"Kamu dari mana?" Aku mendekati Jaehyun yang baru tiba.
"Rapat, Sayang," jawabnya singkat. Kemeja putihnya berantakan.
"Jawab yang bener Jae, kamu dari mana?" Suaraku mulai meninggi.
"Kamu kenapa sih gak percayaan banget?! Aku habis rapat!" Jaehyun membentakku.
"Jae?" Aku menatap nya tak percaya. "Ini apa, huh?" Aku mengambil jas hitamnya yang bau alkohol. "Minum lagi?" Aku menatap matanya. Mencari kejujuran yang ingin aku dengar dari mulutnya.
"Enggak!" Dia menarik jasnya kembali.
"Jujur, Jae! Nomor kamu gak aktiv aku telponin. Kamu ngapain aja?" Jaehyun diam saja. "Jawab ...." Aku memelas.
"Aku capek, mau tidur. Kamu sendiri kenapa belum tidur? Udah malem." Jaehyun sembarangan membuang jasnya ke sofa. Memang sudah malam. Pukul 1 dini hari. Jaehyun malah bertanya kenapa aku belum tidur?
"Jaehyun kamu gak sadar atau emang gak peka? Ya jelas aku nungguin kamu, Jae. Aku gak ngerti sama kamu, aku kecewa sama kamu!" Aku berjalan mendahului Jaehyun.
"Mau kamu apa sih, hah?!" Jaehyun membentakku. Jujur aku kaget. Takut. Dan marah.
Aku berbalik, "Kamu gak kasian sama aku? Bentak-bentak aku itu kamu gak kasian sama aku? Gak capek? Kamu sayang sama aku apa enggak?" Aku mencengkam erat kerah baju Jaehyun.
"Astaga! aku gak ngerti kenapa aku sesayang ini sama kamu. Aku capek. Aku mau kita pisah aja!" Kakiku lemas. Aku merosot terjongkok. Meremas rambutku frustasi dengan air mata yang terus mengalir.
"Ini anniversary pernikahan kita Jae," Aku berbisik dengan sesak yang menggumpal di dadaku.
Hening. Jaehyun mematung.
"Sayang, hey denger. Aku hilaf. Aku terlalu emosi. Maaf!" Jaehyun ikut berjongkok, meremas bahuku.
"Maaf, ya." Jaehyun memelukku. Aku mencoba memberontak. Memukul-mukul lengannya yang terus meraupku kedalam pelukannya.
Jaehyun membawaku berdiri kembali. Chup, dia mencium keningku. "Maaf, Sayang. Aku terlalu capek tadi. Maaf. Jangan nangis." Itu kata-kata yang sering kudengar, Jaehyun. Kau selalu mengucapkan kata itu. Dan hatiku yang lemah ini terlalu mudah untuk luluh. Aku selalu memaafkanmu. Selalu menerima semua kesalahanmu. Aku terlalu mencintaimu. Aku terlalu menginginkanmu.
"Maaf, ya." Lagi-lagi Jaehyun memeluk.
"Kamu bahkan lupa hari jadi pernikahan kita dan milih minum-minuman di luar sana sama temen kamu?" Aku terisak. "Jadi percuma Jae aku masakin buat kamu, aku nungguin kamu sampe larut malam. Sedangkan yang aku tunggu mungkin lagi asik di luar sana dengan wanita lain." Seketika Jaehyun melepas pelukannya. Ia terdiam. Entah apa yang ada dipikirkannya, aku tidak tau dan tidak ingin tau. Aku yakin itu terlalu menyakitkan untuk kuketahui. Aku berjalan lunglai meninggalkan Jaehyun yang masih berdiri mematung.
Aku tidak perduli, aku menangis semalaman di kamar. Sementara Jaehyun entah di mana. Dia tidak berusaha meminta maaf lagi atau apa. Entah.
Aku lelah dan terlelap tanpa sadar. Tapi kemudian aku merasa tubuhku berguncang. Aku membuka mata.
Jaehyun, ya itu Jaehyun.
Jaehyun memelukku erat. "Maafin aku. Aku bukan suami yang baik Ra, maafin aku." Dia menangis. Aku menepuk bahunya.
"Sebenernya aku capek, Jae. Kenapa kamu kayak gitu terus?" Aku mencoba lebih tenang. Sebenarnya karena aku sudah terbiasa menghadapi Jaehyun dan sifat seenaknya.
"Aku janji bakal berubah seperti dulu, Ra. Aku janji." Dia masih terus memelukku. Ini adalah kalimat janji dan maaf kesekian yang aku dengar dari mulut Jaehyun. Aku hanya mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
PARASITE
Fanfiction"Kenapa aku merasa rumah tangga yang kita jalani dari awal dengan penuh kebahagiaan sekarang seolah mulai memudar,"-Ralia. "Aku minta maaf, aku hilaf, aku hanya mencintaimu, jangan pergi,"-Jaehyun "Lupakan dia, aku lebih membutuhkanmu!" - Doyoung