Bumi Marinir Cilandak, Jakarta Selatan.
Budi Wiryawan. Seorang Jenderal polisi, kepala Badan Intelijen Negara (BIN), mengumpulkan bawahannya.
Membahas kembali tentang hilangnya seorang agen elit. Terkait misi gabungan belum lama ini. Melibatkan salah satu anggota Denjaka. Pasukan khusus TNI AL.
"Sudah lebih dari sebulan." ucapnya.
Semua terdiam. Mereka tahu apa artinya.'Berhasil tak dipuji, gagal dicaci maki, hilang tak dicari, mati tak diakui'. Itu adalah semboyan yang mereka ukir dalam-dalam.
"Tidak ada kabar itu juga berarti kabar baik. Kami tetap akan menunggu." Said Ali, sang wakil Jenderal, yang bertanggung jawab dalam misi Aran.
---
Denjaka, pasukan khusus TNI AL.
Detasemen Jala Mangkara (DENJAKA), setiap anggotanya biasa melakukan latihan rutin yang terbilang cukup ekstrem.
Menembak sasaran dalam jarak dekat dengan saling berhadap-hadapan. Melakukan demo penerjunan dari udara untuk membebaskan sandera, terjun dari atas atap gedung tinggi. Atau pelatihan dengan kapal kecil yang melaju di tengah laut.
Sebagai pasukan khusus yang dibentuk oleh TNI AL, para anggota Denjaka merupakan orang-orang pilihan dan terbaik di satuannya. Kemampuan tempur individunya tidak bisa diremehkan.
"Masih tidak ada kabar tentang kapten." Zero, pria berusia 22 tahun. Anggota termuda Denjaka. Dia adalah seorang peretas ahli.
"Kau menguping?!" Jaka (30 tahun) menatap curiga pada Zero. Pasalnya Jenderal Said Ali masih belum kembali dari markas pusat.
Zero berdeham. Ia membenarkan duduknya.
Pletak!
Zero menoleh menatap pria yang duduk di sebelahnya. Ia mendengus sambil mengusap kepalanya yang baru saja dipukul dengan buku.
Dewa (29 tahun), kembali membuka bukunya. Melanjutkan bacanya. Seolah tak terjadi apa-apa.
"Oke, aku gak akan nguping lagi." Zero dengan enggan melepas earphone nya. "Apa Kapten akan kembali? Terakhir kali.... "
"Dia akan kembali." Dewa menutup bukunya dengan keras. Seolah itu bisa menghilangkan rasa kesalnya. Tanpa kata lagi, ia berdiri dan meninggalkan Zero da Jaka.
Kali ini Zero menggaruk pilipisnya. "Apa aku salah bicara?"
Jaka mengangguk.
"Terakhir kali, Kapten dikepung musuh. Sinyal pesawatnya juga hilang." ucap Zero lagi.
"Kapten akan selalu kembali." tegas Jaka.
Zero mengangguk setuju. "Aku merindukan Kapten Aran."
---
.
.
.
Aran kembali mengamati ruangan yang ia tinggali.Tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan.
Hal pertama yang ia pikirkan setelah sadar. Mencari cara bagaimana mengabarkan pada tim nya.
"Bukan ide yang buruk." Tapi akan lebih baik jika ia bisa kembali segera mungkin.
Aran membuka pintu kamar.
Ruang tengah. Kosong.
Ada jas putih tergeletak di sofa.
Ukiran berwarna merah 'Dr. Shin'. Menunjukan pemilik jas itu.
Arlan meraih jas putih itu.
Tak!
Sesuatu terjatuh.
Mata Aran membulat. Benda yang baru saja terjatuh dari balik jas yang ia ambil. Itu pistol!
Bagaimana seorang dokter membawa-bawa pistol?
Siapa Dr. Shin?