[]Part 10[]

605 92 16
                                    

Biasakan untuk vote dan komen, maniez-!

Ditengah melajunya Ferrari Andra, Nathan menyandarkan punggungnya dan memejamkan matanya singkat. Setelahnya, Nathan melirik Andra sekilas. Ada sesuatu yang ingin ia sampaikan pada temannya itu.

Nathan menghembuskan napasnya, pandangannya tertuju kedepan, menyorot bagian belakang mobil yang melaju mulus di depannya. "Besok... gue pindah ke Kebaktian," ujarnya.

Vivi yang tengah memainkan handphonenya seketika berhenti saat mendengar penuturan Nathan. Gadis itu cukup kaget mendengar Nathan yang tiba-tiba berujar demikian.

Lain halnya dengan Andra, pemuda yang tengah fokus menyetir itu sama sekali tak merasa terkejut. Ia sudah memprediksikan kalau hal ini pasti akan terjadi, sebab, Andra sudah tau tabiat dan jalan pikirnya Nathan.

"Nat, lo... serius?" tanya Vivi memandang kursi yang diduduki Nathan.

"Iya, Vi," jawabnya singkat.

"Oh," balas Vivi tak kalah singkat. Gadis itu memperhatikan Nathan dari belakang dengan sorot yang sama sekali tak bisa diartikan. "Tapi, Nat, olimpiade gimana? Lo kan masih harus wakilin SMA Kesatuan buat maju ke tingkat Kota."

"Nggak gimana-gimana, Vi. Masih ada Rehan atau Zian yang bisa gantiin gue. Lagian, Pak Nichol emang mau ganti formasi buat olim selanjutnya," jawab Nathan.

Vivi tersenyum kecil, sangat kecil, dia memilih menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Menarik napasnya kuat lalu menghembuskannya. "Oh, yaudah kalau gitu. Semoga lo betah ya, Nat." ujarnya yang hanya diangguki Nathan.

Beberapa saat kemudian mobil Andra telah sampai di depan rumah Nathan. Setelah Andra menyalakan klakson mobilnya, gerbang pendek yang membatasi rumah, terbuka. Sosok Pak Ilham terlihat jelas di mata Nathan dan kedua temannya.

Andra kembali melajukan mobilnya, memarkirkan mobil itu di lahan yang tersedia. Setelahnya Nathan, Andra, dan Vivi turun secara bersamaan.

"Assalamu'alaikum," ujar ketiganya seraya masuk ke dalam rumah.

"Waalaikumsalam," jawab seseorang yang Nathan yakini adalah Bi Anung.

Nathan segera berjalan menuju tangga, menaiki tangga itu guna sampai di kamar Reva. Vivi dan Andra secara setia mengekor di belakangnya.

Nathan membuka pintu kamar Reva lebar-lebar. Kedatangannya langsung di sambut dengan tatapan tajam Kirana dan tatapan datar Mahes--suami Kirana-- yang masih berstelan formal.

Nathan berjalan kaku seraya menggaruk belakang kepalanya yang sama sekali tak terasa gatal.

"Om, tante," sapa Vivi ramah seraya sedikit menundukan kepalanya pada Mahes dan Kirana. Hal itu disambut dengan senyum ramah pasangan suami istri itu.

Kirana yang sempat tersenyum, kembali meluruskan bibirnya itu. Ia kembali menatap Nathan dengan garang. Hal itu juga terjadi pada Mahes. Kedua orang itu seakan ingin menerkam Nathan sekarang juga.

"Mah, Pah, kenapa, sih? Hawa-hawanya suram banget," ujar Nathan.

Baik Kirana maupun Mahes, keduanya sama-sama tak menjawab. Pasangan suami istri itu malah bangkit dari duduk mereka dan berjalan semakin dekat ke arah Nathan.

Nathan memandang heran orang tuanya, namun entah kenapa rasa ngeri tiba-tiba menerjang dirinya. Dengan langkah perlahan Nathan berjalan mundur, kedua tangannya terangkat membuat tanda 'stop' pada orang tuanya. "Maafin Nathan. Nggak sengaja sumpah," ujarnya.

Kirana dan Mahes saling berpandangan, kemudian kedua orang itu mulai menerbitkan senyum cerahnya. Setelahnya Mahes dan Kirana menatap Nathan penuh minat.

"Uang jajan kamu Papa tambahin 10 ribu."

"Mama beliin helm baru buat kamu ya, Nat."

Nathan menjatuhkan rahangnya saat mendengar kalimat yang meluncur mulus dari mulut kedua orang tuanya. "Kok? Maksudnya? Hah?"

Kirana dan Mahes sama-sama terkekeh dan memandang Nathan penuh gairah. Mahes menepuk pundak Nathan. "Dendam Papa sama Mama ke siapa itu, si Alvano Alvano itu udah kamu bayar, Nat. Makannya kita kasih hadiah."

"Alvaro, Pah," koreksi Kirana yang tak ditanggapi Mahes.

Nathan cengo ditempat, setelahnya dia berbalik dan memandang Andra. "Khawatir dari mana, Dra. Mereka malah seneng," ucapnya.

Andra hanya terkekeh pelan saja, dia juga sebenarnya ngasal bilang kalau Kirana sedang khawatir di rumah. Toh, dia tidak mampir ke Rumah Nathan dulu tadi.

"Tante, Reva tidur, ya?" ucap Vivi yang membuat Nathan dan Andra segera mengalihkan tatapan mereka ke arah kasur. Dimana Reva terlihat terbaring dengan selimut yang menutupinya hingga leher.

Kirana memandang Reva, bibirnya terangkat menciptakan senyum tipis. "Hooh, Vi. Reva akhirnya tidur abis dipeluk bapaknya," ucap Kirana, "seneng banget tante," lanjutnya.

Vivi mengangguk-nganggukan kepala. "Yaudah, Tan. Kalau gitu aku sama Andra pamit pulang aja," tuturnya.

"Pulang? Kok cepet banget, sih? Main aja dulu disini sama Nathan," balas Kirana.

Vivi tersenyum manis seraya menggeleng. "Nggak, Tan. Aku sama Andra sebenarnya harus ketemu pembina organisasi di sekolah."

Kirana mengangguk-nganggukan kepalanya, bibirnya terbuka membentuk huruf 'O'. "Yaudah deh. Bu Ketos sama Pak Waketos mah beda. Sibuk semua," ujarnya, "Nathan, anter Andra sama Vivi ke depan sana," lanjutnya yang diangguki Nathan.

Setelah Vivi dan Andra menyalimi Mahes dan Kirana, ketiga orang itu segera keluar dari kamar Reva. Meninggalkan Kirana dan Mahes yang memandang kepergian mereka.

Setelah Mahes memastikan ketiga remaja itu sudah jauh dari kamar Reva, lelaki itu memandang Kirana. Menggaruk kepalanya dan menampilkan raut herannya. "Mah, 10 ribu nggak kebanyakan, kan?" tanyanya, "Kok Papa jadi nyesel, yah?"

Kirana balas menyorot suaminya, ia melemparkan tatapan menyebalkan dan tangannya terangkat memukul bahu suaminya. "Nggak boleh medit sama anak. Udah kaya juga," ujarnya.

"Iya juga, ya, Papa udah kaya raya. Nggak jadi nyesel, deh," tutur Mahes disertai senyum merekahnya.

Kirana tak membalas itu, dia kini mengangkat tangannya, mengibas-ngibaskan tangan itu seperti gerakan mengusir. "Dahlah-dahlah, sana Papa mandi. Bau banget, sih, mana tadi kemejanya kena ingus Reva lagi. Sana bersih-bersih. Biar nggak ditempelin setan" ujarnya.

Mahes hanya tersenyum. Dia sama sekali tak merasa tersinggung. Toh, dirinya sudah kebal dengan hal-hal seperti itu. Kenyang dia 24 tahun hidup dengan Kirana dan semua komentar-komentarnya.

Mahes segera berjalan ke arah pintu kamar Reva, keluar dari kamar putrinya dan masuk ke kamarnya sendiri guna membersihkan diri. Gitu-gitu juga Mahes itu tipikal suami yang penurut.

Kirana yang masih berada di kamar Reva tersenyum sumringah, wanita itu melirik Reva sekilas, sebelum akhirnya dia melompat dan mengepalkan tangannya ke udara. "Yess, Papa pulang-!" pekiknya tertahan.

=====

Yah, oke, dah nyampe part 10 aja. Gimana maniez sama part ini? Pertama kali ketemu sama bapaknya Reva. FI ke om Mahes apa nih? Skskskskksk.
Dahlah, janlup Votenya yah. Krisar juga selalu dinanti oleh ku yang maniez ini😉

----------∆TBC∆----------




HAMA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang