-o0o-
H A P P Y
R E A D I N G
-o0o-
.
.
.Jejak langkah para santri yang baru saja melaksanakan ngaji subuh memecah keheningan pagi, ramai sorak-sorai mereka menciptakan kenyamanan yang begitu khas dari bangunan luas bernama pesantren ini. Kitab yang dikaji pagi ini adalah kitab ta'limul muta'alim, kitab yang menjelaskan adab-adab dalam mencari ilmu. Sebagaimana dawuh imam as-syafi'i;
Aku lebih menghormati orang yang beradab daripada orang yang berilmu, sebab jika hanya berilmu, iblis pun lebih tinggi ilmunya daripada manusia.
Aku terkejut tatkala pintu kamar terbuka, menampakkan sosok laki-laki berbaju Koko putih polos sedang berjalan mendekati nakas, dia melepaskan pecinya, kemudian duduk di kursi yang biasa dibuat untuk mengaji.
"Udah ngaji belum?" tanya Gus Aqmal disela aktivitasnya membuka sebuah kitab yang aku sendiri tidak tau kitab apa.
"Sudah, Gus. Baru aja selesai."
Dia manggut-manggut, lalu dia mulai membaca kitab yang dia bawa tepat di depan laptop yang menyala. Aku yakin dia sedang melakukan live streaming. Tak mau menyiakan kesempatan, aku beberapa kali mengambil gambar dan video ketika dia sedang menjelaskan apa yang dia baca. Sesekali aku ikut menyimak apa yang dia jelaskan. Sungguh, melihat langsung dengan jarak yang terbilang cukup dekat ini membuat jantungku berdegup kencang. Dia tampak tampan, oh itu sejak dulu. Maksudku dia begitu tampan ketika sedang mengisi acara mengaji seperti ini. Ketampanannya tidak bisa dijelaskan, auranya terlihat memancar bak cahaya mentari. Oke, ini terlihat sangat lebay.
Gus Aqmal melirikku dengan mata elangnya, membuatku diam tak berkutik.
"Sekian yang dapat saya sampaikan, jika ada pertanyaan silahkan di isi di kolom komentar selagi masih ada waktu lima menit." Dia meninggalkan tempatnya mengaji tadi, lantas ia datang mendekatiku yang duduk anteng di atas kasur.
"Mana?"
"Apanya?"
"Ck!" Gus Aqmal menarik tanganku, namun nahasnya, kakiku tidak sengaja menginjak kakinya sehingga keseimbangan tubuh kami oleng seketika. Al hasil, tepat di atas kasur, tubuhnya ambruk di atas tubuhku.
Deru napas berbau mint menyeruk, suara jantung saling bersahutan membuatku begitu malu. Iris mata itu. Iris mata hitam pekat yang menyiratkan kedamaian ketika menatapku, kini tatapannya tidak lagi tajam, namun berubah teduh penuh kedamaian.
Waktu seolah berhenti hingga, aku tersadar. "Astaghfirullah Gus! Anda apa-apaan, sih!" protesku sambil mendorong dadanya untuk menjauh.
Dia ikut tersadar, lantas segera berdiri tegak di depanku. "Astaghfirullah, gara-gara kamu."
"Kok saya? Kan tadi anda yang tiba-tiba datang gak jelas."
"Kan saya datang juga gara-gara kamu."
Aku mendesis, sulit sekali berbicara dengan mahluk seperti Gus Aqmal yang dingin bak papan triplek.
"Ya udah, oke, sekarang mau Gus apa?"
Sebelum menjawab dia terlihat sedang berpikir singkat. "Kamu," jawabnya.
"HAH?!"
"ASTAGFIRULLAH, HP KAMU MAKSUDNYA!"
"Astaghfirullah, kalau ngomong yang jelas, Gus! Jangan ambigu!"
"Memangnya kamu tau maksud dari kata kamu yang saya ucapkan?" Kini dia sudah tersenyum yang terlihat begitu menyebalkan.
"Y-ya enggak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jawaban Sepertiga Malam [Re-publish]
Espiritual[Ar-Rasyid Family1] [PROSES REVISI] Tentang harapan yang kutaruh pada manusia, kemudian Allah jatuhkan hingga aku lupa, sebaik-baiknya tempat berharap hanya kepada-Nya. *** "Apa kamu mau menjalani hidup bersama saya?" Tanya Gus Aqmal serius. Aku me...