BAGIAN 2

7.2K 585 31
                                    

Hening!

Senyap tanpa ada sedikitpun suara yang kudengar malam itu. Di sisiku, mbak Fika meringkuk sambil memeluk kedua lututnya yang tertutup selimut.

Saat aku menatapnya, mbak Fika hanya menggeleng pelan tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Hembusan angin bertiup pelan di dalam ruangan kamar tempat kami berdua berada.

Kembali terdengar suara dari luar rumah, namun, saat itu yang terdengar adalah bunyi lonceng yang biasa di gunakan pada kalung sapi.

Pelan, namun sangat jelas sekali terdengar di telinga kami berdua. Aku yang saat itu belum begitu mengerti tentang kejadian aneh yang terjadi, hanya berdiam diri di samping mbak Fika.

Jelas sekali terlihat jika malam itu Mbak Fika amat ketakutan oleh sesuatu. Sesaat, sebelum aku berfikir tentang apa yang terjadi, kami berdua di kejutkan oleh suara atap plafon yang berbunyi keras. Suaranya seperti tertimpa benda keras dari atas rumah.

Jantung seakan lepas dari tempatnya setelah bunyi keras dari plafon rumah tadi. Saat itu posisi kami berdua meringkuk di atas ranjang bersandar pada dinding kamar.

Keanehan mulai terjadi saat itu, gelas berisi air putih yang terletak di atas lemari tiba-tiba berpindah. Yang tadinya berada di tengah setelah suara keras plafon terjadi, gelas tersebut sudah berada di pinggir papan atas lemari.

Juga, dari luar terdengar suara nyanyian yang menyayat hati. Suara tangisan pilu dari seorang wanita yang mendendangkan lagu Jawa jaman dahulu, 'yen ing Tawang Ono lintang, cah ayu' lirih suaranya terdengar dari arah depan rumah.

Dada terasa sesak saat mendengar suara nyanyiannya. Seakan-akan membawaku ikut larut dalam kesedihan yang sedang ia rasakan. Meski sudah kututup erat kedua telingaku, suara nyanyian seorang wanita itu masih jelas terdengar.

Samar, bau bunga melati tercium hidung. Bau bunga melati itu tercium dari arah luar melalui jendela kamar.

PYARRR ...

Belum sempat rasa heran terjawab tentang suara nyanyian tembang Jawa, suara gelas pecah dari atas lemari membuat kami berdua berjingkat bersamaan seketika.

Kejadiannya sangat cepat, dan mungkin hanya aku yang belum menyadari apa yang sedang terjadi saat itu. Aku tidak bisa berpikir jernih, semua yang terjadi begitu sukar untuk di nalar oleh akal sehat.

Lampu kamar mulai berkedip cepat, bersamaan dengan itu pintu kamar yang sudah jelas tertutup rapat mulai terbuka sedikit. Suara decitan pelan muncul dari pintu yang bergerak dengan sendirinya.

Bersamaan dengan lampu yang berkedip, membuat suasana kamar terlihat gelap sesaat. Mataku yang sengaja melihat ke arah pintu yang sudah terbuka sedikit, melihat dengan jelas sepotong tangan berkulit pucat sedang memegang daun pintu.

Deg!

Untuk pertama kalinya aku merasakan suasana yang terasa mengancam. Tidak bisa kujelaskan bagaimana suasana hatiku saat itu, yang jelas ketika detak jantung terpacu cepat di tambah suhu udara yang amat dingin, membuat rasa ketakutan dalam diriku semakin tumbuh subur menjalari tubuhku.

Suara-suara aneh mulai terdengar dari tembok bagian luar, tepatnya di luar kamar tempat kami berdua berada saat itu. Suara yang mirip cakaran pada dinding tembok berulang kali terdengar, di susul dengan suara jeritan di tengah malam yang mengema ke dalam rumah.

Keringat dingin sudah membanjiri tubuh kami berdua. Dan lagi-lagi telingaku mendengar jelas suara decitan pelan, 'krieet ...' suara itu berasal dari kedua pintu lemari di dalam kamar.

Sunyi.

Suasana kembali senyap, namun rasa ketakutan dalam diriku begitu besar. Perasaanku mulai peka oleh kehadiran sosok yang tidak kasat mata, dalam suasana gelap gulita itu pendengaran mulai peka terhadap suara-suara kecil di sekeliling.

MEMEDON MANTENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang