Sweet 40 : Diam

2.7K 646 41
                                    

Mira berdiri di depan pintu yang seharusnya menjadi rumahnya disini. Jari-jarinya menekan tombol bel di dekat pintu, dengan sabar menunggu orang didalam rumah untuk membukanya. Sejauh ini, dia ingin memastikan dulu apakah semua ingatan orang-orang terdekatnya akan kembali jika Mira bertemu langsung dengan orang tersebut.

Klak.

Mira mendongak melihat wajah ibunya. Masih sama, dengan kerutan itu dan aura menenangkannya. Dia menatapnya dengan binar dimatanya. Gadis itu membuka mulutnya untuk menyapanya dalam bahasa formal.

"Um ... Ada yang bisa kubantu?"

Ibu berdiri disana dengan wajah kebingungan. Mira makin terkejut dengan membelalakkan matanya, dia dengan tidak sengaja mengambil satu langkah mundur. Hampir tidak mempercayai apa yang didengarnya, dia masih mencoba senyuman.

Setidaknya berhenti di sini bukanlah pilihan bagus. Jika mereka tidak ingat, maka Mira harus memastikannya. Pasti ... Pasti diujung pikiran Ibunya dia masih mengingat 'Mira'.

"Ma'af mengganggu, apakah anda mempunyai anak perempuan bernama Mira?"

"Kami memang memiliki anak perempuan tapi namanya Yuki dan telah meninggal 6 tahun lalu."

Jari-jari Mira mengejang dan kemudian meremas ponsel ditangannya dengan erat. Dia hampir saja menjatuhkan senyumnya oleh kenyataan bahwa Yuki telah meninggal 6 tahun lalu. Gadis itu masih berdiri disana dan menenangkan diri untuk tidak membuat kecerobohan lebih lanjut.

Sepertinya Akaashi yang mengingatnya memang sebuah keajaiban.

"Ah ... begitu, Saya turut berduka cita dengan Yuki-san,"

Berduka cita apa, sialan?!

"Ma'af, sepertinya saya salah rumah."

Ini jelas rumah yang sama!

Mira melirik ke samping, tidak berani menatap wajah ibunya. Dia seharusnya menerima tawaran Akaashi untuk datang bersamanya kesini. Tapi semua terlambat, dia telah menyuruhnya pulang dulu dan kini Mira terjebak oleh Yuki yang meninggal 6 tahun lalu.

"Tidak masalah, kalau begitu,"

Klak

Pintu ditutup kembali. Mira yang masih dengan kejutan diwajahnya mulai berbalik dan menyeret kopernya. Dia kedinginan, sepertinya udara menjadi semakin dingin tiap langkah yang diambilnya. Gang di depannya membuatnya berbelok ke kiri, tidak ingin menoleh kebelakang. Punggungnya bersandar disana dan duduk di atas kopernya.

Mencoba menenangkan suasana hatinya, dia melihat ke langit. Dari awal memang mereka bukan orang tuanya, tapi ketika mendengarnya secara langsung itu benar-benar membuat pikirannya tersesat.

Pertama-tama, mari kita cari tempat untuk tidur malam ini.

*Rinnggg!!*

(A/N : udh di ganti ya ringtone-nya (´∀`)♡)

Mata Mira beralih ke HPnya dan menggigit bibir ketika melihat kontak dari si penelepon. Nama Kenma terpampang jelas disana, dia meremas HP-nya dengan sangat erat hingga jari-jarinya merah oleh tekanan. Dia tidak tau apakah panggilan tadi pagi di minimarket adalah kebetulan atau tidak, tapi jelas ketakutan hatinya akan kekecewaan tidak dapat diremehkan.

Mira memilih menggeser tombol hijau. Tremor yang tidak pernah di alaminya kini datang ketika tangannya menempelkan telepon ke telinga kirinya. Dia tau dirinya bukan pengecut, pikirannyapun memproses dengan logika sebelum perasaannya, dan karena alasan itu Mira mengangkat telepon.

"Moshi-moshi?"

"Ah? Apakah ini benar Mira?"

Alis Mira yang tadinya berkerut agak longgar. Hatinya berdebar oleh antisipasi bahwa Kenma mengingatnya. Lagipula, menelepon dua kali hari ini agak membuatnya memberi harapan. Mira dengan hati-hati mengangguk, tapi dia ingat bahwa ini telepon suara dia buru-buru menjawabnya.

END : [Haikyuu Otome Game Sistem] || Haikyuu X OcTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang