Gue mengeliat. Meregangkan otot-otot gue. Perlahan gue buka mata dengan sesekali mengedipkannya. Mata gue langsung menangkap jam dinding yang tergantung di dinding kamar gue ini.
What? Jam enam lewat lima belas menit? Masih belum percaya dan nyawa gue terasa belum terkumpul semua, gue mengucek-ngucek mata gue dan kembali memandangi jam dinding itu.
Gue langsung meloncat dari tempat tidur. Mengambil handuk dan segera masuk ke kamar mandi.
Astaga. Lagi-lagi gue melewati shalat subuh. Ya Allah ampunilah hamba. Gara-gara gue tidur jam 3 malam tadi. Jadilah sekarang gue kesiangan bangun.
Gue susah tidur tadi malam karena hari ini adalah tepat tiga tahun kepergian Papa. Dan gue sekarang adalah hari pertama gue masuk sekolah sebagai siswa baru. Dengan begitu artinya pernikahan Mama dan Om Andra udah hampir dua tahun.
Iya, hampir dua tahun. Keadaan baik-baik aja. Gue yang nggak baik. Gue belum menerima dia sebagai Ayah gue. Gue masih manggil dia dengan sebutan Om.
Sejauh ini dia emang orang baik, bisa jagain kami semua dan ngebahagiain Mama dan adek-adek gue. Tapi tidak dengan gue . Dia juga bersikap manis sama gue. Nggak bosan nanya-nanya gue dan ngajak gue ngobrol. Tapi ya gue tetaplah gue. Jutek, nggak suka sama dia, selalu gue kacangin, gue abaiin.
, pokoknya gue benci banget sama dia. Tapi yang anehnya dia sabar banget jadi orang. Gue yakin nggak lama lagi urat sabarnya itu akan putus dan memilih pergi dari sini. Setelah itu gue bisa hidup tenang dan damai.Eh. Tapi kalau Mama dan adek-adek gue sedih gimana? Selama ini mereka kan udah tergantung banget sama Om Andra. Om Andra juga nggak pernah bikin Mama nangis. Ah. Gue jadi frustasikan mikirin ini.
Baiklah, gue ngalah lagi kalau gitu. Karena tadi malam itu gue susah tidur. Jadilah gue shalat. Shalat isya yang sebelumnya gue nggak ada niat mau ngelaksanainnya. Setelah jam sebelas dan mata gue nggak mau tidur, ada dorongan dari hati nurani gue untuk melaksanakan kewajiban gue. Setelah shalat gue ngaji untuk Papa disana. Berjam-jam gue ngaji. Berhenti sebentar untuk ngelapin air mata gue. Trus lanjut ngaji lagi.
Sampai gue nggak kuat lagi untuk baca al-qur'an. Dan jadinya gue akhiri aja itu. Gue nangis karena sangat kangen sama Papa gue.
Gue beranjak ke tempat tidur gue. Gue rebahin badan gue disana. gue keingat semua hal yang gue lewatin sama Papa. Pasti Mama nggak ingat kalau hari ini adalah hari yang penting untuk diingat.
Tidak butuh waktu lama untuk gue siap-siap. 15 menit gue udah siap. Dari rambut yang gue biarin terurai gitu aja. Baju yang memang sengaja gue maunya longgar dan karna kebesaran bagi tubuh gue, jadi kedua lengan baju itu gue lipat ke atas sebanyak dua kali. Dasi gue ikat dengan asal aja. Oh ya. Baju gue keluarin aja dari rok. Rok gue sengan lutut. Terus sepatu ket warna hitam dengan sedikit coretan warna putih. Terus jam tangan warna hitam kesayangan gue dan ikat rambut yang gue kalungin aja di tangan gue. Untuk cadangan kalau nanti gue gerah.
Udah. Simple itu aja penampilan gue. Gue kalau ke sekolah ya gini. Nggak ada taburan bedak sedikitpun. Natural. Lipstiklah. ocedolah, bles bleslah. Apalah namanya itu gue nggak tahu. Pokoknya gue nggak pake bedak sama sekali. Gue ambil tas ransel gue yang warnanya.....hitam. Ya hitam lagi. Ok, gue suka warna hitam.
Udah selesai gue segera keluar dari kamar dan menuruni anak tangga. Gue menghampiri Mama yang gue yakini berada di meja makan.
Benarkan Mama, adek-adek gue, Om Andra dan juga kedua anaknya itu sedang sarapan disana. Mereka bahagia terus perasaan gue. Gue aja yang nggak bisa gabung dan ketularan kebahagiaan mereka.
Rumah gue jadi rame setelah Om Andra menikah dengan Mama. Adek gue bertambah dua orang lagi. Tapi mereka nggak sama sekali gue anggap.
Walau rumah kelihatan rame, tapi gue masih merasa sendiri dan kesepian. Jangan bilang mereka nggak mau dekatin gue dan ngajak gue untuk bergabung dengan mereka. Itu salah. Mereka selalu mendekati gue. Terlebih Om Andra yang selalu mencari perhatian dari gue. Guenya aja yang nggak gampang terpengaruh dengan mereka. Gue memilih menarik diri dari mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMORA
Teen Fiction[PROSES REVISI] Hidup adalah sebuah misteri, dan kematian adalah hal yang pasti. Semua yang datang akan pergi, dan semua yang bernyawa akan pasti mati. Kita tidak bisa memaksakan sesuatu yang menurut kita baik, dan kita tidak bisa menahan orang yang...