part 7

299 16 0
                                    

....

Yuuuhuuuuuuu....

Ketemu lagi dengan aku yang menggemaskan ini....

Hahahahaha.....

Maaf ya kemaren sempat buat kalian greget karena kesalahan teknis gue. Iya, kemaren itu pas gue lagi bikin cerita ini, tanpa sengaja gue tekan PUBLIKASIKAN. Jadi ya cepat aja gue tarik lagi. Karena itu bukan bagian kelanjutan dari ceritanya.

Ok, silahkan dilanjutkan bacanya ya....

Jangan lupa vote , coment and share....

Aku minta kalian selalu setia menanti setiap ceritaku. Maafkan aku yang masih belum bisa profesional dan masih sangat banyak kekurangan ini.

Love you...

Daripada gue rebahan gak jelas di kamar, mending gue gangguin Rifki dan teman - temannya main bola di lapangan dekat rumah. Anak - anak seusia Rifki biasa main bola tiap sore disana. Mama juga lagi gak ada dirumah. Bosan banget gak ngapa - ngapain.

Pas keluar rumah, eh gue lihat Om Andra lagi ngotak-ngatik sepeda gue.

"Om mau apain sepeda saya? " tanya gue.

"Rantainya kemana, nak? " Lah malah balik nanya dia.

"Hilang. "

"Kok bisa? "

"Ya bisalah. "

Dia menghela nafas. Trus natap gue penuh selidik. " Anak-anak itu gangguin kamu lagi ya? "Kenapa ni orang menyangka kalau tiga serangga itu gangguin gue ya? Padahalkan dia baru lihat sekali. Dan bisa tepat gitu tuduhannya. Perhatian juga.

" Kalau iya, kenapa? " tantang gue.

"Kamu bilang lah sama guru di sekolah kalau anak-anak itu gangguin kamu. "

"Malas ah. " Gue aja udah di kenal sama hampir semua guru di sekolah itu karena kelakuan gue.

Ah malas banget gue ngedengar ocehannya. Gue pergi ajalah. Lebih adem lihatin anak-anak main bola daripada lihatin mukanya.

Lapangan dekat rumah gue kebetulan berada di depan rumah Fauzan. Gue lihat dia lagi berdiri di balkon rumahnya sambil ngelihatin anak-anak main bola.

"Woy turun kek sini. " Gue teriak manggil dia.

Dia ngangguk, setelah itu pergi. Gue tunggu dia keluar dari rumah. Oh, ya. Anak-anak sebaya gue di sekitar sini ga ada yang cewek. Ada juga pasti ga ada yang temanan sama gue. Ya cuma Fauzan lah yang bisa gue jadiin teman. Itu juga karena kita dulu SMPnya sama.

"Lo ngapain sih nonton di atas sana? Mendingan ikutan main, yok! " kata gue setelah dia keluar dari rumah dan nyamperin gue yang berdiri di depan pagar rumahnya. Gue narik dia ke lapangan.

" Nggak ah, kak. Nanti Mami aku marah. " Aduh ya anak mami. Coba aja Fauzan ini lelaki gentleman. Asik banget pasti temanan sama dia. Gue gak bakal galau lagi karena merasa gak ada teman. Pasti tambah seru kan?

"Yaelah, Jan. Lo itu jantan, ya jadi mainnya disini, bukan dalam rumah mulu. " Greget gue sama ini cowok.

"Tapi kata Mami, main dirumah itu lebih baik, Kak. "

Huuulluuuuuhhh..... Nyesal gue ngajakin Fauzan. Malah nambah pusing pala gue aja. Gue ga maksa dia. Dia milih duduk aja di pinggir lapangan lihatin gue dan anak-anak komplek seumuran Rifki main bola.

***

"Kak, hari ini biar Ayah antar aja ya ke sekolah. Sepeda kamu belum baik. " ucap Om Andra ketika kami sarapan di meja makan.

AMORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang