-o0o-
H A P P Y
R E A D I N G
-o0o-
.
.
."Jangan berhenti memperbaiki diri, kadang manusia itu terlalu lalai dan merasa sombong. Sudah bisa melakukan hal ini, malas untuk belajar lagi. Sudah bisa melakukan hal itu, malas untuk mencari ilmu lagi. Padahal, ilmu itu luas, bukan hanya satu dua ilmu yang ada di dunia. Lihatlah imam-imam besar yang tidak berhenti mencari ilmu hingga akhir hayatnya. Maka dari itu, Rasullullah pernah berkata dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah yang berbunyi Tholabul 'ilmi faridhotun 'alaa kulli muslimin wal muslimat menuntut ilmu niku wajib bagi setiap muslim dan muslimah ..."
"... Lalu kapan saja kewajiban menuntut ilmu niku, Gus? Utlubul Ilma Minal Mahdi Ilal Lahdi, Carilah ilmu sejak dari buaian hingga ke liang lahat. Ketika baru lahir, bayi yang wajahnya masih merah, istilahe wong jowo bayi Abang, ingkang tesih nangis oek oek niku, kalih bapake, Abie, ayahe, papane, di adzani. Nah, disitu lah Manusia memulai menuntut ilmu. Ketika sang ayah membisikkan adzan pada telinga kanan dan iqomah pada telinga kiri..."
*Istilahnya orang Jawa bayi merah, yang masih nangis oek oek itu sama bapaknya, abinya, ayahnya, papanya di adzani.
"... Lalu, maksudnya menuntut ilmu hingga ke liang lahat niku pripun? Yaitu ketika jenazah ditalqin, ditalqin bagaimana? Ditalqin, mengko yen malaikat takon man robbuka, sopo pengeranmu, mongko jawaben Gusti Allah pengeranku. Mengko yen malaikat takon man dinuka, opo agamamu, mongko jawaben, Islam agamaku. Dan seterusnya. Ketika itu adalah akhir dari menuntut ilmu. Tapi panjenengan sedoyo mbotensah khawatir, ada tiga amalan yang pahalanya tidak akan terputus walaupun panjenengan sampun sedo. Apa itu? Yang pertama, amal jariyah kemudian ilmu yang bermanfaat dan yang terakhir doa anak shol—"
*Nanti kalau malaikat tanya, man robbuka, siapa tahunmu, maka jawablah, Gusti Allah Tuhanku. Nanti kalau malaikat tanya, man dinuka, apa agamamu, maka jawablah, Islam agamaku.
"Assalamualaikum." Reflek aku menjatuhkan handphone yang masih menyala, arah pandangku tertuju pada Gus Aqmal yang baru memasuki kamar.
Dia mendekatiku, ketika hendak duduk, dia mengambil handphone yang tergeletak di atas kasur dalam keadaan menyala. Keningnya menyerngit. "Ini kayak ...." Dia tak melanjutkan ucapannya, lalu dia melihat dengan seksama video yang terputar pada benda pipih beradiasi itu.
"Loh?" Gus Aqmal menatapku seolah tengah mengintrogasi.
"Kenapa? Saya cuma lihat video, loh, Gus. Gak macem-macem."
"Dapat dari mana?"
Aku hanya menyengir, membuat wajah Gus Aqmal semakin dongkol.
"Itu video lama ketika saya menggantikan Abah mengisi pengajian di Grobogan."
"Keren loh, Gus. Di video itu njenengan lebih muda, ganteng, gagah, pokoknya idaman," ceplosku dibalas tatapan tajamnya.
"Memangnya sekarang saya nggak muda, ganteng, gagah?"
Aku berusaha menahan tawa, lucu sekali melihat wajah Gus yang digadang-gadang sebagai pengganti posisi Abah, yang katanya dingin dan cuek. Halah pret, cuek dilihat dari mananya? Dari lubang sedotan?
"Saya gak bilang gitu, njenengan yang bilang sendiri."
Gus Aqmal berdecak sebal, ia kembali meletakkan handphoneku di atas kasur. Lantas dia sedikit mendekat supaya duduk kami bersebelahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jawaban Sepertiga Malam [Re-publish]
Spiritual[Ar-Rasyid Family1] [PROSES REVISI] Tentang harapan yang kutaruh pada manusia, kemudian Allah jatuhkan hingga aku lupa, sebaik-baiknya tempat berharap hanya kepada-Nya. *** "Apa kamu mau menjalani hidup bersama saya?" Tanya Gus Aqmal serius. Aku me...