"Kenapa senyum?" Pagi itu aku cukup heran menatap Doyoung yang sudah berdiri di dekat meja kerjaku sambil melipat dua tangannya, senyumnya tampak mengembang sejak aku masuk ke ruangan kerjaku.
"Setiap pagi saya ragu mau mengatakan ini, tapi sekarang enggak."
"Apa?"
"Kamu cantik pagi ini!" Kemudian ia berlalu begitu saja. Meninggalkan aku yang hampir meleleh.
Bisa-bisanya dia mengatakan itu seringan kapas. Apa semalam Lucas menendang kepala papanya saat tidur?
Setelah itu Doyoung tetaplah Doyoung dengan segala ke profesionalannya. Bekerja seolah sekat antara kami begitu tebal.
"Apa Lucas sudah ada yang menjemput?" tanyaku saat tidak sengaja berpapasan. Pasalnya kali ini Doyoung tidak memintaku menjemput Lucas.
"Lucas sedang bersama neneknya."
"Oh, gitu."
"Pulang bareng?" tanya Doyoung setengah berbisik. Sedikit merapatkan posisi kami. Mungkin takut didengar karyawan lain.
"Oke," Aku terkekeh. Mendorong Doyoung supaya menjauh. Mungkin memang suaranya tak terdengar, tapi apa yang mereka pikirkan jika posisi kami sedekat ini?
Sudah dua hari Jaehyun tidak mengusikku. Sangat menyenangkan.
Pekerjaanku lumayan menumpuk, kepalaku rasanya hampir pecah. Bolak-balik berjalan ke ruangan Doyoung untuk hanya sekedar meminta tanda tangan nyatanya cukup membuat betisku pegal. Hari yang sibuk.
Tidak terasa, siang sudah berganti malam. Hari ini kami lembur, pekerjaan gila yang tidak pernah berakhir ini terus berulang mengikuti siklusnya.
"Mau ke rumah saya?" tanya Doyoung begitu kami selesai bekerja.
"Boleh," Aku setuju.
Doyoung menggandeng tanganku.
"Mas!" Aku menarik tanganku. Ini masih area kantor, perasaan ku tidak enak.
"Udah enggak ada orang." Katanya.
"Selamat malam Pak Doyoung. Baru pulang?" Enggak ada orang bagaimana? Lalu satpam ini apa? Aku kembali menarik tanganku. Rasanya aku ingin tertawa, kenapa kami seperti remaja puber, sih?
"Iya ini. Malam Pak." Jawab Doyoung. Aku mengekor di belakang nya sambil menahan tawa.
"Mas kayaknya aku gak jadi mampir deh. Udah malem banget."
"Aku anter pulang langsung kalo gitu."
Aku hanya mengangguk. Jalanan cukup lengang, karena memang ini sudah terlalu malam.
"Sudah berapa persen, Lia?"
"Apanya, Mas?"
"Sudah berapa persen kamu enggak sabar nunggu aku datang?"
"Kali ini naik 1%."
"Kenapa sedikit?"
"Ditambah 20% Dari yang kemarin." jawabku.
"Lumayan." Doyoung terkekeh.
"Sekarang jadi 25%."
"Kenapa cepet?"
"Karena Mas Doy ketawa barusan."
"Saya enggak bisa berenti senyum kalau gini, Lia. Saya enggak mau nganter kamu pulang!" ucapnya.
"Kok tega?"
"Saya mau keliling kota semalaman dengan kamu!"
"Inget, Mas. Kita sudah terlalu dewasa untuk melakukan hal kekanak-kanakan." aku tertawa. Meniru ucapannya malam itu.
"Untuk jadi yang terakhir, saya tarik ucapan saya."
"Labil!" ejekku.
"Enggak masalah. Toh Lucas lagi enggak di rumah." Ucapnya.
"Terus kenapa tadi ngajak saya mampir?"
"Kita sudah terlalu dewasa untuk melakukan hal kekanak-kanakan."
"Ayo kekanak-kanakan aja kalo gitu. Keliling kota sampai pagi!" Bukankah lebih baik?
"Saya bercanda, Lia. Saya antar kamu pulang!" Doyoung tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
PARASITE
Fanfiction"Kenapa aku merasa rumah tangga yang kita jalani dari awal dengan penuh kebahagiaan sekarang seolah mulai memudar,"-Ralia. "Aku minta maaf, aku hilaf, aku hanya mencintaimu, jangan pergi,"-Jaehyun "Lupakan dia, aku lebih membutuhkanmu!" - Doyoung