Setelah bertemu dengan Mbak Nur serta Mbak Sum penjaga kedai kopi di desa sebelah. Tanpa sadar semangat yang tadinya mengendur dan tak peduli dengan orang lain kini mulai berubah.
Jika bukan aku siapa lagi yang akan mengakhiri teror hantu pengantin Mbak Murti? Niat kami yang sebelumnya ingin bertanya langsung pada Mas Supardi di mana tempat ia menyimpan tali kafan tengah Mbak Murti.
Mendapat kendala serta jalan buntu, karena mas Supardi meninggal dunia lebih dari seminggu yang lalu.
"Kita tanya langsung saja ke mas Supardi gimana? Kalo kita desak bersama-sama dengan memberikan sedikit ancaman pasti dia akan menunjukkan letak di mana tali kafan mbak Murti di sembunyikan." Usulku pada Raya dan Lena.
Mereka berdua langsung saling bertukar pandang sebelum kembali melihat padaku, "kenapa?" Tanyakan tak mengerti dengan sikap kedua temanku tersebut.
"Awakmu gurung eruh?" (Kamu belum tahu?) Tanya Lena dengan suara datar.
"Gimana mau tau, cerita aja belum." Jawabku ketus.
"Tenane?" Tanya Lena lagi menegasakan.
"Alah mboh Len," sahutku asal karena kesal.
"Kang Supardi iku wes mati wingenane dowo Ri," (Mas Supardi itu sudah meninggal kemari lusa Ri,) sela Raya menjelaskan.
Kemudian kami berdiskusi tentang di mana letak tali kafan tengah mbak Murti di sembunyikan, dan kami membagi tugas untuk misi kecil itu.
Lena bertugas memeriksa rumah mas Supardi, karena keluarga Lena sendiri terbilang dekat dengan keluarga mas Supardi. Sedangkan aku dan Raya mencari informasi di desa.
Bahkan Egi yang tak tahu apa-apa saat itu di seret paksa oleh Raya untuk ikut andil mencari informasi tentang mas Supardi. Apa yang di lakukan mas Supardi sebelum meninggal, setiap orang yang kami tanyai tentang mas Supardi malah berbalik menaruh rasa curiga.
Penantian lama terbayar dengan sebuah informasi dari salah seorang warga yang di katakan Egi kepada kami bertiga. Menurut penuturan Egi dari yang ia dapat dari seorang narasumber warga desa menyebutkan jika, mas Supardi sering terlihat berjalan seorang diri ke arah kuburan tua di bawah bukit sambil menenteng tas plastik hitam.
Lokasi kuburan tua itu berada di bawah bukit kecil sebelah Utara perkebunan kopi. Kuburan tua itu sudah tidak di gunakan, karena letaknya yang amat jauh dari pemukiman juga kuburan yang di maksud sudah ada sejak jaman penjajahan.
Hari di mana kami bertiga sepakat akan menuju kuburan tua itu adalah setelah petang. Dengan bantuan Egi yang khawatir terjadi apa-apa lagi kepada Raya semakin memudahkan rencana kami.
Namun, sialnya sore itu keluar besar Vino datang berkunjung ke rumah si Mbok. Pakde Awing dan si Mbok membicarakan tanggal dan hari acara pernikahanku dan Vino. Karena kedatangan keluarga Vino saat itu membuat diriku tak bisa kemana-mana, padahal aku sudah berjanji untuk pergi ke kuburan tua guna mencari seutas tali kafan mbak Murti.
Situasi semakin menegang saat ayah Vino bertanya kepadaku, "Nduk, wes siap tenan? Atimu wes mantep nerimo anakku?" (Nak, sudah benar-benar siap? Hatimu sudah mantap menerima anakku?)
Karena gelisah dengan tingkah Raya serta Lena yang mondar-mandir di jalan depan rumah sambil menaiki motor. Aku tak sadar sudah menjawab, "i-iya" padahal aku sendiri belum kenal lama sosok Vino.
Masa bodolah dengan urusan Vino saat itu, aku terus berpikir mencari alasan bagaimana keluar dari situasi saat itu.
Vino yang saat itu memperhatikan diriku tengah gelisah, dengan cara duduk tak tenang mulai melihat ke arah luar. Karena sedari tadi aku terus melihat ke arah luar di mana Raya dan Lena masih mondar-mandir menungguku untuk segera keluar dari rumah.
![](https://img.wattpad.com/cover/250555740-288-k649479.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MEMEDON MANTEN
Horreur#2 in Horor Tentang sebuah cerita masa lalu yang masih terekam jelas dalam memori ingatanku. Sebuah teror hantu wanita yang tidak lain adalah Murti, kakak sepupuku itu meninggal satu jam sebelum melakukan akad nikah. Saat malam datang, suara nyanyi...