Hampir seluruh pandangan para tamu terarah pada sebuah mobil ferrari merah yang berhenti di tempat acara setelah menabrak salah satu meja yang ada disana.
Tepat setelah mobil itu berhenti, pintu di samping kemudi terbuka dan memunculkan sosok gadis berdress biru tua dengan kondisi make up yang sangat memprihatinkan. Gadis itu berlari menuju pusat acara tanpa memperdulikan tatapan para tamu yang menyorotnya aneh.
Beberapa kali sang gadis menabrak orang-orang yang ada disana, namun, ia sama sekali tak gentar. Reva, sang gadis itu terus berlari mencari seseorang yang sejak tadi memenuhi pikirannya.
"Nah, sekarang sudah saatnya kita menuju puncak acara."
"Untuk kedua pihak, silahkan menuju tempat yang sudah ditentukan."
Dapat! Suara dari pembawa acara itu, membuat Reva tau dimana pusat acara ini berada. Reva berlari menuju ke dalam rumah Vivi, terus berlari hingga ia menemukan orang-orang yang melingkari sesuatu. Reva menerobos lingkaran manusia itu, hingga akhirnya ia bisa melihat sosok Nathan dan Vivi yang tengah saling berhadapan dengan Nathan yang berposisi hendak memasangkan cincin pada jari Vivi.
Reva memegang kedua lututnya dengan nafas yang terenggah-enggah. Serius, berlari di halaman rumah Vivi, sama saja seperti menjelajah setengah lapangan di sekolahnya. Luas sekali.
Reva memusatkan pandangannya pasa sosok Nathan. Tak ada yang menyadari kehadirannya disini, sepertinya orang-orang sangat terpikat untuk memperhatiakan kedua orang di depan mereka.
"Sip! Kedua tokoh utama sudah siap memimpin acara puncak. Ayo pasangkan cincin yang menjadi simbol kepemilikan di jari masing-masing."
"Kita hitung sampai tiga, yah... Satu... Dua... Tigaaaa."
Tepat setelah sang mc menyelesaikan hitungannya, Nathan memegang tangan yang Vivi sodorkan, pria itu mulai mendorong cincin yang terhimpit di antara jempol dan telunjuknya. Sedikit lagi cincin itu menyentuh jari Vivi, namun, gerakannya terhenti saat sebuah teriakan yang sangat ia kenali terdengar memenuhi ruangan.
"NATHAN! GUE SUKA SAMA LO! KALAU LO MASUKIN CINCINNYA, MATI AJA SANA!"
Bisik-bisik seketika terdengar saat Reva selesai mengutarakan apa yang harus ia utarakan. Tatapan tak mengerti hingga sinis dari para tamu, kini terarah pada sosok Reva yang masih terenggah-enggah dengan nafasnya.
"HEH! GUE GAK AKAN BIARIN YAH VIVI TUNANGAN SAMA ORANG YANG GAK BISA BALES PERASAAN DIA!"
"GAK MAU TAU! VIVI GAK BOLEH TUNANGAN SAMA ORANG KAYAK LO. VIVI HARUSNYA BISA TUNANGAN SAMA COWO YANG CINTA DIA LEBIH DARI DIRINYA SENDIRI. LO GAK PANTES NATHAN! LO CUMA BISA TUNANGAN SAMA GUE! LO MILIK GUE NATHAN."
Nathan menurunkan tangannya, tak jadi memasangkan cincin pada jari Vivi. Nathan dan Vivi saling berpandangan, keduanya masih tak mengerti dengan kejadian ini. Mimpi? Atau prank? Tunggu, apa ini kenyataan?
Saat semua memandang Reva tak mengerti, Andra melangkah menuju seseorang yang ia yakini adalah pembawa acara. Tanpa kata apapun, pemuda itu merebut mic yang dipegang sang mc. "Mohon maaf saya ambil alih. Acara selesai, terima kasih sudah hadir disini. Yang tidak ada kepentingan mohon pamit undur diri. Sekian," ucapnya.
Suasana semakin ricuh, para tamu undangan saling membicarakan tindakan Reva dan Andra yang seenaknya menghentikan acara. Mereka sama sekali tak memperdulikan perintah Nathan untuk undur diri. Jelas akan seperti itu, karna mau bagaimanapun mereka hanya menganggap Andra dan ucapannya hanya main-main belaka.
Reva yang masih di posisinya semula kini terpaksa harus bergerak saat dirinya tiba-tiba diseret begitu saja oleh seorang wanita paruh baya yang ia kenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAMA [COMPLETED]
Teen FictionBagi Reva, Nathan adalah Hama. Bagi Reva, kakak angkatnya itu adalah makhluk paling meresahkan yang pernah ia temui. Dan bagi Reva, hidup tanpa Nathan adalah impian jangka panjangnya. Bagi Nathan, Reva adalah adik yang sangat menggemaskan. Saking me...