{25} Gara-gara kucing

1.2K 147 36
                                    

-o0o-
H A P P Y
R E A D I N G
-o0o-
.
.
.

Pada akhirnya dialah yang menjadi pemenangnya, si pemilik mata coklat yang teduh dan dalam.

Aku tersenyum, tidak terasa hari ini usia pernikahanku memasuki bulan ke empat. Cepat sekali, bukan? Aku mulai menutup laptopku, bersamaan dengan suara derap langkah yang mendekat.

"Udah selesai?" tanya seseorang dengan suara bariton berat yang sudah tidak asing lagi di telingaku.

"Sudah, kok. Kenapa?"

"Saya pengen ngopi."

Aku mendelik, "tumben njenengan ngopi? Biasanya juga teh."

"Pengen aja."

Aku manggut-manggut, kuputuskan untuk bangkit dari dudukku berniat membuat secangkir kopi yang biasanya diberi jahe. Kenapa diberi jahe? Karena ini kesukaan Gus Aqmal sejak menikah. Padahal dulu kata Ummi dia suka kopi hitam pekat tanpa gula.

"Mau ke mana?" Dia menahan pergelangan tanganku, hingga menyebabkan aku menghentikan langkah.

"Katanya mau kopi?"

"Di luar."

"Maksudnya? Mau minum di halaman belakang?"

Dia menggeleng. "Terus gimana, Gus?"

"Keluar."

"Gus ngusir saya?!" ujarku terpancing emosi.

"Astaghfirullah." Dia mengusap wajahnya kasar. "Ke kafe maksudnya, Nay."

Aku menghembuskan napas panjang, dari tadi kenapa gak ngomong mau ke kafe? Dasar cowok, ngomongnya setengah-setengah.

"Sekarang, Gus?"

"Tahun depan! Ya sekarang dong, sayang." balasnya dengan penekanan di setiap kalimatnya.

Oh sial, kenapa jantungku berasa tidak normal?

"Malah bengong, cepet ganti baju. Saya tunggu di depan." Setelahnya, punggung tegap Gus Aqmal sudah menjauh dari pintu kamar.

-o0o-

Dan benar saja, setelah perdebatan tadi, Gus Aqmal mengajakku ke sebuah kafe bernuansa milenial. Ketika di luar, dia sudah melirikku dengan sorot mata penuh misteri.

"Apa lho, Gus? Njenengan kok natap saya kayak gitu?"

Dia menggeleng sambil menarik tanganku untuk masuk ke dalam. "Gak apa-apa, yuk masuk."

Ting!

Pintu kafe terbuka sepenuhnya, terlihat banyak pasang mata yang menyorot kami, namun tidak bertahan lama karena mereka kembali ke aktivitas masing-masing.

Gus Aqmal membawaku ke sudut kafe di mana tempat itu menyediakan karpet juga meja kecil. Aku sedikit heran, dari banyaknya tempat kenapa Gus Aqmal lebih memilih tempat yang sepi, berada di pojokan serta lesehan? Kan aneh sekali.

Jawaban Sepertiga Malam [Re-publish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang