Dr. Sin baru saja menemui pasiennya.
Mulutnya menguap. Sebelah tangannya mengacak rambutnya. Sebelah lagi mengusap perutnya. Ia lapar.
Sepintas ia menatap tak jauh dari tempatnya, seorang anak kecil berdiri bingung di tepi jalan.
Shin memutuskan masuk ke cafe terdekat. Memesan secangkir kopi.
Matanya menatap ke luar jendela. Bocah kecil yang ia lihat tadi masih berdiri di tempat yang sama.
Sampai sepuluh menit kemudian. Anak kecil masih berdiri di sana.
Shin berjalan keluar. Menghampiri anak itu.
---
"Kau anak hilang?"
Zaky mendongak. Ia melihat lelaki dewasa memakai jas putih, dengan rambut berantakan. Penampilannya mencurigakan.
"Kau mencari orangtua mu?" tanya Shin lagi.
Zaky mengangguk, "Ayah."
"Dimana ayahmu?"
Zaky menatap Shin, 'orang ini bodoh atau apa? Kalau ia tahu dimana ayahnya, ia pasti tidak akan di sini'.
"Siapa namamu?"
"Zaky Sanders."
"Sanders?" Shin mengusap janggutnya, otaknya mencari informasi di kepalanya.
"Sanders.... Apa kau keturunan Sanders? Kau anak dari siapa? Arlan?"
"Om, kenal Om Arlan?"
"Kau memanghil Arlan, 'Om'? Apa kau anaknya Aran?"
"Om tahu ayah?" Zaky berbinar bahagia.
Benar saja, bocah cilik ini keturunan Sanders. Anak Aran.
"Om kenal ayahmu. Untuk sekarang, kamu ikut Om dulu. Om harus pulang. Setelah itu Om akan hubungi ayahmu."
Zaky mengangguk setuju.
---
Shin menggandeng tangan mungil Zaky.
"Ini rumah Om?"
"Iya, kau suka?"
Zaky mengangguk. Tentu saja, suasana pinggir pantai. Seperti rumahnya yang ada di markas militer.
"Om..."
"Ya?"
"Zaky lapar."
Shin berjongkok menyamakan tingginya dengan Zaky. Ia mencubit pipi Zaky gemas.
"Ohh... Kau lapar? Baiklah, Om akan masak. Kau boleh berkeliling rumah. Tapi jangan jauh-jauh."
Zaky mengangguk.
----
Lily duduk di kursi teras rumah. Matanya menatap kosong lautan lepas.
"Apa kau manusia?" celoteh Zaky.
Lily menoleh. Matanya menatap lekat Zaky. Ada gejolak emosi di matanya. Tidak lama, karena setelah itu ia kembali menatap lautan. Mengabaikan kehadiran Zaky.
"Hei... Tante cantik. Kau seperti bidadari yang sering aku baca di buku."
Meski tidak ada respon dari Lily, Zaky duduk di dekatnya dan kembali bercerita.
"Namaku Zaky. Paman Zero bilang, aku anak ayah karena sangat mirip dengan ayah. Kami seperti kembar."
Lily bangun dan berdiri, ia melangkah pergi. Tapi langkahnya terhenti ketika mendengar apa yang dikatakan Zaky.
"Tante cantik membenciku ya? Apa karena aku nakal, seperti yang orang-orang katakan?" Zaky murung. Itulah yang sering ia dengar dari para pengasuhnya.
Lily memantapkan hatinya. Ia terus melangkah tanpa peduli lagi. Hatinya sudah mati. Ya.... Sudah mati.
---
"Zaky....di sini kau rupanya."
"Om.... Aku bertemu tante cantik. Dia seperti bidadari."
"Apa yang kau maksud Lily? Dia adik Om."
Zaky mengangguk paham.
"Ayo makan."
Zaky makan dengan lahap.
Shin senang melihatnya. Ia teringan Lily kecil. Tak ada bedanya dengan Zaky. Kala itu ketika senyum dan tawanya belum hilang.
"Om, aku boleh main dengan tante cantik?"
"Kau menyukainya?"
Zaky mengangguk.
"Meski tante cantik tidak bisa bicara?"
Jadi seperti itu. Zaky pikir tante cantik tidak mau bicara karena Zaky nakal.
Mendengar kenyataan itu. Zaky menggeleng kuat. Tentu saja ia tidak keberatan.
---
"Tante...." Zaky mengikuti langkah Lily.
Mereka berjalan menyusuri pantai.
"Zaky punya sesuatu untuk tante cantik."
Sebuah kalung dari kerang. Yang Zaky kumpulkan sendiri kerangnya. Dirangkai dengan bantuan Shin.
Zaky mengulurkan kalung dengan bangga. Ia ingin tante cantik menerimanya.
Lily menatap kosong. Ia hanya diam. Sampai tangan mungil menggapai jarinya. Meletakan kalung itu di tangannya.
Lily menatap kalung yang sudah ada di tangannya lalu menatap bocah kecil yang masih setia menampilkan senyumnya.
Entah dorongan darimana. Sebelah tangan Lily yang bebas mengusap puncak kepala Zaky. Seolah mengucapkan terima kasih.
Zaky tersenyum makin lebar.
---
"Kapten...." Zero menghampiri Aran. Wajah panik. Itulah yang Aran lihat.
"Apa? Apa dunia menyatakan perang ketiga?"
"Ck... Bukan itu. Ini lebih gawat."
"Katakan."
"Dewa menghubungiku...."
"Jangan berbelit, langsung ke intinya."
Bolehkah Zero menghajar sang kapten?
"Zaky hilang!"
"Katakan dimana Zaky." Aran mencengkeram kerah Zero. Sampai nafasnya tersedak.
"Aku tidak menculiknya, kapten." Kaptennya gila kah?
"Laporkan detailnya. Cepat!"
"Berdasarkan cctv. Setan kecil.... Ehemm.... Maksudku, Zaky menyelinap ke dalam pesawat yang kita tumpangi. Kemungkinan besar dia ada di sini, Singapura."