Author Point of View
Yena terlihat sangat gusar. Dia dan sang kakak berakhir berada di ruangan dengan aroma medis yang menguar. Sudah hampir 20 menit gadis itu mondar-mandir sambil menggigiti kuku. Pikirannya dipenuhi oleh rasa bersalah.
Sedangkan Woon, laki-laki jakung itu dari tadi hanya duduk menatap handphonenya. Bingung harus mengabari Bunda atau tidak.
"Na, gue hubungin Bunda ga?" tanya Woon pada Yena.
Yena menghentikan aktivitasnya lalu duduk disamping sang kakak. "Gausah aja kali? Bunda harus ngurus banyak hal, apalagi malem-malem gini. Kasian anak-anak yg lain" jawab Yena.
"Bukannya udah pada pindah? Ke rumah baru?" Rowoon bertanya.
"Kemarin wktu kesana emang gaada orang. Tapi aku yakin, Bunda juga pasti jagain mereka di rumah baru. Kalau Bunda dirumah Chani gabakal bisa keluar" Yena menunduk.
Dadanya sesak saat kurvanya menyebutkan nama sahabatnya itu. Sakit dan rasa bersalah beradu jadi satu.
"Bang?" Woon dan Yena menatap ke arah suara.
Ada Sanha disana membawa kantong plastik di tangan kanannya, dan...
helm yang masih terpasang di kepalanya.
"PFFTTT-" Woon menipiskan bibir agar tidak kelepasan tertawa. Sedangkan Yena menepuk jidatnya sendiri.
Sanha dengan santainya memberikan kantong plastik kepada Woon, "Ini Bang. Makanan sama minuman yang tadi dititip. Btw,Chan-"
"Nanyanya nanti aja. Sekarang balik ke parkiran lepas dulu helm lo" potong Woon yang menahan tawanya.
Sanha kepalanyaㅡyang masih terbalut helm pastinyaㅡdengan kedua tangan. Raut wajahnya seketika sangat malu. Dengan cepat Sanha membuka helmnya. Memilih duduk di sisi kiri Rowoon yang kosong.
Helm hitam itu ia taruh di sampingnya. Wajahnya ditekuk. Urat malunya belum putus ternyata.
Ketiganya terdiam. Sanha menahan malu, Woon menahan tawa, Yena menahan kencing. Engga bercanda,
Yena menahan agar tidak marah pada Sanha. Kenapa yang melakukan laki-laki itu tapi yang malu dirinya?
Tiba-tiba dokter keluar dari ruang rawat Chani. Rowoon, Yena, dan Sanha reflek berdiri dan menghampiri dokter itu.
"Bagaimana keadaan adik saya dok?" tanya Woon.
"Keadaan pasien baik-baik saja. Mungkin karena kondisinya masih lemah dan dia keluar di tengah malam yang udaranya sangat dingin jadi tubuhnya sedikit mengalami syok dan menggigil. Tapi tidak perlu khawatir, dia baik-baik saja sekarang" jelas dokter tersebut.
Rowoon, Yena dan Sanha menghela nafas lega. Mengucapkan terimakasih pada dokter yang segera pergi dari sana.
Ketiganya terdiam. Bukannya segera pergi masuk menjenguk temannya itu, mereka malah bertatap-tatapan.
"Yena aja yg masuk sana! Gue sama Bang Woon mau makan dulu sekalian balikin helm" ucap Sanha.
"Lo ga pulang?" tanya Woon pada laki-laki disampingnya itu.
Sanha menggeleng, "Engga, gue disini nungguin kalian" ucapnya.
"Besok lo kesekolah sekalian nitip kasihin surat ijin gue sama Chani ya, Kak?" ucap Yena.
"Iya sekalian surat gue" Yena dan Woon mengernyit mendengar balasan Sanha.
"Napa lo jadi ikut ijin?" tanya Rowoon.
"Loh? Ya gapapa dong, gue yakin jasa gue pasti dibutuhin disini" Sanha menjawab dengan percaya diri.
Yena memilih tersenyum sebelum merubahnya menjadi wajah datar dan pergi masuk ke ruang rawat Chani.
Sedangkan Rowoon juga langsung berlalu, "Jadi ga?" ucap Rowoon saat Sanha hanya diam.
"Jadilah woy" Sanha sadar dan mengambil helmnya lalu menyusul Rowoon.
•••
Yena memasuki ruangan itu perlahan. Pelupuk mata gadis itu langsung kabur akibat air mata yang siap menetes. Hati yang sebelumnya sudah ia siapkan tiba-tiba sakit seperti ditusuk ribuan kali. Yena berjalan lemah, kakinya sangat lemas seakan ditumbangkan berkali-kali.
Gadis itu mengambil tempat disamping Chani. Duduk memandang si laki-laki yang terlihat tenang dalam tidurnya.
Tidak ada rasa sakit, sedih atau terluka. Tapi sayangnya tidak ada juga raut dan perasaan gembira. Wajahnya pucat dengan mata yang tertutup rapat.
Yena menggenggam erat tangan Chani. Mengamati dengan hati-hati wajah Chani. Tidak sadar satu titik bening luruh dari netra indah gadis itu. Hatinya tak henti-hentinya merutuk.
"Maafㅡ" lirih Yena.
"Maaf Chan...Yena bodoh.. bodoh banget hiks" lanjut gadis itu.
Tangan kanannya yang hampa ia gunakan untuk memukul-mukul dada bagian kirinya guna menghilangkan rasa sesak yang tercipta.
"Sakit... gue s-sakit liat lo kaya gini... jadi, lo harus cepet sembuh" gadis itu kembali menyuarakan suaranya yang terdengar rapuh.
Rasanya hari itu adalah hari menyakitkan bagi Yena. Pikiran, hati dan semua yang ada pada dirinya hanya di dominasi oleh dua hal.
sakit, dan rasa bersalah.
TBC
©hwahyunshin_
KAMU SEDANG MEMBACA
best (boy)friend.
Fanfictiondia kang chani, sahabat terbaik yena yang kini jadi laki-laki terbaik dihidupnya. ; ft. kang chani of sf9 credit. ©hwahyunshin_ started : 200410 end : 210320