[]Epilog[]

1.4K 70 18
                                        

"JANGAN MINTA!"

"JANGAN PELIT!"

"JANGAN RAKUS!"

"CUMA DIKIT!"

"ENGGA MAU!

"SEDIKIT AJA!

"ENGGA!"

"WUUU PELIT! ANAK KECIL KOK PELIT? WUUUUUU!"

"RAKUS RAKUS RAKUS RAKUS RAKUS RAKUS! DASAR RAKUS! PERUTNYA GEDE WUUUUU! MELEDAK AJA SANA!"

Sosok wanita berpiyama pink yang tengah duduk di sebuah kursi seraya memangku dagunya dengan tangan menatap datar dua anak laki-laki di depannya. Wanita itu menghela nafas, kupingnya serasa pengang karna sedari awal matahari terbit hingga sekarang matahari sudah tenggelam, kedua anak di depannya itu terus saja saling berteriak satu sama lain. Penyebabnya sepele, kalau bukan mainan, ya pasti makanan.

Lelah dengan tontonannya, sang wanita itu memilih merebahkan tubuhnya di sofa, memejamkan matanya dan berniat untuk istirahat sebentar.

Kedua anak laki-laki yang masih saja berteriak itu kini melirik pada sofa yang di tempati sang wanita. Salah satu dari mereka mengangkat jari telunjuknya dan ia tempelkan pada bibirnya sendiri, melirik pada anak laki-laki satunya, dan berujar, "Shuttt!"

Sang anak lainnya mengangguk setuju, dan setelahnya ia menjulurkan tangannya. "Kalau gitu, kasih itunya baik-baik," ucapnya seraya melirik susu kotak strawberry yang sudah terbuka dengan suara pelannya.

Anak lainnya memasang ekspresi kesal, tapi ia tak urung untuk memberikan susu kotak yang ia genggam. "Nihh, abisin aja," ucapnya seraya berbisik juga.

Anak yang diberi susu kotak itu tersenyum senang, dengan cepat dia menyedot susu kotaknya, hingga dalam 3 detik saja susu itu sudah habis dan masuk ke dalam perutnya. "Aduh, kenyang," ucapnya seraya menepuk-nepuk perutnya itu.

"Kalau udah gede, jangan rakus. Nanti enggak punya pacar," ucap anak lainnya masih dengan berbisik.

"Enggak apa-apa, aku pacarannya sama bunda aja," balas anak lainnya.

"Jangan. Bunda cuma---"

"Assalamu'alaikum."

Sang anak yang sedang berucap itu terpaksa harus berhenti saat sosok pria dengan jas hitam yang melekat di tubuhnya memasuki ruangan yang mereka tempati seraya mengucap salam.

"Waalaikumssalam," ucap kedua anak laki-laki tadi berbarengan. Mereka juga kini berdiri dan berjalan kecil menghampiri sang pria.

Mendapati kedua anak kecil berjalan ke arahnya, sang pria itu tersenyum, kedua tangannya terangkat dan mengacak-acak rambut dua anak kecil itu.

"Bunda mana, hm?" tanya pria itu.

Satu anak melirik ke belakang, telunjuknya terangkat dan ia arahkan ke arah sofa. "Tuh disana, lagi tidur," ucapnya.

Pria itu tersenyum, dia kemudian menggiring dua anak lelaki itu untuk berjalan. Mereka bertiga berjalan pelan untuk lebih memasuki ruangan itu.

Sang pria memilih untuk menghampiri sang wanita dan duduk di sampingnya. Kebetulan, sofa di ruangan ini bukan lah kaleng-kaleng. Ukurannya bisa cukup untuk dua orang menidurinya. Sedangkan kedua anak lelaki itu memilih untuk duduk di bawah sofa, cukup berjarak namun tak jauh-jauh amat. Jangan salah sangka, mereka duduk di bawah pun tentu saja akan sangat nyaman. Karna disana ada karpet berbulu tebal dan juga beberapa bantal empuk yang membuat siapa saja pasti merasa betah.

Pria itu memandang wajah sang wanita, terlihat damai dan tenang. Berbeda sekali dengan saat ia bangun. Tak ada damai-damainya sama sekali.

Pria itu menggerakan tangannya, menyingkirkan rambut yang menghalangi wajah sang wanita, sekalian, dia juga mengelap keringat yang timbul di keningnya. Entahlah kenapa orang itu berkeringat, padahal ac di ruangan ini sudah menyala.

HAMA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang