BAB 15

37 11 7
                                    

"Tante, gatel," rengek Lucas. Ia tampak menggaruk-garuk tangannya.

"Lucas digigit nyamuk ya?" Aku berjongkok, menyetarakan tinggiku dengan si kecil.

"Lucas kenapa?" Aku panik, bagaimana tidak? Seluruh tubuh Lucas dipenuhi bentol merah, Hidungnya berair, matanya juga terlihat membengkak. Astaga apa yang salah dengan anak ini?

Aku bergegas menggendong Lucas sambil berusaha mengambil ponsel dari dalam tasku. Yang teringat di kepalaku adalah Doyoung. Sambil berusaha menghubungi Doyoung, aku bergegas membawa Lucas ke rumah sakit terdekat.

Sepertinya Doyoung benar-benar sangat sibuk. Berulang kali aku mendial nomornya, tapi tak juga ada jawaban. Berakhir dengan hanya sepotong pesan yang ku tulis padanya.

"Maaf, Pak. Saya sedang di rumah sakit. Lucas sakit."

Aku duduk di sisi Lucas yang terus merengek sambil mengatakan gatal, jujur saja aku sangat tidak tega melihat Lucas menjadi seperti ini? Dan aku semakin merasa bersalah karena ternyata Lucas alergi kacang hijau, tadi aku membelikan es krim rasa kacang hijau untuknya. Apa-apan ini, Ralia. Tamatlah riwayatmu!

"Tante, papa...." Lucas masih terus merengek. Aku mencoba menggendong Lucas. Menyandarkan kepala si kecil di bahuku. Aku mengusap punggungnya lembut, semoga ini dapat membantunya tenang.

Satu panggilan masuk, Doyoung.

"Rumah sakit mana?" Suaranya terdengar panik, dan marah. Jantungku berdegup kencang karena itu. Dengan susah payah aku mengatakan alamat rumah sakit ini.  Doyoung langsung memutuskan sambungan setelah mendapatkan alamat rumah sakit.

Lucas masih tertidur di gendonganku saat Doyoung datang. Wajahnya yang terlihat tegang nampak melunak setelah melihat Lucas tertidur. Mungkin ia takut anaknya terbangun.

Aku meletakkan Lucas dengan perlahan ke tempat tidur. Kemudian mendekati Doyoung yang raut mukanya tampak keras.

"Pak," sapaku. Aku menunduk. Rasanya seperti Doyoung akan marah besar kepadaku.

"Maaf, saya enggak tau kalo Lucas elergi kacang hijau." Aku benar-benar merasa bersalah.

"Yang penting anak saya udah sembuh sekarang, salah saya juga enggak kasih tau kamu apa yang jadi pantangan Lucas. Bukan saatnya saling menyalahkan." Doyoung menarik nafasnya pelan, kemudian berjalan mendekati Lucas.

Beruntung Doyoung tidak marah, tapi sejujurnya rasa bersalah masih terus menggodok perasaanku.

"Kamu boleh kembali ke kantor, Ralia. Saya meninggalkan pertemuan saya dengan beberapa orang. Kamu tolong urus itu," titah Doyoung.

"Baik, Pak." Sejujurnya perintah yang diberikan Doyoung itu sangat sulit, tapi lebih sulit lagi ketika aku harus terus satu ruangan dengan Doyoung, sementara rasa bersalah masih menggelayuti perasaanku.

Entah apa yang terjadi beberapa menit ke depan terhadap hidupku, tapi semoga aku bisa menghadapinya nanti.

Aku kembali menegakkan bahuku yang sedari tadi terasa tercekik rasa khawatir. Melangkahkan kakiku ke tempat di mana seharusnya aku mempertanggungjawabkan kekacauan yang telah aku ciptakan: kantor dengan segala keluhan client.

PARASITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang