Bab 17
°°°°°°°Darmani menjentikkan jari di hadapan Gaelan yang baru saja datang dan mengambil duduk di sebelahnya. Gaelan menghela napas, ia tahu apa yang akan ibunya katakan. Dua hari di penghujung minggu adalah jadwalnya pulang setelah selama sebulan tinggal di rumah atas permintaan sang ibu. Sudah satu bulan dua minggu ia kembali tinggal di apartemennya.
“Gimana? Udah berhasil belum?”
Kan, Gaelan sudah hapal pertanyaan yang terus ibunya tanyakan saat mereka bertemu. Dengan malas, Gaelan menjawab, “Masih proses.”
“Proses terus jawabannya.”
“Ya namanya usaha.”
“Usaha kamu apa? Kamu ngapain aja sih, lama banget usahanya? Udah seberapa jauh? Udah utarain perasaan kamu?” cecar Darmani yang hanya mendapat kedikan bahu putranya.
Darmani mencubit gemas pipi Gaelan. “Kelamaan kamu, Mas. Nyatain aja perasaan kamu kalau bingung gimana ngomongnya. Baru ajak dia ketemu ibu kalau gayung bersambut. Inget loh, waktu kamu tinggal dua minggu lagi.”
“Iya.”
“Ibu panasin makan dulu, kamu pasti belum sarapan.” Darmani pergi meninggalkan Gaelan sendiri di ruang keluarga.
Gaelan berpikir, dua bulan ini memang ia tidak terlalu gimana-gimana dengan rencana awalnya. Mengejar Syifala tidak menjadi prioritasnya lagi. Kebersamaannya dan juga Omaira membuatnya seperti “jalanin aja gimana nanti akhirnya”. Ia juga tidak terlalu memikirkan perjanjiannya dengan sang ibu yang hanya tersisa dua minggu lagi.
Gaelan menghela napas, ke mana otaknya dua bulan ini? Tujuannya masih sama ‘kan? Komunikasi intensif antara dirinya dan Omaira pun karena membahas rencananya ‘kan? Ia masih mengincar Syifala untuk menjadi istrinya. Sepertinya ia memang harus mengikuti saran ibunya. Ia akan menyatakan apa maunya pada Syifala nanti.
Gaelan menyandarkan tubuh di sofa. Ia memejamkan mata. Memikirkan mengenai berbagai pemikiran yang menganggu dirinya tiba-tiba. “Gak mungkin lo jadiin Omaira sebagai kandidat, Gaelan Hideaki Dewandaru,” Ia menolak pemikiran yang dirasanya tidak pernah ia bayangkan. “Omaira itu cukup jadi partner misi, bukan yang lain.”
Gaelan membuka mata, ia melihat pesan terakhir yang ia kirimkan pada Omaira.
Lo udah makan?
Gaelan menggeleng begitu membaca pesan yang satu jam lalu ia kirimkan masih dalam kondisi centang satu. Artinya ponsel gadis itu belum nyala hingga detik ini. Ia hapal dengan sendirinya bagaimana pola hidup yang Omaira jalani. Akhir pekan seperti ini, gadis itu pasti tidak mengaktifkan ponselnya pagi-pagi. Katanya, lebih enak menghabiskan waktu bersama mama dan adiknya.
“Omaira.” Gaelan mendesiskan namanya dengan mata yang sudah terpejam kembali.
“Siapa tuh, Mas?” tanya Darmani yang hanya mendengar belakangnya saja, Ira.
Gaelan mengintip sedikit melihat sang ibu. “Temen.”
“Kirain gadis incaran kamu, Mas,” Darmani menepuk bahu Gaelan. “ayo makan dulu, habis makan anterin ibu.”
“Ke mana?”
“Ibu mau ambil pesenan kue. Gak enak ah tiap pesan diantar terus sama anaknya. Sekalian nanti pulangnya kita belanja ya.”
Gaelan mengangguk saja. Ia menyantap apa yang disediakan sang ibu dengan lahap. Darmani pergi ke kamar untuk ganti baju dan berdandan tentunya. Gaelan menandaskan makanannya dengan cepat. Ia menghabiskan waktu dengan memainkan permainan teka-teki di ponselnya sembari menunggu ibunya selesai berdandan.
![](https://img.wattpad.com/cover/252029438-288-k184437.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Regret Nothing (STORI KOMPLET)
Romance"Gue mau Syifala Nora Talita jadi istri gue." "Istri orang itu!" "Gue bakal minta ke orang tuanya langsung." "Gak waras." Omaira Lamiah Tharifah menyimak percakapan para pria yang semeja dengannya. Mendengar tekadnya saat mengutarakan apa yang diing...