Mata Reva berkaca-kaca saat sebuah drama musical yang ditampilkan di festival tahunan SMA kesatuan telah selesai. Sungguh, baru kali ini sebuah drama musical berhasil menyentuh hati Reva. Bahkan, hingga nyaris menangis.
Di samping kanan Reva ada Nathan yang menyorotnya dan nyaris saja tertawa melihatnya berkaca-kaca. Sedangkan di samping kirinya ada Elvin yang hanya diam dengan pandangan ke depan, menyaksikan penutupan drama itu.
"Aduh aduh aduh, sedih banget," ucap Reva seraya mengipasi matanya dengan tangan.
Ucapan Reva membuat Elvin menoleh ke arahnya. Mata Elvin membulat melihat wajah Reva yang sedikit memerah dengan mata berkaca-kaca.
"Lebay! Ngapain nangis, onta?" ucap Nathan yang berhasil menghentikan acara kipas-kipas mata yang dilakukan oleh Reva.
Reva menyorot Nathan tajam, sedetik kemudian kepalan tangan kananya mendarat mulus di dada Nathan. "Dasar gak punya hati," ucapnya yang hanya dibalas Nathan dengan juluran lidah.
"Re, laper engga? Mau beli makanan?"
Atensi Reva beralih pada sosok Elvin yang barusan berujar. "Laper sih. Suruh Nathan aja yang beli, biar berguna dia jadi masyarakat," ucapnya.
Nathan melotot, dia menjitak kepala Reva pelan. "Gak sopan banget itu mulut," ucapnya.
"Mulut-mulut gue. Wlee."
"Gak sopan Andara Reva!"
"Suka suka gue dong. Udah udah, beliin gih, Nat."
"Heh, mana mau gue."
"Harus mau!"
"Ogah!"
"Harus!"
"Beli sendiri!"
"Ogah. Beli sana, yang berguna yah jadi abang."
"Udah, Re, aku aja yang beli."
"Tempat berdiri gue terlalu berharga buat gue tinggalin."
"Heh, beliin."
"Ogah ya ogah. Yang nurut dong!"
"NATHAN!"
"Ap--"
Masih banyak perdebatan kecil antara Reva dan Nathan yang Elvin simak. Pemuda itu rasanya tak mau mendengar perdebatan itu lagi. Ia seakan jauh dari mereka, kata-katanya tadi bahkan tak didengar. Elvin menghembuskan nafas beratnya, ia sebenarnya sedikit kesal, namun mau bagaimana lagi? Ini sudah kebiasaan dua orang itu. Namun tetap saja, jauh dalam lubuk hatinya Elvin merasakan sesuatu yang tak mengenakan. Iri. Cemburu. Marah.
Elvin kembali memperhatikan dua orang yang belum selesai berdebat itu. Bahkan tak hanya ia yang memperhatikan mereka, orang-orang di sekeliling mereka juga ikut memperhatikan Reva dan Nathan. Hal itu membuat Elvin meminta maaf pelan pada mereka. Tanpa mau diam lagi, Elvin segera bergerak ke tengah-tengah mereka, satu tangannya ia ulurkan dan menggenggam tangan Reva, sedangkan satu lainnya dia gunakan untuk menarik jaket yang Nathan kenakan. Hal ini membuat Reva dan Nathan menutup mulut mereka.
Elvin berjalan menjauh dari kerumunan seraya menarik dua orang itu. Ia menarik mereka dalam keheningan, tak berbicara sama sekali. Membuat Nathan mengerutkan keningnya heran. Aneh saja, Elvin yang ramah tiba-tiba menariknya tanpa basa-basi terlebih dahulu.
Ketiga orang itu kini telah sukses menjauh dari kerumunan. Mereka kini ada di sekitar parkiran SMA kesatuan, sangat jauh dari lapangan yang merupakan pusat acara ini di laksanakan.
"Tunggu sebebar. Biar aku aja yang beli. Mau apa?" ucap Elvin menatap Reva.
Reva mengeluarkan cengiran garingnya. Gadis itu menggaruk pelipisnya dengan satu jarinya. Merasa agak kikuk saat Elvin menatapnya berbeda dari biasanya. "Aduh, apa yah? Terserah aja, deh. Semua aku suka kok, kecuali racun," ucapnya yang diangguki Elvin.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAMA [COMPLETED]
Teen FictionBagi Reva, Nathan adalah Hama. Bagi Reva, kakak angkatnya itu adalah makhluk paling meresahkan yang pernah ia temui. Dan bagi Reva, hidup tanpa Nathan adalah impian jangka panjangnya. Bagi Nathan, Reva adalah adik yang sangat menggemaskan. Saking me...