Sebuah ruang masih terasa sunyi.
Aran duduk diam di tepi ranjang. Kedua matanya memperhatikan sosok Lily yang sedang bolak-balik beberapa kali. Sibuk menata beberapa barang ke sebuah tas ransel.
Mengerutkan kening, Aran merasa ini seolah salah. Tapi.... ia sendiri tidak bisa menyangkal, kalau keberadaan Lily di sini. Membantunya menyiapkan keperluannya. Aran merasa hangat. Sangat hangat sampai ia takut kalau kehangatan ini akan membunuhnya perlahan.
"Huhh..." Aran menghela nafas.
Lily selesai. Ia mengangkat tas ransel yang lumayan berat. Memeluk tas erat, kakinya berjalan perlahan menghampiri Aran. Tersenyum, matanya berbinar seakan menginginkan sebuah pujian.
Aran mengalihkan tatapannya, tidak ingin melihat wajah cantik Lily.
Tidak peduli dengan sikap Aran. Lily masih mendekat. Berdiri tepat satu langkah di depan Aran.
Diletakannya tas itu di samping Aran. Lily memperthatikan Aran yang masih tidak mau menatapnya.
Grepp....
Tanpa takut Lily memeluk Aran.
Aran membelalakan matanya. Kedua tangannya mendadak kaku. Jantungnya berdetak kencang seakan ia baru berlari. Lily masih tidak bicara.
Mereka diam.
Ketika Lily perlahan melepaskan pelukannya. Tangan Aran menarik kembali ke pelukan. Kali ini tangan Aran melilit erat pinggang Lily. Sangat erat sampai Lily mengerutkan keningnya, tapi masih tidak mengeluh.
"Terima kasih..." ucap Aran.
Lily mengangguk. Perlahan tangannya mengusap kepala Aran.
---
Pesawat sudah mengudara tenang di atas awan. Tapi pandangan Aran masih tepaku ke luar jendela.
Hanya pemandangan putih awan. Pikiran Aran mengelana jauh. Hatinya gelisah tanpa alasan.
"Kapten..." panggil Zero, salah satu anggotanya.
---
Zaky menggandeng tangan Lily. "Bunda.... kita masuk yuk..."
Mulut Lily terbuka. Sayangnya tidak ada suara yang keluar. Ia ingin meneriakan nama suaminya.
Aran aku akan menunggumu pulang.
Lily menggenggam tangan mungil Zaky. Mereka berjalan menjauh.
Kali ini ia tidak sendiri. Buah cintanya dengan Aran ada di sisinya. Bukti cinta mereka.
---
Pedalaman Afrika.
Rombongan Aran mendarat setelah mengalami perjalanan panjang.
"Pinggangku hampir patah." Shin mengaduh berlebih. Ia meregangkan tubuhnya. Duduk terlalu lama di dalam pesawat.
Aran hanya melirik sekilas pada Shin. Tatapannya fokus ke depan.
Tak jauh dari mereka berdiri, terdapat sebuah pemukiman.... yang terasa sedikit aneh.
"Tunggu!...." suara Shin kembali menggema.
"Dokter gila!" Zero berjingkat kaget ketika mendengar seruan Shin. Dia mengutuk Shin dengan umpatan.
"Udara di sini terasa aneh...."
Anggota Denjaka, dan Aran mencoba menarim nafas. Mencari tahu apa maksud perkataan Shin.
"Jangan di hirup. Bodoh! Ini racun." Bentak Shin.
Punggung mereka menggigil dingin.
Ayolah.... Dokter Shin tidak perlu membuat teka-teki menyesatkan. Kenapa tidak langsung memberitahu mereka apa yang sebenarnya.
"Ambil ini.... Minum sebelum kita masuk ke pemukiman." Shin melempar sebundel tas kecil ke Aran.
Ada sebotol kecil berisi pil hitam yang aneh.
----
Jepang.
Di sebuah kastil megah. Seorang lelaki paruh baya sedang menyesap teh nya. Kedua matanya intens memperhatikan sebuah foto yang baru saja anak buahnya kirim.
Foto seorang wanita cantik berdiri menggandeng tangan mungil seorang anak kecil. Di sebuah landasan pesawat.
Bibirnya tersenyum penuh duka dan rasa bersalah.
"Maafkan ayah, nak..."
Dialah Taoka Kazuo, ayah Lily.
Tok... tok... tok...
Taoka mendongak, "Masuk."
Pintu terbuka. Seorang pemuda tampan menggandeng wanita cantik, masuk, membungkuk hormat.
"Ayah... kami minta ijin dari ayah."
"Apa yang kamu maksud, Kenji Kazuo."
Kenji tersenyum, "Aku tahu dimana Lily... aku akan menemuinya."
Takao membuang muka, "Jangan ganggu adikmu, biarkan dia hidup bahagia di sana."
Kenji mencebik meremehkan sikap ayahnya.
"Kita terlalu pengecut, ayah. Aku tidak mau lagi menuruti apa kata ayah. Lily adalah adiku, dan dia harus kembali ke sini." tegasnya.
"Jangan paksa dia."
Kenji tidak menjawab. Ia memilih pergi meninggalkan ayahnya. Sudah cukup ia dan adiknya selama ini dipisahkan. Tidak untuk kali ini.
---