membuat vaksin!"
Aran berkedip bodoh. Benar juga. Tidak ada yang menarik minat dokter gila ini, selain obat-obatan.
Kembali memperhatikan bunga di bawah tebing. Aran mulai menghitung, memikirkan bagaimana caranya turun ke bawah untuk mendapatkan bunga hitam itu.
Di sebelahnya, dokter Shin juga melakukan hal yang sama. Tapi fokusnya lebih pada tanaman lain yang menghiasi tebing.
Semakin lama ia memperhatikan, keningnya semakin berkerut tidak senang.
"Tidak bagus...."
Seluruh tebing dihiasi dengan tanaman yang beracun. Sulur berduri yang penuh racun. Sekali kena gores, maka nyawa akan terancam.
"Aku akan mencari tali untuk turun." ucap Aran.
Shin langsung mencagah Aran. "Tidak.... tidak... kita tidak bisa turun ke bawah dengan tali. Tebing ini penuh dengan tanaman beracun."
Wajah aran berubah. Memperhatikan kembali seluruh tebing. Ia tidak tahu tanaman yang mana yang beracun. Tapi melihat Shin yang berwajah pucat, pasti tebing ini sangat berbahaya.
Tapi.... tanpa vaksin. Misi mereka tidak akan selesai.
----
Aran menatap langit malam penuh bintang.
Siang tadi. Setelah tidak bisa menemukan solusi untuk turun ke bawah tebing. Mereka kembali ke pemukiman.
Setelah merenung cukup lama. Aran mengambil keputusan. Ia akan turun.
Mengambil segulung tali yang cukup besar. Aran berjalan diam ke tempat tebing. Berbekal senter kecil di kepala, Aran berjalan penuh tekad.
Sampai tebing. Aran mengikat tali pada pohon yang cukup kokoh. Memastikan tubuhnya terbalut baju yang tebal. Ia melemparkan tali ke bawah tebing.
Angin dingin berhembus menerpa wajahnya. Aran mulai turun. Selangkah demi selangkah penuh kehati-hatian.
----
Langit fajar mulai terlihat. Pemukiman yang tadinya gelap, kini diterangi cahaya hangat.
Shin berjalan keluar dari tendanya.
Pemandangan para tentara berlari untuk olahraga pagi adalah sesuatu yang selalu ia temui ketika bangun pagi.
"Shin..."
Aran berjalan menghampiri Shin. Ada kantung menggembung yang bertengger di pundaknya.
"Aku mendapatkan bunga yang kamu inginkan." Aran mendorong kantong ke arah Shin.
"Maksud kamu?" Shin tergesa membuka kantong. Dan benar, di dalamnya penuh dengan bunga hitam.
Tatapan Shin beralih ke Aran. Memperhatikan penampilan Aran.
Jenius. Inilah yang Shin pikirkan. Aran membungkus dirinya dengan baik.
Shin kembali masuk ke tendanya dengan sekantong bunga hitam. Saking senangnya ia sampai lupa untuk mengucapkan terima kasih.
Senyum bangga di wajah Aran perlahan menghilang. Tangannya mengepal dan kembali terbuka. Mengangkat ke depan wajahnya, ia memperhatikan telapak tangannya.
Ada goresan kecil. Sangat kecil.
Ketika turun tebing, ada angin yang cukup kencang. Meski ia sudah membungkus tubuhnya dengan baik. Kecelakaan sempat terjadi. Dan tangannya tergores duri.
Aran berharap, duri itu tidak akan menjadi duri beracun.