TPO; 10🥀

81 19 71
                                    

• LavenderWriters Project VI •

• Turn Past On © Kelompok 04 •

• Part 10 By : @Fanvaa •

Kamis, 28 Januari 2021 •

---

H A P P Y  R E A D I N G

Arzan mengetuk-etukan bolpointnya di meja belajar, berfikir, dengan tatapan menerawang mencari ide-ide baru untuk mendekati Tamara. Gadis jutek itu menyebalkan, walaupun itu malah membuatnya semakin manis.

Bukannya belajar mapel sekolah, pemuda itu malah memikirkan kisah romansanya bersama Tamara, yang belum tentu jodohnya.  Sesekali, senyam-senyum saat sekelibat ingatan halu lewat dalam fikiran.

Tubuhnya menegak lurus, tatapanya kian berbinar. "Gue udah tahu letak rumahnya Ara ... jadi, kenapa enggak?" gumamnya senang. Lalu, kembali menunduk dengan lesu.

"Tapi, kalau enggak pake alesan, entar Tamara kegeeran gak ya?" tanyanya kepada diri sendiri.

Jika tanpa alasan ia pasti akan di tolak mentah-mentah oleh si doi, Arzan kembali mengetuk-etukan bolpointnya ke meja. Pusing sendiri mencarinya, tapi pemuda berkaos oblong hitam itu tidak menyerah.

Sampai, pintu kamar diketuk.

"Arzan, makan malam!" seru Anita dari luar, wanita berbusana daster kembang dengan tangan membawa sebuah koran yang akan ia berikan kepada sang suami.

"Astagfirullah, gini amat emak gue." Arzan tersentak kaget, lalu beranjak keluar kamar untuk makan malam yang tadi ia lewatkan bersama keluarga.

Di balik pintu, Anita terus menghembuskan nafas, lama-lama kesal sendiri mengapa sang putera belum keluar juga dari dalam kamar. Hendak maju, menerobos masuk, tetapi sosok anak tampannya ini sudah keliatan.

"Lama banget kamu!" semprotnya marah, berbeda dengan respon tangannya yang langsung bergerak mengusap pipi sang anak dengan super lembut. "Jangan telat makan, Mamah gak mau ya perut kamu itu kumat. Bikin pusing yang ngeliatnya," omelnya.

"Jahat banget, Mah." Arzan memegang tangan Anita, menggerak-gerakannya di pipi dijadikanya elusan manja. "Mamah sendiri udah makan belum?"

"Ish, Mamah udah makan lah tadi sama papah. Makannya, kalau makan malam gak usah pake acara ngumpet di kamar." Lagi, Anita menyerocos panjang lebar, wajah yang masih terlihat muda itu keliatan berkali-kali lipat lebih cantik. Pesona seorang Ibu memang luar biasa. "Sana makan, keburu Mamah omelin lagi," ucapnya.

Arzan menyengir. Enggan menjauh dari Anita, karena di sampingnya membuat ia nyaman. Ada sesuatu yang mengganjal, membuatnya menerka. "Iya, Mah... Arzan mau makan dulu, ya?" pamitnya.

"Iyaaa," jawab Anita lembut. Tatapan wanita berstatus Ibu itu sedikit nanar saat memandangi Arzan. "Sana," usirnya jenaka.

Senyum Arzan mengembang.

____

"Bun, Tata berangkat." Tamara memasang ranselnya ke bahu, lalu menyalimi tangan sang ibunda dengan lembut.

Bunda menghentikan aktifitasnya, menjahit. Tangannya terulur, menerima Tamara tak kalah lembut. "Hati-hati, ya, Nak."

"Iya. Bunda jangan terlalu maksa buat jalan jauh, ya. Tata gak mau Bunda kenapa-kenapa." Karena, sang Bunda habis terkena demam, membuat Tamara sedikit over kepadanya.

Mau bagaimana, Bunda adalah satu-satunya alasan yang menjadi Tamara hidup seperti ini. Menjadi siswi cerdas, agar kedepannya bisa menghidupi sang Bunda. Membayar keringat beliau, dan membahagiakan Bunda tentunya.

04; Turn Past On✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang