[]Part 36[]

340 36 0
                                    

Reva berjalan memasuki area perumahanannya dengan tangan kiri yang saling bertaut dengan tangan kanan Elvin. Malam ini, kedua remaja itu baru saja pulang sehabis membeli 5 bungkus nasi goreng di depan perumahan. Sebelum berangkat, Elvin sudah menyarankan agar mereka berangkat dengan menaiki motor Elvin karna jaraknya yang agak jauh, namun, dengan keras kepalanya, Andara Reva menolak dan keukeuh mau jalan kaki. Entah apa yang dimau gadis itu, Elvin hanya bisa menurutinya.

Elvin menengok ke samping kanannya, tepatnya ke arah Reva yang sekarang terlihat mengusap keringat yang timbul di pelipisnya. "Cape, hm?" tanyanya.

Tanpa balas menengok, Reva mengangguk sebagai jawaban. Hal ini entah kenapa membuat Elvin menyunggingkan bibirnya, membentuk sebuah senyum yang sama sekali tak dapat Reva lihat. "Di suruh pake motor malah ngeyel sih. Mau berhenti dulu?" tanyanya yang dibalas dengan gelengan Reva.

Melihat itu, Elvin mengerutkan keningnya bingung. Tak biasanya Reva yang banyak bicara diam seperti ini. Padahal sewaktu mereka berangkat Reva baik-baik saja, gadis itu masih sempat meneriaki mbak-mbak yang hampir menyerempetnya.

"Kamu badmood, Re?" tanya Elvin yang sangat ingin memahami Andara Reva.

Reva kembali menggeleng, membuat Elvin menghela nafasnya. Bukan, ia bukan kesal, hanya saja Elvin merasa bingung harus berbuat apa. Setelah berfikir, pemuda itu akhirnya memilih diam, memilih untuk membiarkan Reva seperti ini terlebih dahulu. Toh, beberapa menit juga palingan gadis itu kembali pada dirinya yang super berisik itu.

Tak lama, akhirnya kedua orang itu telah sampai di rumah Reva. Pak Ilham yang kebetulan sedang berada di sekitar sana membukakan gerbang untuk mereka berdua. Pria berumur itu mengangguk sopan saat Reva dan Elvin berjalan melewatinya. Sebelum kedua remaja itu berjalan lebih jauh lagi, salah satu dari mereka tiba-tiba berhenti, membuat satu lainnya ikut berhenti juga.

"Tunggu, nasi gorengnya," ucap Reva berbalik, membuat tangannya terlepas dari Elvin. Gadis itu meraih keresek yang ada di tangan Elvin, kemudian mengeluarkan isinya. Mengambil satu cup nasi goreng dan menyodorkannya ke arah Pak Ilham.

Pak Ilham yang memang memperhatikan, dan sadar akan arti prilaku Reva, segera berjalan ke arah nonanya itu. Mengambil cup yang disodorkan Reva dan berujar, "Makasih neng Re."

Reva mengangguk sebagai jawaban. Setelahnya gadis itu kembali berbalik, berjalan lurus menuju pintu utama. Tentu saja Elvin tetap setia berjalan di sampingnya.

Kini, kedua remaja itu telah sampai di ruang makan. Kehadiran mereka telah ditunggu oleh Kirana dan juga asisten rumah tangga mereka yang jarang tampil itu. Reva memberikan keresek berisi nasi goreng itu pada Kirana, sebelumnya gadis itu mendudukan dirinya terlebih dahulu di salah satu kursi makan.

"Re, sariawan kamu? Tumben kalem kayak gitu, apa kerasukan setan rumah pak Bondan, yah? Eh, tapi setan rumah pak Bondan engga kalem," tanya Kirana seraya membagikan nasi goreng.

Reva memberengut, kemudian gadis itu membuka mulutnya dan berteriak, "HUWAA, CAPE BANGET GILA! RASANYA MAU MATI. AHH, NGOMONG AJA CAPEK!"

Semua yang di ruang makan itu terjengkit kaget mendengar teriakan Reva. Serius, anak itu dari kalem langsung teriak aja, kan yang lain jadi gak ada persiapan mental. "Astagfirullah Reva. Istigfar kamu, mau makan itu berdoa, bukannya teriak," ucap Kirana seraya mengelus dadanya.

Reva tak peduli, gadis itu malah menempelkan kepalanya pada meja makan dan mendesah pelan. Kakinya serasa copot sekarang, belum lagi ia memiliki dendam dengan mbak-mbak yang nyaris menyerempetnya tadi. Huh, bebannya sangat berat kali ini.

"Makan, Re, biar capenya ilang," ucap Elvin seraya mengambil cup nasi goreng Reva dan membukanya, kemudian ia kembali menyimpannya di hadapan Reva, tepat di depan kepala gadis itu yang masih menempel dengan meja.

Beberapa detik setelah Elvin berujar seperti itu, Reva akhirnya menurut. Dia mulai membangkitkan kepalanya dan meraih sendok yang sudah tersedia, menyendokan nasi goreng dan segera memasukan makanan itu ke dalam mulutnya.

"Elvin, dua minggu lagi Nathan tunangan, loh, kamu datang yah. Special tante yang undang," ucap Kirana disela sela acara makan mereka.

Elvin yang masih mengunyah makannanya, segera menelan itu. "Iya, tan, tadi juga Reva udah cerita. 2 hari setelah kenaikan, kan, tan?" balasnya.

"Hooh, El. Aduhh, anak tante udah ada yang mau tunangan aja. Gak kebayang kalau nanti nikahan trus punya anak. Woahh banget," ucap Kirana yang hanya dibalas dengan kekehan Elvin saja.

Setelah itu berakhir, tak ada perbincangan apa-apa lagi, mereka sibuk untuk memakan makanan yang ada di depan mereka dalam diam.

=====

Nathan berjongkok tepat di samping Vivi yang tengah terdiam seraya memandangi air kolam renang di depannya. Kedua kaki gadis itu ia masukan ke dalam kolam renang, membuat Nathan yang melihatnya merinding sendiri. Ini sudah malam dan udaranya juga tak bisa dibilang hangat, bahkan Nathan saja sekarang memakai hoodynya. Tapi, entah apa yang merasuki Vivi, gadis itu malah dengan tenangnya merendam kakinya di kolam renang. Luar biasa, mari berikan tepuk tangan untuk Vivi.

"Nat," panggil Vivi tanpa mengalihkan pandangannya dari air. Sepertinya air kolam renang lebih indah dipandang daripada wajah Nathan.

"Apa?" balas Nathan.

Vivi tak langsung menjawab, gadis itu malah kembali terdiam dengan tatapan yang kalau Nathan perhatikan sedikit aneh itu. Seumur umur Nathah kenal dengan Vivi, pria itu sama sekali tak pernah melihat tatapan Vivi yang seperti ini. Aneh sekali.

"Vi," ucap Nathan seraya menepuk bahu gadis di sampingnya itu. Siapa tau kan kalau Vivi sedang melamun sekarang.

Berhasil! Tepukan Nathan berhasil membuat Vivi menatap lelaki itu. Masih dengan tatapan yang sama, Vivi memandang Nathan, membuat Nathan menaikan alisnya kebingungan. "Gue takut, Nat," ucap Vivi tiba-tiba.

Mendengar ucapan Vivi, Nathan semakin kebingungan. Kenapa? Apa ia melihat kunti yang menaiki gajah terbang? Atau kah ada hal lain yang lebih menakutkan dari itu.

Melihat Nathan yang diam dengan ekspresi bingungnya, Vivi melanjutkan. "Gue takut udah hambat kebahagiaan lo, Nat. Gue selalu mikirin itu saat tanggal tunangan kita diputusin. Nat, tolong bilang ke gue kalau lo gak nyesel terima ini. Gue selalu gak enak sama lo. Tiap gue ketemu lo, rasanya ada yang gak enak di hati gue. Takut, takut kalau gue jadi penghambat."

Nathan menghela nafasnya mendengar penjelasan Vivi. Karna itu? Hanya karna hal seperti itu Vivi terlihat berbeda belakangan ini? Sungguh, Nathan kira ada masalah yang super berat yang di hadapi gadis itu.

"Vi, Vi. Gue gak mungkin gak bahagia. Gue bahagia udah bisa penuhin salah satu harapan orang tua gue. Gue bahagia tau perjodohan itu sebelum gue suka sama cewe lain. Gue bahagia karna lo yang akan jadi pendamping gue. Lo tau gue lebih dari siapapun, begitupun gue. Gue tau lo, mungkin lebih dari siapapun juga, lebih dari Reva, dari Andra, bahkan dari orang tua lo sendiri. Jadi, stop pikirin yang aneh-aneh. Gue sama sekali gak nyesel."

Mendengar ucapan panjang lebar Nathan, Vivi malah menunduk, meskipun Nathan bilang begitu, tetap saja Vivi merasa ada yang ganjal.

"Udah lah, Vi, gak usah dipikirin," ucap Nathan seraya bangkit berdiri. Pegal juga dia berjongkok cukup lama di samping Vivi. "Ayo masuk, lo udah terlalu lama kosplay jadi duyung," lanjutnya seraya mengulurkan tangannya ke arah Vivi.

Vivi yang memang sudah merasa dingin, menyambut uluran tangan Nathan, membuat Nathan segera menarik gadis itu untuk bangkit.

Saat Vivi sudah berdiri sempurna, Nathan segera membawa gadis itu memasuki rumahnya. "Balik jadi Vivi yang biasanya, Vi. Kasian orang-orang di sekitar lo yang khawatir."

=====

Krisar+votenya maniez!

----------TBC---------

HAMA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang