Aran kembali.
Ia disambut oleh beberapa pimpinan. Tentu saja, anggota Denjaka juga hadir.
"Lapor... Agen Black kembali."
Dalam misi, Aran memang ketahuan pihak musuh. Namun misinya mencuri informasi telah ia kantongi. Bisa dikatakan misinya berhasil.
Setelah melalui beberapa prosedur pelaporan. Kini Aran sudah dikelilingi oleh anggota Denjaka.
Mata setiap mereka menunjukan haru dan kepercayaan mutlak pada Aran.
"Ada apa dengan kalian?"
"Hwa... Kapten, aku merindukanmu." Zero berlari mendekat.
Sebelum ia bisa memeluk Aran. Kaki Aran lebih dulu menekan perutnya, menahan untuk tidak mendekat.
"Kau membuat kapten takut... Hahaha." Jaka tertawa, begitu pula dengan Dewa.
Denjaka kembali utuh.
"Selamat datang kembali, KAPTEN!"
Mereka memberi hormat serempak.
---
"Ayah!" bisa dibayangkan, betapa bahagianya seorang Zaky. Anak itu langsung berlari menghambur ke pelukan ayahnya.
Aran merentangkan kedua tangannya. Mengangkat Zaky tinggi. Mereka tertawa.
"Zaky rindu ayah."
Betapa baiknya anak lelakinya ini. Kadang Aran tak habis pikir. Setega itu ibunya Zaky meninggalkan anak semenggemaskan Zaky.
"Ayah menyayangimu, nak." dipeluknya tubuh kecil Zaky.
Meski tidak tahu. Zaky menyukai pelukan ayahnya.
---
Aran menggandeng Zaky menuju sebuah toko roti.
Kling...
Bel pintu berbunyi otomatis ketika Aran membuka pintu.
Seorang wanita paruh baya, masih terlihat sangat cantij di usianya yang hampir setengah abad. Menoleh mendapati sepasang ayah dan anak.
"Nenek." Zaky berjuang turun dari gendongan ayahnya.
"Ohh.... Cucu tampanku." Sasti, ibu Aran, menyambut dengan suka cita. Menghujani ciuman di seluruh wajah Zaky.
"Nenek makin cantik." ucap Zaky.
Aran memutar bola matanya. Entah belajar darimana anaknya mengucapkan rayuan.
"Nenek akan biarkan kau makan kue sepuasmu." Sasti tertawa bahagia.
---"Bun..." panggil Aran.
Sasti menoleh. Ia mengerti apa yang Aran khawatirkan.
"Bunda...." panggil Aran lagi.
"Bunda mau aja dititipin Zaky. Bunda senang. Tapi... Kamu tahu sendiri, Zaky nggak pernah mau pisah sama kamu."
Aran paham. Zaky sangat lengket dengannya.
"Kamu ingat? Dulu Zaky kamu titipin ke Bunda? Malamnya Zaky nangis nyariin kamu, dia nangis sampai demam."
Aran sangat ingat. "Tapi Bun, kalau Zaky terus tinggal di markas militer. Aran takut dia tidak bisa tumbuh seperti anak normal lainnya."
Bagaimana Zaky akan hidup di masyarakat nantinya? Aran mengkhawatirkan perkembangannya.
"Kamu tidak ingin menikah?"
Aran langsung memalingkan wajahnya.
"Nak..." Sasti mengusap pundak Aran. Dia menatap miris pada putra keduanya ini. Aran sangat tidak suka dengan topik pernikahan.