Tentang dua insan yang terhenti di perbatasan waktu. Antara terang yang telah redup dan malam yang tak sudi hadir.
Dahyun hanyalah gadis yang suka mengiris-iris kulitnya. dia suka sensasi sakit yang menjalari tubuhnya. dia suka melihat saat cairan k...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dahyun bermimpi indah pada hari-hari itu.
Dia memakai dress selutut berwarna putih bersih dan berjalan damai diantara rumput ilalang keemasan. Tidak ada siapapun disana, tidak ada lagi kekhawatiran yang selama ini mengganggunya. Hidupnya benar-benar menyatu dengan desir rerumputan yang tertiup sepoi angin.
Jika ini memang sebuah mimpi, Dahyun harap dia takkan bangun lagi.
Jika itu adalah sebuah kematian penuh kedamaian, seharusnya Dahyun melakukannya sejak dulu.
Dia tidak tahu kalau mati akan seindah ini.
Dunia yang sekarang dia tinggali sangat nyaman. Pikirannya jauh lebih ringan daripada saat sebelum dia mati.
Senyum tipis yang dulunya jarang ia tampilkan, kini terus-terusan dia lakukan. Rasanya seakan dia bisa terus-terusan tersenyum seperti itu.
Dia menelusuri padang ilalang dengan sedikit berlari dan bersenandung. Dia menikmati kebahagiaan yang barusaja dia dapatkan.
Beberapa lama dia terus berjalan di tempat yang tidak memiliki ujung itu, hingga langkah Dahyun perlahan semakin melambat.
Dahyun menoleh ke segala arah, tetap tidak ada apapun selain ilalang.
Tiba-tiba dalam dirinya muncul kekosongan. Dia pernah merasakan seperti ini sebelumnya. Dulu, dia sangka kesedihan yang paling berat untuknya adalah ketika semua orang meninggalkannya, namun sekarang dialah yang meninggalkan semuanya. Dia kira dia tidak akan sakit hati jika melakukannya.
Dia salah. Kesepian yang ia rasakan karena meninggalkan orang-orang tersayang juga sama menyakitkannya.
Dahyun terduduk hingga tubuh mungil nan ringkihnya tertutup ilalang. Dia meringkuk membenamkan kepalanya diantara perut dan lutut.
Dia tidak menginginkan kesepian hati untuk menggantikan kesepian lainnya, bahkan dia masih mengharapkan sebuah keajaiban dimana dia mendapatkan curahan kasih sayang.
Meski hanya dari satu orang, dia berharap suatu hari dia mendapatkannya.
Sambil memanjatkan harapan yang sangat tidak mungkin ia dapatkan, Dahyun memejamkan matanya penuh penghayatan.
Mata mono-eyelidnya terbuka beberapa saat, Dahyun tersadar dari tidur panjangnya lalu menatap atap rumah sakit. Suatu pemandangan yang tidak asing, entah harus berapa kali dia merasakan hal seperti ini.
"Kenapa?" bibirnya berkata parau.
Minhyun yang tampaknya sudah berada dalam waktu lama di samping tubuh Dahyun, sontak berdiri dan menyondongkan tubuhnya pada Dahyun.
"Kenapa aku masih hidup?" Dahyun melontarkan pertanyaan itu saat pertama kali sadar dari kondisi kritisnya.
Minhyun dengan hati-hati menyentuh lengannya yang terperban.