✨Upaya Menata Hati✨

212 36 6
                                    

Bab 9
°°°°°°
Terlalu malam ya update-nya.
Lagi ngedit bab lainnya, soalnya banyak dialog tag yang kurang bener.
Selamat membaca ya~

Pukul setengah sepuluh pagi, Atiya mengetuk pintu kamar putrinya. Ia langsung menyodorkan tas jinjing berisi dua kotak berisikan bolu yang ia buat kepada Omaira begitu sosok putrinya keluar. Putrinya itu menatap dirinya dengan tidak mengerti. Atiya menyerahkan hingga mau tidak mau Omaira menerimanya walau tidak mengerti untuk apa mamanya memberitakan bingkisan bolu kepadanya?

"Tolong kamu anterin ke rumah Juan."

"Ma? Yang bener aja dong."

"Dengerin mama ya. Yang putus itu cuma hubungan kamu sama Juan. Hubungan mama sama Juan bukan berarti harus putus setelah kamu sama dia udahan. Ngerti Omaira Lamiah Tharifah?" terang Atiya pada sang putri.

"Ma?" Omaira menatapnya memohon.

"Omaira, silaturahmi harus tetap terjalin. Kamu udah dewasa, jadilah dewasa."

Kesal tentu saja. Omaira berkata dengan ketus, "Kenapa mama enggak antar sendiri?"

"Mama minta tolong, Kak. Tolong ya?"

"Ma, enggak perlu sampai kirim bolu segala. Enggak enak sama istrinya." Omaira menyuarakan penolakan.

Omaira berharap sang mama mengerti. Namun, Atiya tetap memaksa dengan berbagai macam omongan. "Bentar, Ma. Oma telepon Juan dulu. Kalau dia bilang nerima, Oma antar ini bolu. Kalau dia nolak, mama enggak perlu baik-baik lagi sama dia. Sepakat ya?"

Atiya mengangguk, menyepakati apa yang Omaira katakan. Ia yakin Juan tidak akan menolak pemberiannya. Omaira menelepon Juan dan mengaktifkan mode loudspeaker agar mamanya bisa ikut mendengar jawaban Juan juga.

"Halo?"

"Ya?"

Ya ampun, betapa Omaira merindukan suara pria ini. "Mama ada buat bolu untuk kamu. Boleh saya antar?"

Juan tidak langsung menjawab. Atiya fokus menatap Omaira yang fokus menatap layar ponselnya. "Enggak usah—"

Sambungan terputus.

Atiya mengerjapkan mata.

"Mama denger sendiri 'kan?" Omaira menyerahkan kembali bungkusan yang ditangannya ke Atiya. "Oma akan makan ini bolu, mama tenang aja. Udah, enggak usah mikirin Juan. Dia udah bahagia sama istrinya, Ma."

Atiya berlalu dari hadapan putrinya.

Omaira menatap kepergian ibunya yang sepertinya pergi ke meja makan dengan miris. Hah, ia sudah menebak itu kata yang akan Juan katakan. Makanya langsung ia matikan sebelum Juan sempat mengucapkan kalimat lengkapnya. Ia tahu Juan terdiam bukan karena hendak menolak, tapi mungkin karena ia terkejut dirinya yang menelepon. Terakhir kali ia mengatakan agar tidak ada komunikasi dalam bentuk apapun.

Mungkin kalimat yang hendak pria itu katakan seperti, "Enggak usah repot-repot antar, Ma. Biar saya yang akan ambil ke rumah.". Omaira tahu jika ia egois. Namun, hatinya yang terluka butuh waktu untuk sembuh. Dan salah satu cara untuk menyembuhkannya dengan cara memutus semua komunikasi langsung antara dirinya dan juga Juan, termasuk orang-orang yang berhubungan dengan pria itu.

Omaira menatap ponselnya yang langsung mendapat panggilan masuk dari Juan. Ya Tuhan, rasanya Omaira ingin sekali mengangkat panggilan dari Juan dan berbincang seperti dulu. Namun, otaknya bekerja dengan baik daripada hatinya. Juan sudah menjadi milik wanita lain, ia tidak akan sudi menjadi wanita yang berpotensi menjadi perebut kebahagiaan wanita lain.

Regret Nothing (STORI KOMPLET)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang