{7} Ungkapan

1.6K 210 79
                                    


-o0o-
H A P P Y
R E A D I N G
-o0o-
.
.
.
Kanaya POV

Aku baru saja selesai setoran Al-Qur'an pada ustadzah Nisa. Rasanya lega ketika berhasil khatam satu juz dan akan beralih ke juz selanjutnya. Ya ... Walaupun hafalanku masih lima juz. Terhitung sudah tiga bulan aku memutuskan untuk menghafal Al-Qur'an, dan ternyata di luar dugaanku. Menghafal Al-Qur'an sangat menyenangkan, banyak hal yang bisa diambil hikmahnya. Salah satunya adalah Sabar.

Sabar merupakan salah satu perbuatan yang sulit dilakukan. Banyak orang yang berkata 'aku sabar.' namun, kata itu hanya ada di kerongkongan saja. Sabar itu perbuatan yang menyangkut ketulusan hati. Ketika hati berkata iya, maka artinya itu benar-benar Sabar.

Menghafal Al-Qur'an di kelas 12 semester akhir ini, membuatku harus ekstra hati-hati. Antara ngaji Diniyah, pelajaran formal dan hafalan Qur'an. Aku juga harus membuat planning agar jadwalku tidak berantakan. Bayangkan saja, banyak try out yang harus dihadapi, banyak ujian nahwu, Sharaf, baca kitab kuning, ujian Tahfidz. Huh, melelahkan.

Awalnya, Ayah dan Bunda memintaku untuk masuk kelas akselerasi. Namun aku menolak hal itu, bagaimana bisa aku belajar ngebut di saat kesibukan pesantren begitu padat? Pondok pesantren Nurul Huda memang membuka kelas akselerasi jenjang SMP dan SMA. Waktu pendidikannya hanya dua tahun. Cocok untuk anak yang berambisi untuk lulus secepatnya.

Enam bulan sudah aku belajar di pesantren ini, dan apa kalian tau rasanya? Sungguh, aku menyesal tidak sedari dulu saja masuk ke pesantren. Banyak keseruan yang hanya ada di pesantren. Ah iya, aku juga masuk dalam anggota PWP (Persatuan Warga Pesantren) sama halnya dengan OSIS, namun ini berada di pesantren. Aku masuk dalam anggota keamanan, dan aku sangat menyukai itu. Ketika tengah malam, aku, Adila, ukhti Muriara dan Azifa akan berkeliling asrama---semacam razia dadakan---kami menggeledah barang-barang para santri, siapa tau ada yang membawa barang terlarang, barang yang sangat merusak. Hm, benar, handphone!

Ketika seorang santri ketahuan membawa benda pipih beradiasi itu, maka para Ustadzah dan anggota keamanan akan mengeksekusi benda itu. Mungkin di lain pesantren, Handphone akan disita. Namun, berbeda dengan pesantren kami. Seusai kajian kitab, para santriwati yang bersangkutan akan dipanggil untuk pergi ke aula. Begitupun dengan santri lainnya, di sana, mereka akan diberikan sanksi atas tindakan mereka. Sanksi yang diberikan cukup memalukan, mereka harus memakai jilbab berwarna merah maroon dengan tulisan di belakangnya 'Telah melanggar peraturan' dan itu dikenakan selama satu bulan berturut-turut. Tidak hanya itu, mereka juga akan diminta untuk membersihkan kamar mandi sekolah, asrama dan kantor.

Bagaimana dengan Handphone-nya? Maka, malam itu juga, santri yang membawa handphone akan merusak Handphonenya sendiri dalam pengawasan ustadzah dan semua Satri yang hadir. Di depan panggung aula, mereka akan merusak hpnya menggunakan palu. Sebagian orang menilai tindakan itu sangat berlebihan, namun tidak dengan Kyai kami. Romo Kyai Hasyim Ar Rasyid sangat memegang teguh kedisiplinan para santri. Sekali melanggar, maka harus menerima konsekwensinya. Di sini, kedisiplinan sangat dijunjung tinggi. Tidak ada kelonggaran ataupun hal semacamnya. Dari sinilah, Pondok Pesantren Nurul Huda terkenal sebagai salah satu Pondok paling disiplin di pulau Jawa.

Ah iya, aku sekarang berada di depan Masjid Gede, Masjid pusat Pondok Pesantren Nurul Huda. Masjid dengan cat tembok berwarna putih, dan kubah berwarna emas, menjadi kebanggaan warga pesantren. Masjid ini terletak di antara Pondok putra dan Pondok putri. Dari kejauhan lima ratus meter, kubah masjid ini sudah terlihat. Terkesan begitu mewah. Masjid Gede atau Masjid Nurul Huda ini dibangun pada tahun 1892 oleh alm. K.H. Muhammad Abdul Qodir Ar Rasyid---kakek buyut Kyai Hasyim.

Jawaban Sepertiga Malam [Re-publish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang