"HEWLLO EPRIWBADEH, PWINCESS REVWAH PUWLANG NICH."
Baru saja Reva menginjakan kaki di rumahnya, ia sudah berteriak heboh memberikan informasi kalau dirinya telah pulang. Padahal mah nggak ada yang ngarepin dia buat pulang.
"HELLO... MENGAPA TIDAK ADA YANG MENYAHUT INI," teriak Reva lagi karena teriakannya yang tadi tidak ada yang membalas.
"REVA! ANAK PERAWAN ITU GAK BOLEH TERIAK-TERIAK KAYAK GITU. PAMALI TAU!"
Reva meringgis mendengar teriakan Ibuunya yang jauh lebih kencang. Ia lupa kalau Ibunya itu hobi sekali mengomentari hidupnya.
Reva kini berjalan ke arah dapur, dimana Ibunya berada. Menghampiri wanita paruh baya itu dan menaruh dagunya pada pundak Kirana.
"Ma, masak apa, Ma?" tanya Reva sambil melihat-lihat masakan Kirana.
Kirana melirik Reva sinis. "Kamu itu cewek, masa nggak tau ini namanya apa?! Nanti gimana kalau punya suami, hah?!" ucap Kirana.
Reva kembali meringis, padahal kan tadi dia cuma basa-basi aja nanya gitu sama Ibunya. Bagaimanapun juga Reva tahu kalau Kirana sedang masak sayur asem dan tempe goreng.
"Basi-basi doang, Ma, galak amat kek kunti jahat aja," balas Reva, tangannya terulur berniat menyomot 1 tempe goreng yang sudah matang.
Baru saja tangan Reva menyentuh tempe itu, tangan lainnya malah menepis tangan Reva. Sontak Reva terkajut, rasanya ia terzholimi karena tangannya ditepis oleh Ibu sendiri. Menyedihkan.
"Biasain kalau mau makan tuh cuci tangan dulu. Hidup bersih, Re, biar berkah," kata Kirana yang kini sudah kembali sibuk dengan masakannya.
Reva mencebikan bibirnya kesal, disaat seperti ini kenapa Reva merasa Ibunya sangat menyebalkan? Tolong, ampuni Reva yang berpikir begitu.
"Iya-iya Ratu, ini Reva mau cuci tangan," balas Reva sambil berlalu menuju wastafel untuk cuci tangan.
Selesai dengan kegiatan mencuci tangannya, Reva kembali ke sebelah Kirana, ia akhirnya melaksanakan niatnya buat memakan tempe goreng buatan Ibu tercinta.
"Ma, nih, ya, saran Reva, kalau masak itu banyakin micinnya napa, dari orok nih Reva kalau makan masakan Mama suka kurang gurih mulu. Beda banget sama masakannya tante Sri, tante Ayu, tante Mae dan tante-tante tetangga lainnya. Lagian, ya, Mama tuh kenapa nggak suruh Bi Anung aja, sih, yang masak?" ujar Reva sambil mengunyah tempe.
Kirana melirik putrinya itu sebentar. "Suka-suka Mama, lah, Re, orang Mama yang masak ini. Kamu mah yang cuma makan diem bae, Re, bisanya protes mulu, bantuin enggak. Nggak ada akhlak banget," balas Kirana.
Reva yang mendengarnya berhenti mengunyah, ini Ibunya kalau ngomong kenapa nge-jlebb gitu? Heran Reva tuh selalu dinistain sama Ibu sendiri.
Tanpa menjawab ucapan sang Ibu, Reva berlalu pergi meninggalkan dapur. Ia menaiki tangga menuju kamarnya yang ia rindukan itu.
Tak lama ia rebahan santai di dalam kamar, ia mendengar ada seseorang yang mengetuk pintunya dengan tak sabaran.
Tok... tok.. tokk.. tokk... tok... tok... tok...
"Re, buka, Re, itu ada Varo di ruang tamu. Katanya nyariin lo, Re."
Reva yang sedang memejamkan matanya itu seketika membuka matanya. Dengan gerakan cepat ia menuju ke sebuah cermin full body di pojok kamarnya. Memperhatikan penampilannya dari atas sampai bawah. Ia masih mengenakan seragam lengkap sekarang.
"Re, buru napa. Itu katanya mau balikin sesuatu. Gue tagih malah kagak mau balikin," ujar Nathan di balik pintu kamar Reva.
Selesai dengan acara bercerminnya, Reva kini berlari cepat menuju pintu kamarnya. Ia membuka pintunya dan dengan langkah yang buru-buru ia mulai menuju ke arah tangga, melewati Nathan yang diam-diam menahan senyumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAMA [COMPLETED]
Fiksi RemajaBagi Reva, Nathan adalah Hama. Bagi Reva, kakak angkatnya itu adalah makhluk paling meresahkan yang pernah ia temui. Dan bagi Reva, hidup tanpa Nathan adalah impian jangka panjangnya. Bagi Nathan, Reva adalah adik yang sangat menggemaskan. Saking me...