Bab 24

27 3 6
                                    

Sekarang, tidak ada yang lebih rumit dari suatu hubungan yang belum selesai.

"Hampir selesai. Kita enggak sepenuhnya berpisah."

"Jadi tunggu apa lagi? Kita sudahi semuanya sekarang. Bagiku, kita udah selesai semenjak perceraian itu."

Jaehyun yang keras kepala ini kembali lagi setelah beberapa waktu. Setelah aku merasa baik-baik saja dengan Kim Doyoung. Setelah hampir sepenuhnya aku membuka hati untuk Doyoung.

"Ralia, pikirin ulang, kasih aku kesempatan."

"Kesempatan itu cara konyol untuk mengulang kesalahan, Jae."

"Tapi kita bisa belajar dari kesalahan."

"Gak ada, Jae. Dalam hal ini, yang salah tetap salah."

"Sekalipun aku sujud di kaki kamu, Lia?"

"Jaehyun.... It has been a great journey with you, enjoy your journey without me."

"Ra, please stop! Aku terlalu sakit Ralia. Aku rasa udah cukup hukuman yang kamu kasih ke aku. Balik, Ralia." Jaehyun menautkan jemarinya pada milikku.

"Penyesalan itu bukan hukuman dari aku, Jae. Itu hadiah dari kesalahan yang pernah kamu lakuin."

"Ra.... " Jaehyun menitikkan air matanya. "Please...." Bibirnya bergetar.

"Kamu tau mati rasa enggak, Jae?" ucapku sambil menarik tautan jari Jaehyun. "Hati aku yang semula utuh, kamu hancurkan secara perlahan, mengeraskan perasaan yang sudah terlalu lelah untuk berjuang sendirian. Aku mati, Jaehyun...."

".....Malem itu, setelah perpisahan kita. Kamu pikir mudah untuk berpisah dengan kamu, Jaehyun? Bahkan aku harus merangkak melewati semua rasa sakit yang mengajakku untuk mati." Dadaku terasa sesak kali ini. "Aku terlalu sakit setelah bercerai sama kamu, Jaehyun. Aku berharap kamu ngerasain apa yang aku rasain, rasa rindu dan kebencian yang sangat menyakitkan...." Rindu, ya, itu dulu Jaehyun! Sekarang aku yakin, kamu bukan bagian dari semestaku. Kamu bukan lagi bintang utama dalam hidup aku. Hidup ini terus berjalan, Jaehyun.

"Kamu pikir aku enggak nyoba buat lupain kamu, Ralia? Aku udah nyoba segala hal buat lupain kamu. Aku sadar semua ini adalah kesalahan dan kebodohan aku. Aku juga malu untuk nemuin kamu pertama kalinya setelah perceraian kita. Kamu pikir selama ini aku enggak nyoba ngelawan perasaan aku? Kamu juga harus tau...." Jaehyun menyodorkan pergelangan tangannya yang berbekas seperti sayatan.

Aku tercekat.

"Maksudnya?"

"Aku bahkan mengakhiri hidup malem itu, Ralia. Untuk apa hidup tanpa kamu?" Dihapus air mata yang mengalir di pipinya.

"Sekarang aku nyoba berjuang untuk balik sama kamu! Kasih aku kesempatan, okay?" Jaehyun mendekati ku. Meremas bahuku dengan tangannya yang terasa dingin.

"Jaehyun...." Jaehyun memelukku, tubuhnya melemah seiring dengan kungkungan tangannya yang melonggar.

....

"Kamu yakin Jaehyun baik-baik aja?" Doyoung menghampiriku di ruang tamu setelah membantu Jaehyun berbaring di kamar.

"Aku enggak tau," jawabku.

"Sejak kapan dia di sini?"

"Tadi sore." Doyoung hanya bergeming.

"Kenapa gak bilang kalo dia ke sini?" Doyoung menatapku, menautkan tangan hangatnya pada jemariku.

"Jaehyun ke sini mendadak, Mas."

"Lia, kamu masih cinta sama Jaehyun?"

Pertanyaan Doyoung membuatku tereiam sesaat.

"Dia nyoba bunuh diri setelah perceraian kami." Hanya itu yang terpikir di kepalaku.

"Bukan itu pertanyaan aku, Lia."

"Aku enggak tau."

"Saya sudah terlanjur jatuh cinta sama kamu, Lia." Aku hanya bisa mengangguk.

"Sini...." Doyoung mengusap kepalaku lembut. "Saya enggak tau isi hati kamu, Lia. Hati kamu adalah milik kamu. Sekalipun bibir berdusta, semua orang pasti percaya. Kejujuran itu bukan untuk orang lain, tapi untuk diri kamu sendiri. Pikirkan ucapan saya, Lia." Doyoung menatapku dalam. Penekanan dalam setiap kata yang ia ucapkan seolah memintaku untuk memilih.

"Mas," Aku menatap dalam manik mata Doyoung.

"Bicara, Lia. Saya dengarkan." Doyoung tersenyum.

"Kasih aku waktu untuk menyelesaikan semuanya dengan Jaehyun."

"Saya enggak pernah menuntut kamu, Lia." Jawaban yang Doyoung berikan seolah menjadi mantra penenang untukku sekarang.

"Saya tidur di sini," ucapnya kemudian.

"Lucas gimana?"

"Sudah saya antar ke rumah neneknya. Saya enggak mungkin ninggalin kamu sama Jaehyun. Saya juga enggak mungkin bawa kamu ke rumah saya ninggalin Jaehyun yang lagi sakit di sini," terangnya.

"Tapi... "

"Saya yang jaga Jaehyun, kamu tidur ya. Sudah malam." Doyoung kembali mengusap kepalaku, dengan senyuman yang terus mengembang dari bibirnya.

"Mas...." panggilku ragu.

"Ya-" ucapan Doyoung terpotong.

Chup! Setan mana yang membuat ku lancang mencium pipi Doyoung???????!!!!!!!

"Ralia!" Doyoung membolakan matanya. Aku berlari sekuat yang aku bisa. Mengalahkan degup jantungku yang berdegup kian kencang.

Setelah kupastikan aku mengunci pintu kamarku. Aku segera beralih menghidupkan pendingin ruangan.

"Gerah banget!!" Aku melompat frustasi! Menampar pipiku yang terasa panas.

"Ralia! WHAT ARE YOU DOING?????!!!!!"

"Besok gimana nemuin Mas Doy? Ada Jaehyun juga!" Malam itu aku kesulitan tidur. Ulahku sendiri memang.

PARASITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang