BAB 16

32 10 15
                                    

"Tante, ayok beli es klim lagi." Lucas berlari memelukku. Ini sudah entah yang keberapa kali aku menggantikan Pak Doyoung untuk menjemput Lucas. Tidak heran aku dan Lucas menjadi seakrab ini.

Pernah suatu hari aku bertanya pada Pak Doyoung, kenapa tidak menyewa babysitter saja untuk menjaga Lucas?

"Bukannya saya enggak mau menjemput Lucas, Pak. Tapi saya merasa lalai dengan pekerjaan saya. Bapak jadi sering kerja tanpa saya. Rapat tanpa saya, pertemuan juga tanpa saya. Apa enggak jadi repot dan sulit?" tanyaku waktu itu.

Soalnya untuk menjemput Lucas itu bukan cuma sekadar menjemput, aku harus memastikan Lucas makan siang dengan baik, setelah itu Lucas selalu mengajakku bermain. Paling tidak dua jam juga aku menghabiskan waktu dengan Lucas. Belum lagi di kantor, Lucas selalu ingin menempel denganku.

"Enggak sama sekali, lagian itu kemauan Lucas." Itu jawabannya.

Pukul delapan malam, aku baru bisa mengistirahatkan tubuhku. Aku duduk di kursi, menyandarkan tubuhku yang terasa lelah. Lucas sudah tertidur di pangkuanku.

"Kamu boleh pulang duluan Lia." Aku terhenyak, Pak Doyoung menghampiriku.

"Eh, iya." Aku menegakkan tubuhku.

"Bapak udah mau pulang?" tanyaku.

"Iya," Aku menatap sekeliling. Tumben tidak begitu ramai pegawai yang lembur malam ini.

Pak Doyoung mengambil alih Lucas, "Terimakasih untuk hari ini, kamu boleh istirahat besok."

"Maksud Bapak?"

"Kamu boleh libur, Lia. Anak saya akhir-akhir ini terlalu sering merepotkan kamu. Bahkan sekarang pulang sekolah saja harus kamu yang menjemput." Doyoung mengelus punggung Lucas yang mulai bergerak-gerak.

"Terimakasih, Pak. Tapi saya enggak apa-apa." Aku menarik senyuman, takutnya Doyoung salah faham dengan penolakkanku.

"Terserah kamu kalau begitu." Doyoung dengan segala aura dinginnya, ia melangkah meninggalkan aku yang masih merapikan meja.

Memang rasanya lelah sekali, aku ingin segera merebahkan diriku di kasur. "Ahh!" Aku merentangkan tanganku. Merelaksasi otot tubuhku yang terasa kaku.

Sebelum pulang aku pergi ke sebuah rumah makan, membeli beberapa makanan untuk di rumah nanti, terlalu lelah untuk sekadar memasak untuk diri sendiri.

"Lia," Aku terhenyak, suara bariton yang sangat akrab di telinga menginterupsi lamunanku.

"Eh!" Aku menengadah. Seketika jantungku berdebar, ini kali pertama aku bertemu Jaehyun setelah perceraian kami. Sudah sekitar enam bulan berlalu.

"Boleh ikut duduk?" tanyanya ragu.

Aku mengangguk. Kemudian beralih menatap layar ponsel milikku. Apa saja, asal aku tidak menatap Jung Jaehyun ini.

"Apa kabar?" tanyanya lagi. Jujur saja, aku merasa lega saat bertemu Jaehyun sekarang. Entah kenapa seperti ada jutaan kupu-kupu yang berhasil menarik pergi tumpukan batu di dadaku.

"Aku?" Aku menunjuk diri sendiri, Jaehyun tersenyum mengiyakan. "Aku baik-baik saja." Aku menahan diri untuk tidak bertanya apa kabarnya. Jelas sudah terlihat Jaehyun sangat baik-baik saja, hanya tulang pipinya semakin tegas, agaknya Jaehyun kurusan sekarang, sedikit.

 Jelas sudah terlihat Jaehyun sangat baik-baik saja, hanya tulang pipinya semakin tegas, agaknya Jaehyun kurusan sekarang, sedikit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kim Doyoung.

»»————><————««

(Jaehyun masuk tipi lagi, hehe)

PARASITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang